Indonesia Intervensi Pembahasan REDD

Sumber:Kompas - 04 Desember 2008
Kategori:Climate

Poznan, Rabu - Delegasi Indonesia menyampaikan intervensinya dalam pembahasan reduksi emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi lahan pada forum Subsidiary Body for Science and Technological Advice Pertemuan Para Pihak ke-14 di Poznan, Polandia. Indonesia mendorong tim fokus menyelesaikan pembahasan metodologi penghitungan degradasi hutan.

Pembahasan seputar degradasi lahan telah dilakukan di Bonn, Jerman, pertengahan tahun 2008, di mana para peserta cenderung mendorong menggunakan kombinasi metodologi di lokasi serta penginderaan jauh. ”Saat ini masih terus dibahas,” kata anggota Delegasi Indonesia dari WWF Indonesia Fitrian Ardiansyah di Poznan, Polandia, melalui telepon, Rabu (3/12).

Subsidiary Body for Science and Technological Advice (SBSTA) berfungsi menilai informasi ilmiah-sains dan teknologi dari berbagai lembaga internasional, untuk selanjutnya dipadukan dengan kebutuhan perumusan kebijakan pemerintahan negara anggota para pihak (COP).

Penerapan reduksi emisi dari pencegahan deforestasi dan degradasi lahan (REDD) penting bagi Indonesia. Karena itu, Indonesia berjuang agar Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim, secara resmi, mengakui REDD sebagai salah satu mekanisme mengatasi perubahan iklim. Konsekuensinya, ada pendanaan global bagi upaya REDD di dunia.

Dalam intervensinya yang dibacakan Staf Ahli Menteri Kehutanan Indonesia Bidang Kemitraan Wandojo Siswanto, Indonesia memaparkan aktivitas percontohan REDD dengan Australia. Proyek itu mengenai sistem informasi sumber daya kehutanan dan sistem penghitungan karbon nasional.

Menurut Fitrian, Indonesia perlu mengembangkan kerja sama dengan negara-negara pemilik hutan tropis lain. Tujuannya, membuka pintu pengesahan struktur REDD pada COP ke-15 di Kopenhagen, Denmark, akhir tahun 2009 mendatang.

Hingga tiga hari pertemuan di Poznan, niat negara maju mengatasi laju perubahan iklim dengan membantu negara-negara berkembang terus dipertanyakan. Negara maju dinilai mengendorkan komitmen dengan alasan krisis keuangan global.

Di sisi lain, negara berkembang menyatakan butuh dana besar untuk mengatasi kekeringan, banjir, kenaikan permukaan laut, dan makin menguatnya badai. (REUTERS/GSA)



Post Date : 04 Desember 2008