Ingat, Ciliwung Masih Merana

Sumber:Kompas - 26 Maret 2012
Kategori:Lingkungan
Apa yang nyaris tidak berubah di Jakarta? Boleh jadi jawaban yang benar adalah kondisi Sungai Ciliwung. ”Setidaknya sejak saya fokus berkecimpung di Ciliwung, tahun 2005 sampai sekarang, saya tidak melihat perubahan berarti menuju upaya revitalisasi sungai ini secara signifikan,” kata Abdul Kodir (44). 
 
Abdul Kodir adalah pencetus gerakan Komunitas Ciliwung Condet (KCC), upaya swadaya masyarakat menumbuhkan kepedulian warga terhadap Sungai Ciliwung untuk bersama-sama menyelamatkannya. Gerakan warga itu berpusat di Pangkalan Bambu, Jalan Munggang, Condet Raya, Jakarta Timur.
 
Di lahan seluas 7.000 meter persegi yang dikelola KCC tumbuh subur salak asli Condet, duku, pohon pucung (keluwak), dan berbagai tanaman lain. Suara kicauan burung terdengar kapan saja. Kupu-kupu berukuran lebih besar dari telapak tangan orang dewasa, Jumat (23/3), hinggap di salah satu dahan pohon. Menjorok ke bawah sekitar 30 meter, Ciliwung berwarna kehijauan bersih mengalir. Lahan hijau ini jelas pemandangan langka di bantaran Ciliwung.
 
Sepanjang 30-40 kilometer aliran Ciliwung di Jakarta, sebagian besar bantarannya telah diokupasi untuk berbagai keperluan. Dari permukiman legal dan ilegal hingga pabrik menyesaki tepiannya, bahkan sampai menguruk badan Ciliwung.
 
Bantaran yang kebetulan tak berpenghuni atau tebing-tebing yang curam jadi sarang sampah.
 
”Ciliwung sudah jadi tempat pembuangan segala macam kotoran. Sudah menumpuk bertahun-tahun tanpa ada upaya pembersihan, apalagi antisipasi. Lokasi tumpukan sampah yang besar-besar saja di sepanjang Ciliwung ini jumlahnya bisa belasan,” kata Abdul.
 
Abdul gundah karena meskipun KCC telah menyita banyak perhatian warga dan pemerintah setempat, kalangan swasta, dan masyarakat di luar Jakarta, upaya penyelamatan Ciliwung masih dirasa jalan di tempat.
 
”Di sekitar lahan hijau KCC ada puluhan ribu meter persegi lahan bantaran yang berpotensi dikembangkan menjadi lahan hijau. Namun, selalu ada halangan untuk memperluas lahan hijau,” katanya.
 
Abdul juga menyatakan, tidak semua bantaran Ciliwung penuh permukiman padat seperti di Kampung Melayu. Di Condet hingga ke arah hulu Ciliwung di Depok dan Bogor masih banyak bantaran yang belum beralih fungsi dan berpotensi menjadi lahan hijau. Namun, karena kurangnya pengawasan, kecenderungan bantaran berubah menjadi permukiman mulai terjadi.
 
Di sisi lain, warga yang berminat menanam pohon di bantaran kali pun terhadang Ciliwung yang bisa sewaktu-waktu meluap saat musim hujan tiba. Tak hanya air yang membanjiri bantaran, tetapi juga sampah.
 
”Harus dibersihin dulu lumpur dan sampahnya yang kotor dan mungkin juga membawa racun. Kalau tidak, tanaman tidak bisa tumbuh lagi. Kondisi ini yang membuat warga ragu bercocok tanam di bantaran Ciliwung,” papar Istohari, relawan KCC.
 
Selain banjir dan sampah, pemilik terkadang menjadikan lahannya di bantaran sungai sebagai tabungan dan kelak di sana dibangun rumah bagi anak cucunya atau dikontrakkan demi mendapatkan penghasilan.
 
KCC selama tujuh tahun terakhir bisa mengembangkan lahan hijaunya sendiri karena sebagian besar lahan tersebut milik keluarga Abdul. Ada juga sumbangan dari relawannya.
 
”Selama ini, saya dan keluarga masih bisa bergantung secara ekonomi dari sumber lain. Selain itu, sudah ada ketetapan dari kami untuk mendedikasikan lahan ini demi Ciliwung yang lebih baik. Namun, saya paham jika warga lain tidak bisa seperti ini,” kata Abdul.
 
Istohari dan Abdul mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa memberikan insentif seperti pengurangan bahkan pembebasan pajak bagi warga yang mau menggunakan lahannya di bantaran sebagai lahan hijau. Abdul juga berangan- angan Dinas Pertanian DKI Jakarta bekerja sama dengan lembaga penelitian profesional dalam upaya menghijaukan tepi Ciliwung.
 
”Mungkin bisa ditemukan cara agar pohon buah bisa terus berbuah sepanjang tahun. Pohon-pohon khas Ciliwung, seperti pucung, kemang, atau bintaro, bisa dibiakkan lagi. Tentu akan ada nilai ekonomi yang bisa diperhitungkan warga. Saya yakin pelan-pelan keseimbangan alam, termasuk kehilangan 92 persen jenis ikan seperti hasil penelitian LIPI, bisa dipulihkan lagi,” ungkap Abdul.
 
Alokasi dana yang cukup besar memang dibutuhkan untuk usulan Abdul. Namun, dana itu diyakini akan membawa berkah nyata daripada uang ratusan juta rupiah ludes untuk acara seremonial pejabat naik perahu karet dan bersih-bersih Ciliwung. Padahal, faktanya Ciliwung tetap saja merana. (ANDY RIZA HIDAYAT)


Post Date : 26 Maret 2012