Jalan Alternatif Memperoleh Sambungan Air Bersih

Sumber:Majalah Tempo - 29 Juni 2008
Kategori:Air Minum

Peningkatan akses air bersih, juga sanitasi, bagi masyarakat miskin di Indonesia sangat penting dalam pembangunan jangka panjang. Salah satu sebab rendahnya akses air bersih bagi warga miskin adalah persoalan biaya dan harga (cost of water). Akibatnya, mereka terancam terjebak dalam pola hidup yang jauh dari perilaku sehat dan bersih karena kelangkaan air bersih. Tak heran, jika Departemen Kesehatan RI mengeluarkan data bahwa dari setiap 1.000 kelahiran bayi, 50 di antaranya meninggal karena diare. Penyakit ini datangnya dari sumber air buruk.

Warga miskin terpaksa membeli air secara eceran dengan harga mencapai lima sampai 20 kali lebih mahal dibanding air dari jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Padahal, berdasar hasil Formative Research Environmental Services Program (ESP, 2006), ditemukan kecenderungan konsumen tetap mau berlangganan jasa PDAM selama pelayanannya betul-betul memuaskan.

Persoalan atas akses air bersih yang dialami keluarga miskin adalah karena tingginya biaya sambungan baru, sebesar Rp 1 juta sampai 2 juta, yang harus dibayar di muka. Untuk mengurangi biaya sambungan baru bagi keluarga miskin ini, ESP yang didanai USAID terus bekerja sama dalam peningkatan kapasitas yang ada. Salah satu yang dikembangkan adalah skema kredit mikro sebagai alternatif solusi pendanaan sambungan dan akes air bersih dari PDAM. Beberapa PDAM telah berhasil menjalin kerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Kredit ini memberi pinjaman kecil kepada calon pelanggan yang ingin memperoleh sambungan air rumah tangga, tapi tak mampu membayar biaya sambung baru. Kerjasama ini memperluas target bisnis BRI melalui pelanggan PDAM. Sementara itu, bagi PDAM, selain menambah pelanggan baru, juga tak perlu membayar biaya penyambungan terlebih dulu.

Skema itu juga akan berpengaruh pada peningkatan kesehatan, peningkatan ekonomi masyarakat, dan akses ke sumber dana pinjaman bank. Widi Prayitno, misalnya. Tokoh masyarakat dari Jenggolo Asri, Sidoarjo, Jawa Timur, ini mengatakan, masyarakat telah menikmati jaringan air PDAM sejak September 2007. "Ini lebih baik dan lebih murah dibanding sebelumnya" katanya.

Sampai pertengahan 2008, program kredit mikro untuk sambungan sudah terlaksana di beberapa PDAM di Jawa. Di antaranya PDAM Kota Surabaya, PDAM Kabupaten Sidoarjo, PDAM Kota Malang, PDAM Kabupaten Malang, PDAM Kota Sukabumi, PDAM Kabupaten Sukabumi, PDAM Kabupaten Subang, PDAM Kota Bogor, dan PDAM Kabupaten Bandung.

Dari program itu, hingga saat ini lebih kurang 3.500 sambungan baru telah dipasang. Ini berarti. lebih dari 15 ribu orang sudah dapat menikmati air bersih. Diharapkan ini akan terus bertambah seiring makin terbukanya peluang kerja sama PDAM dengan berbagai pihak swasta lain dan perbankan, serta mendapat keseriusan dukungan dari pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif) lokal.

Ada juga jalan lain memperoleh akses air bersih bagi keluarga miskin, yakni melalui sambungan meter induk (master meter). Upaya pengelolaan sistem akses air bersih berbasis masyarakat ini didukung penuh Pemerintah Kota Medan, Departemen Pekerjaan Umum, dan PDAM Tirtanadi serta dukungan teknis sejumlah lembaga program donor. Untuk jangka panjang, ini akan dikelola secara swadava oleh PDAM dan masvarakat.

PDAM Tirtanadi berkewajiban menyediakan air, jaringan pipa dan master meter di 45 lokasi. Dengan ini, PDAM hanya menyediakan sambungan melalui master meter di sebuah lokasi kelompok masyarakat kurang mampu. Berikutnya, dengan dukungan kelompok pengguna, dibangun jaringan pipa sederhana berikut meter air rumah dan aksesoris pendukung lainnya ke rumah-rumah penduduk.

Pemkot Medan bersedia mengalokasikan dana Rp 2,5 miliar (tahun ini) untuk konstruksi 45 meter induk serta distribusi pipa yang mampu menjangkau 3.300 rumah. Pekerjaan konstruksi ini akan ditenderkan ke kontraktor lokal. USAID/ESP akan menyediakan bantuan teknis bagi pemangku kepentingan (stakeholders), serta memfasilitasi PDAM Titanadi dalam hal prosedur, penentuan tarif, teknis implementasi lainnya. USAID/ESP, Bank Dunia dan ECO-Asia memfasilitasi penguatan peran Pemkot, PDAM, LSM dan masyarakat serta membantu pemetaan lokasi simpul kemiskinan selama proses fasilitasi komunitas berlangsung.

Masyarakat terjangkau lebih luas dan mereka dimudahkan dengan bebas memilih sistem pembayaran harian atau bulanan melalui sistem jaringan perpipaan sederhana dan berbiaya rendah ini. Masalah kebocoran dan sambungan ilegal dapat diselesaikan oleh pengelola dan pengguna, yakni masyarakat sendiri. PDAM lebih efektif pelayanannya dan hanya berurusan dengan satu konsumen yakni Kelompok Masyarakat Pengguna yang berfungsi sebagai pengelola. Dengan ini diharapkan, peningkatan akses air bersih untuk keluarga miskin dapat terwujud, sehingga mereka mampu meningkatkan kualitas hidupnya dengan menghemat biaya membeli air eceran yang jauh lebih mahal.  INFORIAL



Post Date : 29 Juni 2008