Irigasi Rusak, Ketahanan Pangan Sumut Terancam

Sumber:Kompas - 27 Juni 2005
Kategori:Drainase
Medan, Kompas - Daerah Sumatera Utara ke depan akan menghadapi persoalan ketahanan pangan, menyusul kecenderungan makin menyusutnya areal pertanian, rusak beratnya saluran irigasi, dan belum maksimalnya pemanfaatan potensi kawasan rawa seluas lebih kurang satu juta hektar. Ketersediaan sumber air pun menurun sehingga sangat berdampak terhadap sektor pertanian.

Dengan luas areal persawahan 555.696 hektar, kontribusi terhadap produksi padi nasional lebih kurang empat persen atau 3.362.839 ton. Peningkatan produksi pangan, untuk meningkatkan ketahanan pangan di daerah ini terancam, karena kondisi jaringan irigasi yang umumnya sudah berumur 20 tahun rusak berat. Bahkan, pascagempa tanggal 28 Maret 2005, khusus di Nias, sebanyak 60 jaringan irigasi rusak, kata Kepala Dinas Pengairan Sumatera Utara Hafas Fadillah, Jumat (24/6) di Medan.

Ia mengakui, Sumut sebenarnya memiliki potensi besar dalam bidang pertanian, tetapi lahan persawahan yang ada masih sangat terbatas. Daerah rawa merupakan potensi yang sampai saat ini belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Dari 1.030.300 hektar luas lahan rawa, 793.505 hektar di antaranya rawa pasang surut (di daerah pesisir) dan sisanya rawa lebak (di dataran tinggi). Lahan rawa potensial yang sudah dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian dan pertambahan sekitar 231.475 hektar (22,40 persen), sedangkan lahan rawa yang telah mempunyai tata air jaringan rawa seluas 24.725 hektar (2,40 persen).

Pengembangan rawa menjadi lahan pertanian masih sangat sedikit, yaitu 8,4 persen. Masih perlu upaya lebih besar untuk memanfaatkan potensi rawa yang ada, katanya.

Irigasi menurun

Saluran irigasi merupakan hal yang vital dalam pertanian. Saat ini terdapat luas baku daerah irigasi yang dikelola Dinas Pengairan Provinsi Sumut seluas 329.254 hektar. Dari jumlah itu hanya 296.782 hektar yang potensial.

Keseluruhan daerah irigasi itu masih memerlukan perbaikan dan peningkatan karena kondisi jaringan pada umumnya sudah menurun. Perlu juga peningkatan sistem jaringan irigasi dari tingkat sederhana ke semiteknis, kata Hafas.

Menurut dia, keterbatasan alokasi dana operasi dan pemeliharaan adalah salah satu faktor yang mengakibatkan semakin mempercepat penurunan tingkat pelayanan air irigasi pada areal persawahan, di samping kerusakan yang diakibatkan bencana alam yang selalu terjadi setiap tahun. Faktor lain yang juga memengaruhi penurunan kondisi jaringan irigasi adalah karena jaringan irigasi banyak terdapat di dataran tinggi, terletak pada lereng-lereng bukit yang sangat rawan longsor, dan juga terletak di dataran rendah yang selalu mengalami sedimentasi yang terbawa oleh sungai akibat kondisi daerah aliran sungai yang sudah rusak.

Tahun 2005 kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi rawa yang ditangani 1.000 sampai 3.000 hektar, meliputi luas areal sawah irigasi 62.430 hektar, dengan anggaran Rp 4,2 miliar. Lalu kegiatan rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan jaringan irigasi dengan alokasi dana Rp 9,4 miliar. Selain itu, juga ada pengembangan daerah rawa, katanya. (nal)

Post Date : 27 Juni 2005