Indonesia Tolak Audit dari Luar

Sumber:Kompas - 11 Desember 2009
Kategori:Climate

Kopenhagen, Kompas - Delegasi Indonesia menolak usul negara-negara maju mengaudit pelaksanaan program penurunan emisi 26 persen, sebagai bahan analisis rencana pemberian bantuan untuk target 41 persen. Alasannya, proyek itu bersifat sukarela dan ada persoalan kedaulatan.

Juru bicara delegasi RI, Tri Tharyat, di sela-sela sidang hari keempat Konferensi Perubahan Iklim 2009 mengungkapkan hal itu. ”Bagaimana bisa konsultan asing datang lalu meminta data dan informasi yang tidak seharusnya,” katanya, Kamis (10/12).

Namun, Indonesia terbuka apabila negara maju bermaksud mengaudit rencana penurunan emisi 15 persen, yang merupakan selisih antara 41 persen dan 26 persen. Poin ini belum ada pemecahannya karena negara maju menginginkan ada kejelasan terhadap pencapaian 26 persen.

Sebelumnya, kelompok negara payung atau Umbrella Group (di antaranya AS, Australia, Norwegia, Jepang, Rusia, dan Eslandia) menegaskan perlunya target penurunan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dengan prinsip terukur, dilaporkan, dan bisa diverifikasi (MRV). Bukan hanya negara-negara maju yang diwajibkan, melainkan juga terhadap negara berkembang, sekalipun bersifat sukarela.

Langkah itu dinilai diperlukan untuk mencapai pembangunan yang rendah emisi karbon.

”Indonesia dalam posisi berbeda terhadap kewajiban yang diusulkan diterapkan bagi negara berkembang,” kata Tri. Sesuai Rencana Aksi Bali (BAP) yang disepakati pada COP-13 di Bali, Desember 2007 lalu, negara maju yang wajib melaporkan emisi dan rencana penurunan targetnya.

Pada jumpa pers pertama Indonesia, Ketua Negosiator RI Rachmat Witoelar mengungkapkan, penurunan emisi secara sukarela sebesar 26 persen pada 2020 dari posisi saat ini besarnya sekitar 0,7 gigaton karbon dioksida (CO). Namun, Indonesia tak menjawab detail pertanyaan media asing mengenai perincian data dan anggaran yang dibutuhkan untuk rencana tersebut.

Informasi dari anggota delegasi, keengganan Indonesia mengeluarkan cara pencapaian target itu karena belum dikonsultasikan resmi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

MRV jadi ganjalan

Perdebatan soal audit (MRV) program mitigasi di negara berkembang semakin tajam setelah muncul usul Denmark yang menyebutkan, negara berkembang wajib menurunkan emisi sebatas mereka mampu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi negara-negara miskin dan negara pulau-pulau kecil yang tergabung pada Aliansi Negara-negara Pulau Kecil (AOSIS) sebanyak 43 negara.

China, sebagai salah satu negara berkembang sangat pesat, menolak usulan wajib menurunkan emisi. Mereka sukarela menyampaikan program penurunan emisinya. Menurut Tri, posisi kelompok G-77 adalah menolak usulan yang mewajibkan penurunan emisi nasional. (Gesit Ariyanto, dari Kopenhagen, Denmark)



Post Date : 11 Desember 2009