Izin Limbah di Daerah

Sumber:Kompas - 07 Oktober 2009
Kategori:Air Limbah

Jakarta, Kompas - Kewenangan pemberian izin pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang sebelumnya terpusat di Kementerian Negara Lingkungan Hidup, didesentralisasikan di provinsi dan kabupaten/kota. Sejumlah daerah menyatakan keberatannya.

”Mau tidak mau, daerah harus menerima pembagian kewenangan karena ketentuannya begitu,” kata Deputi IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Imam Hendargo Abu Ismoyo pada acara Sosialisasi dan Asistensi Teknis Penerapan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) di Jakarta, Selasa (6/10). Acara diikuti utusan dari 56 kabupaten/kota di empat provinsi serta 60 pengelola dan administrator pelabuhan.

Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan itu dituangkan dalam peraturan menteri.

Kewenangan pemberian izin yang dilimpahkan di daerah adalah pemberian izin pengumpulan limbah B3 kepada provinsi serta izin pengumpulan dan penyimpanan limbah B3 kepada kabupaten/kota. ”Pengawasan dilakukan bersama-sama,” kata Imam.

Melalui kewenangan itu, pemerintah daerah harus memantau keberadaan limbah B3 dan penghasilnya, yang sebagian besar berasal dari industri. Untuk operasionalisasi, pemerintah daerah pun harus membuat peraturan daerah atau surat keputusan yang penerapannya ada di tingkat industri.

Keberatan daerah

Menurut Imam, sejumlah daerah menyatakan keberatannya atas pembagian kewenangan itu, baik secara lisan maupun tertulis. Namun, ia enggan menyebutkan daerah-daerah yang dimaksud.

Keberatan di antaranya terkait pembiayaan tambahan dan tanggung jawab besar. Pembiayaan dibutuhkan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pembuatan perda atau peraturan lain, dan sosialisasi.

”Karena sudah ketentuan hukum, daerah tetap harus ikut meskipun itu sangat berat,” kata Kepala Seksi Pengawasan dan Analisis Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Syarif Usmulyono. Pada sesi tanya jawab, ia mempertanyakan berbagai konsekuensi daerah.

Menurut Syarif, daerah barangkali akan menerima dengan ringan pelimpahan wewenang itu bila pemerintah pusat sekaligus membantu perangkat pelaksanaan di daerah, misalnya pendanaan tambahan, sumber daya manusia, dan peralatan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (PPLH), pemberi izin yang di kemudian hari terbukti menimbulkan masalah bisa diseret ke pengadilan dengan ancaman penjara dan denda miliaran rupiah. (GSA)



Post Date : 07 Oktober 2009