Jakarta Sulit Terbebas dari Bencana Banjir

Sumber:Pikiran Rakyat - 09 Februari 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
BANDUNG, (PR).-Setelah banjir besar melanda Jakarta pada Februari tahun ini, ibu kota RI diprediksi tetap akan kesulitan melepaskan diri dari bencana alam tersebut. Bahkan, pada 2010 akan terjadi banjir yang lebih besar dari tahun ini, sehingga sedikitnya 71 persen wilayah Jakarta tergenang air.

Demikian diungkapkan Dr. Armi Susandi, M.T., ahli perubahan iklim dari Fakultas Kebumian dan Teknologi Mineral ITB, di Rektorat ITB, Jln. Tamansari, Bandung, Kamis (8/2).

Sementara itu, pakar lingkungan hidup Prof. Dr. Otto Soemarwoto berpendapat, ibu kota di Jakarta tidak perlu dipindahkan, tapi fungsinya dibatasi, yakni sebagai ibu kota negara, pusat pemerintahan, dan pusat politik.

Menurut dia, fungsi ekonomi di Jakarta tetap ada, tetapi jangan terlalu besar. Misalnya, dengan dikembangkan di beberapa daerah, seperti di Makassar, Jayapura, Surabaya, di Banda Aceh.

Menurut Armi Susandi, yang harus diwaspadai masyarakat Jakarta saat ini adalah curah hujan yang tinggi. "Harus diketahui bahwa banjir yang melanda Jakarta sekarang bukan semata-mata kiriman dari wilayah lain, seperti Bogor. Itu tidak terlepas dari pergeseran pola hujan di wilayah Jakarta. Banjir saat ini terjadi akibat akumulasi kedua faktor tersebut," katanya.

Ke depannya, menurut dia, curah hujan Jakarta, khususnya bagian selatan akan terus meningkat. Sementara, karena minimnya daerah resapan di bagian selatan Jakarta, banjir kiriman akan terus berulang. Hal itulah yang diprediksi Armi akan menyebabkan banjir bandang pada 2010.

"Rencana pemerintah Jakarta untuk membangun kanal timur tidak akan efektif. Pasalnya, curah hujan tinggi akan terus bergerak ke utara dan tidak lagi didominasi wilayah di bagian selatan Jakarta. Lebih baik pemerintah Jakarta segera membangun waduk di bagian selatan dan sumur-sumur resapan di setiap rumah. Selain untuk mencegah banjir, waduk juga bisa saja dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik," tutur Armi.

Armi Susandi mengungkapkan, sedikitnya 25 persen wilayah Jakarta atau sekira 160,37 km2, diperkirakan akan tenggelam pada 2050. Perubahan iklim, termasuk pola hujan yang cenderung meningkat menjadi salah satu penyebabnya.

Hal itu diperparah dengan kenaikan permukaan air laut di bagian utara Jakarta yang mencapai 0,57 cm/tahun dan penurunan tanah di seluruh wilayah Jakarta yang rata-rata menembus angka 0,3 cm/tahun. Terlebih, hampir 40% wilayah Jakarta berada di bawah permukaan air laut.

Jakarta Utara, khususnya Penjaringan menjadi daerah yang paling rawan terendam air laut. Penjaringan memang merupakan daerah yang paling rendah di Jakarta. Tanjung Priok, Pantai Indah Kapuk, dan Ancol termasuk daerah rawan," katanya.

Menurut Armi, peningkatan curah hujan di Jakarta terjadi akibat pergeseran pola curah hujan dari selatan ke utara. "Hal itu tidak terlepas dari fenomena global, berupa perusakan lingkungan. Diperkirakan curah hujan Jakarta akan terus meningkat hingga menembus angka tertingi, 340 mm/hari," tuturnya. Sebagai gambaran, saat ini curah hujan Jakarta telah mencapai 200 mm/hari.

Dampak lain dari perusakan lingkungan, adalah terjadinya kenaikan air laut. Hal itu terjadi sebagai imbas dari pemanasan global. Es di kutub utara terus mencair, sehingga menaikan permukaan air laut. Dia memperkirakan, pada 2100 kenaikan tinggi air laut di seluruh dunia mencapai 3 m.

Semua pulau yang memiliki ketinggian kurang dari 3 m di atas permukaan laut akan tenggelam. Bahkan, Indonesia dipastikan akan kehilangan beberapa pulaunya. Namun, hingga saat ini kami belum mengkaji sejauh itu. Yang pasti, jika pemerintah Jakarta tidak segera melakukan pembenahan, mereka akan kehilangan 25% wilayahnya," kata Armi.

Menurut dia, penanaman mangrove di sepanjang pantai utara atau pembangunan beton bisa dipilih sebagai solusi, untuk melindungi wilayah Jakarta dari serbuan air laut.

Harus diubah

Makin rusaknya lingkungan hidup di Jakarta, menurut Otto, karena sikap masyarakat yang salah. "Kita terlalu mengagung-agungkan Jakarta. Orang semua tertarik ke Jakarta. Menurut saya, justru harus dibalik, diubah. Jakarta itu ibu kota negara, Jakarta itu pusat pemerintahan, Jakarta pusat politik. Itu saja," ujarnya usai menjadi invited speaker pada penyerahan penghargaan Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) di Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (8/2).

"Harus diubah. Selama itu tidak diubah dan selama Jakarta menjadi magnet utama Indonesia, semuanya tertarik ke Jakarta," katanya.

Dia mengajak untuk mencontoh ibu kota Amerika Serikat (AS), Washington DC. Atau, negara bagian New York yang ibu kotanya di Albany. Juga, negara bagian California, ibu kotanya di Sacramento. "Sacramento itu kota kecil, tapi menjadi pusat pemerintahan dan pusat politik," tuturnya.

Dalam fungsi ekonomi, antara lain dengan lebih mengembangkan peran daerah. Indonesia mempunyai UU Otonomi Daerah (Otda). Otdanya otonomi yang diperkuat. "Dengan sendirinya, Makassar misalnya akan berkembang, Banda Aceh akan berkembang, Surabaya pun akan berkembang," katanya.

Hujan lebat

Sementara itu, hujan lebat kembali mengguyur Jakarta dan sekitarnya, kemarin mulai sekira pukul 3.30 WIB hingga siang hari. Hujan lebat yang disertai petir dan guntur ini menyebabkan kemacetan di sejumlah ruas jalan Ibukota Jakarta.

Data dari Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (Depkes) menyebutkan, banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya telah menewaskan 53 orang. Pengungsi yang sakit tercatat 84.399 orang dari total pengungsi 397.304 jiwa. (A-150/A-154/A-75/A-94/A-130)



Post Date : 09 Februari 2007