JANGAN HANYA AMBIL AIR TANAH

Sumber:Media Indonesia - 22 Maret 2011
Kategori:Air Minum

TAMAN di kediaman periset Masyarakat Air Indone sia (MAI) Fatchy Muham mad memang mengundang kagum. Taman seluas sekitar 30% dari 5.000 meter persegi areal kediaman itu cantik dan rimbun.

Namun, bukan itu yang menjadi kebanggaan Fatchy. Minggu (20/3) pagi, pria paruh baya itu dengan bersemangat menunjukkan sudut berbatu di taman belakang rumahnya.

"Di bawah ini sumur resapannya. Tidak kentara, kan?" tanyanya sambil tersenyum. Bukan hanya di satu tempat. Sumur resapan di kediaman yang terletak di wilayah Jl Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, itu tersebar di banyak tempat, termasuk di sekeliling kolam renang, di bawah jalan, dan di sekeliling enam rumah lainnya yang ada di areal itu.

Bahkan Fatchy kembali meminta Media Indonesia menebak letak sumur resapan saat berada di ruang keluarga. Sumur itu ternyata terletak di bawah sofa besar. Memang sama sekali tidak terlihat karena sudah tertutup lantai keramik.

"Di mana saja bisa, bahkan di dalam rumah. Yang penting di atasnya ditutup beton supaya kuat. Masuk airnya sendiri bisa pakai pipa," tutur pakar hidrogeologi lulusan Institut Teknologi Bandung ini.

Fatchy membuat begitu banyak sumur resapan didorong dua alasan utama. Alasan pertama ialah fungsi resapan itu sendiri. "Lalu karena saya pakai air tanah," tegasnya.

Pengakuan Fatchy tersebut mungkin bisa membuat berang Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. Penyedotan air tanah yang masif telah menyebabkan menurunnya permukaan tanah dan akhirnya membuat tanah ambles. Maka, BPLHD pun terus melakukan penertiban terhadap sumur-sumur ilegal.

Cadangan air Penelitian Pemprov DKI bersama peneliti geodesi ITB Hery Andreas selama 2002-2010 (Media Indonesia, Feb 2011) memang menemukan bahwa telah terjadi penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah. Di kawasan Mutiara Baru, Jakarta Utara, tanah turun 116 cm. Sementara di Cengkareng Barat tanah turun 65 cm.

Untuk menyelamatkan cadangan air tanah yang kian minim dan mencegah tanah makin turun, pajak air tanah pun dinaikkan berkali lipat. Rumah tangga mewah harus membayar Rp8.800 per meter kubik jika memakai air tanah, sedangkan niaga Rp23.000 per meter kubik.

Bertepatan dengan Hari Air Sedunia yang jatuh hari ini, masalah kelangkaan air tanah tentunya harus makin jadi perhatian kita.

Namun, Fatchy, yang mengatakan memiliki sumur sedalam 20 meter, mengaku tidak setuju dengan peraturan tersebut. Tapi, Ini bukan karena ia ingin mangkir dari pajak.

Menurutnya, pelarangan penggunaan air tanah tidak akan menyelesaikan masalah cadangan air dan muka tanah yang ambles.

"Air tanah tetap tidak akan pulih kalau tidak diisi kembali. Jadi, sebenarnya yang penting adalah seimbang. Orang boleh pakai, kalau mau ngisi juga," ujarnya. Keseimbangan inilah yang Fatchy wujudkan dengan sumur-sumur resapan itu.

Di ruang kerjanya yang berhias peta air Jakarta, ia pun memaparkan hitung-hitungan neraca air di kediaman itu. Fatchy menghitung sekitar 90% air hujan yang jatuh di areal tersebut dapat diresap. Ini karena air yang jatuh di genting pun disalurkan dengan pipa-pipa ke sumur resapan. Begitu juga dengan air yang mengalir dari jalan. Fatchy membuat bak-bak kontrol dan sumur di samping jalan di areal kediamannya.

Dengan perkiraan minimal curah hujan Jakarta sekitar 2 meter kubik per tahun, lalu dengan area tangkapan 4.000 meter, ia yakin setidaknya 8.000 meter kubik air per tahun berhasil ia resapkan.

Sementara itu, air tanah yang disedot, dikatakan Fatchy, sekitar 3.000-4.000 meter kubik per tahun.Ini didasarkan perhitungan kebutuhan air untuk mandi dan cuci sekitar 75 meter kubik per tahunnya untuk tiap orang.

Di areal kediaman itu sendiri tinggal 35 orang yang tersebar di tujuh rumah. Namun, untuk minum me reka membeli air reverse osmosis. "Bukan tidak aman, berbagai kotoran dan mineral bisa disaring dengan berbagai cara. Saya di sini juga pakai kapur. Saya pilih reverse osmosis karena kebetulan kenalan yang punya," tuturnya. Instalasi Setelah 15 tahun hidup dengan konsep keseimbangan ini, Fatchy yakin cara yang sama bisa menjadi solusi masalah air bersih dan banjir Jakarta. "Tapi harus konservasi total," ujarnya.

Konservasi total yang dimaksud ialah setiap bangunan di Ibu Kota membuat sarana peresapan air hujan. Sarana peresapan tersebut, menurutnya, tidak terpatok satu bentuk, bisa mulai lubang biopori hingga sumur resapan sedalam 80 meter.

Jenis sarana penyerapan yang digunakan bisa disesuaikan dengan kelas ekonomi ataupun volume air tanah yang diambil. Untuk masyarakat kelas bawah yang kemampuan ekonomi dan lahan rumah terbatas, cukup menggunakan lubang biopori. Kemampuan penyerapan memang sedikit. Namun, menurutnya, yang terpenting ialah berpartisipasi dan membangun kesadaran.

Sementara untuk industri dan perkantoran, malah harus didorong membuat sumur resapan hingga lapisan akuifer dalam.

Bentuk sumur seperti ini akan mempercepat penyerapan. Sebagaimana yang pernah diterapkan oleh rekannya, Fatchy mengatakan pembuatan sumur tersebut menghabiskan dana Rp40 juta.

Namun, sumur-sumur resapan yang diterapkan di rumah Fatchy tidak mengeluarkan banyak biaya. Sumur dengan diamater 1 meter dan dalam 2 meter itu diperkuat dengan tembok di bagian samping. Sementara bagian dalam diisi kerikil, ijuk, dan kapur untuk menyaring kotoran.

Jika bagian atas sumur resapan ingin dimanfaatkan untuk fungsi lain, termasuk untuk bagian bangunan, sumur bisa ditutup beton dan pemasukan air bisa menggunakan pipa. Dengan begitu, sumur tidak terlihat. Solusi banjir Sumur resapan ini juga bisa menjadi solusi banjir Jakarta. Pasalnya, jika hanya mengandalkan kanal, tiap tahun pemerintah akan terus disibukkan untuk menambah atau memperbesar selokan.

Dengan menahan air di tanah, bukan hanya genangan yang hilang, melainkan juga cadangan air tanah terpulihkan. Fatchy pernah menghitung, banjir di daerah Mampang dan Gatot Subroto bisa teratasi jika di jalan dan perumahan dibangun total 90.000 sumur resapan sedalam 5 meter. Dari sumur itu setahun bisa diserapkan 3,6 juta meter kubik air. Dengan perlakuan tambahan, air tersebut juga bisa menjadi sumber air minum. Jika begini, tentunya miliaran rupiah bisa dihemat masyarakat Jakarta tiap tahunnya. BINTANG KRISANTI



Post Date : 22 Maret 2011