Jalur Wisata Kali Bersampah

Sumber:Koran Tempo - 07 Mei 2007
Kategori:Sampah Jakarta
"Oh, dermaga perahu Sutiyoso. Tuh, di seberang," kata Ade, 24 tahun. Tukang tambal ban di Jalan Sultan Agung, Setia Budi, Jakarta Pusat, itu menunjuk ke pinggir kali Ciliwung, di seberang kantor Pengolahan Air Limbah. Tepatnya 100 meter dari halte busway Halimun.

Di sana tak ada papan petunjuk dermaga. Melewati gundukan tanah liat basah akibat hujan, berdiri bangunan disangga empat tiang bernuansa hijau. Bangunan tertutup pohon bambu itu berupa dermaga 3 x 7 meter persegi beralas ubin hijau.

Ada tangga turun ke bantaran Ciliwung. Kaki bisa menapak sampai permukaan air. Dermaga yang sudah rampung dua bulan silam itu tak pernah dipakai. Yang kerap memakai, kata Ade, hanya petugas Search and Rescue untuk latihan perahu karet.

Ya, tempat itu bakal menjadi tempat bersandar perahu-perahu angkutan sepanjang Kali Ciliwung. Pada bulan depan, Gubernur Jakarta Sutiyoso dan Dinas Perhubungan berencana menguji coba moda transportasi air untuk angkutan kota. "Untuk sarana rekreasi di akhir pekan," kata Nurachman, Kepala Dinas Perhubungan Jakarta.

Nurachman mengatakan uji coba dilakukan pada Sabtu dan Minggu, tiap pagi dan sore. Ada dua unit perahu berkapasitas 25 kursi yang dioperasikan pada uji coba. Perahu akan melewati tiga dermaga: Halimun, Karet, dan Dukuh Atas.

Pembuatan moda transportasi air ini untuk memudahkan warga Jakarta memilih angkutan, selain busway, subway, dan monorel. Moda ini masuk rencana induk transportasi massal memanfaatkan sungai-sungai yang selama ini hanya jadi tempat pembuangan sampah.

Kini pemerintah berpikir sungai itu bermanfaat bagi pariwisata dan memperbaiki bantaran kali. Kapal-kapal akan berlayar di sungai-sungai pada jalur Banjir Kanal Barat dan Timur. "Jadi nantinya ada water front city," ujar Nurachman, yang tak menyebut batas waktu kelarnya moda transportasi air itu seluruhnya.

Kendati gratis, ada warga enggan menumpang perahu pada masa uji coba. Ade, salah satunya, emoh karena airnya berbau tak sedap. Banyak sampah mengapung di air kecokelatan itu, dari kantong plastik, kayu, ranting pohon, gabus, bantal, hingga bangkai tikus.

Tiga kilometer dari dermaga Halimun ada dermaga serupa di Jalan Mas Mansyur, di belakang stasiun kereta api Karet. Di dermaga itu tertambat rakit bambu alias getek milik Tandi, 12 tahun, bocah kelas VI sekolah dasar. Getek itu untuk ancik-ancik mencari botol plastik bekas kemasan air minum dengan galah untuk dijual ke tukang loak.

Sang ibu, Turasih, 35 tahun, duduk di dermaga mengawasi anak itu. Dermaga perahu Sutiyoso, demikian bangunan itu disebut warga RT 05/01 Kebon Melati, Tanah Abang, menurut dia, tak yakin bakal terwujud. Kendati jalur sungai membentang dari Manggarai hingga Teluk Gong, tetap tergolong pendek dan tinggi permukaan air berbeda-beda. "Kalau air naik, badan jembatan terendam," kata Turasih.

Tapi Budi, 32 tahun, justru tertarik menjajal angkutan air garapan pemerintah provinsi itu. Hanya, ia punya syarat digalakkan gerakan pembersihan Sungai Ciliwung, seperti program kali bersih. Selama ini kebersihan kali kerap terabaikan karena minim fungsinya.

Masyarakat Transportasi Indonesia tak yakin rencana ini berhasil karena memakai sungai-sungai yang berfungsi untuk pengendalian banjir. "Ini bukan untuk sarana transportasi," kata Bambang Susanto, ketua organisasi itu.

Bambang mengatakan program transportasi air lebih layak untuk merevitalisasi bantaran sungai. Menurut dia, moda ini hanya kebutuhan sekunder dan tidak mendesak. Warga Jakarta belum butuh moda transportasi air. Dinas Perhubungan disarankan berfokus dengan moda transportasi lain, seperti busway, monorel, dan subway.

Kalangan Dewan idem ditto. Sayogo Hendrosubroto, Ketua Komisi Transportasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, menilai itu hanya kebijakan politis mengejar target pembangunan. Seharusnya, kata dia, Dinas Perhubungan membuat program yang bermanfaat bagi rakyat. "Sudahlah, jangan bermimpi-mimpi," kata dia.

Karena itu, Sayogo menyarankan Dinas Perhubungan memprioritaskan mewujudkan program lain yang realistis sesuai dengan kebutuhan warga. Soalnya, kata dia, sistem dan manajemen transportasi seperti busway saja belum kelar. "Coba itu monorel dan subway kapan jadinya," ujar Sayogo. Dari Manggarai sampai Karet

Dinas Perhubungan berencana membuat transportasi air dari Manggarai hingga Karet. Jaraknya 3,438 kilometer. Jalur ini dipilih karena banyak perkantoran serta pusat aktivitas dan bisnis di sepanjang bibir kali. Transportasi air akan membangkitkan intermodality atau transportasi terpadu darat dan sungai.

Jalur kanal sebagai prasarana angkutan air dengan konsep water front city mendorong pengembangan pariwisata di Jakarta. Rute ekspres mulai dari Marunda hingga Muara Angke. Rute regulernya pada trayek-trayek pendek. Panjang jaringan kanal banjir 42 kilometer dengan kecepatan 13 knot (23,5 kilometer per jam) dalam waktu tempuh perjalanan hampir dua jam.

Adapun sungai menjadi alternatif akses daerah yang tak terjangkau angkutan umum. Trayek bus asal tujuan yang sama harus melakukan pergantian moda.

Jarak antardermaga dan jarak tempuh itu: Pintu Air Manggarai 0 berjarak tempuh 4,05 menit, Mampang (1.000/4,05 menit), Rasuna Said (1.125/4,60 menit), Thamrin-Jalan Jenderal Sudirman (500/2,03 menit), dan KH Mansyur (812,5/3,34 menit). Jarak tempuh belum termasuk waktu naik-turun penumpang di tiap dermaga. Diperkirakan waktu merapat dan berbalik arah perlu waktu 0,5-1 menit. YUDHA SETIAWAN



Post Date : 07 Mei 2007