KAA Makin Dekat, Sampah di Bandung Masih Menumpuk

Sumber:Kompas 05 April 2005
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Bandung, Kompas - Tapak tilas Konferensi Asia Afrika ke-50 di Kota Bandung tinggal dua puluh hari lagi. Namun, sampai sekarang sampah masih menumpuk di mana-mana, termasuk di Jalan Aruna, dekat Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Padahal, bandara tersebut akan dijadikan tempat kedatangan delegasi KAA pada 24 April mendatang.

Masyarakat yang berjualan di sekitar tumpukan sampah juga mengaku sudah rugi besar. Beberapa orang malah sudah lebih dari sebulan tidak bisa mencari nafkah karena gangguan yang ditimbulkan sampah. Beberapa kios di depan tumpukan sampah itu sudah tutup beberapa minggu lalu.

"Saya masih berdagang, tapi seperti main-main. Sudah lebih dari sebulan saya tidak menjual nasi dan lauk, hanya jual kerupuk saja. Pembeli sudah tidak ada karena jijik beli makanan di depan gunung sampah yang bau ini," ujar Tuti (52), pedagang di Jalan Aruna yang biasa melayani makan siang para pegawai pabrik sepatu dan garmen yang ada di jalan tersebut.

Rute jalan yang kemungkinan akan dilewati delegasi KAA adalah Jalan Padjadjaran, Wastukencana, LL RE Martadinata, Merdeka, Kebon Kawung, Perintis Kemerdekaan, Lembong, Tamblong, Asia Afrika, dan Jl Otto Iskandardinata. Titik sampah di jalan itu berada di TPS Tegallega (Kobana) dan TPS Aruna. Sementara TPS di Jalan Cicendo saat ini sudah bersih.

Menurut Sefrianus Yosep, Kepala Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat PD Kebersihan Kota Bandung, dalam menghadapi KAA pihaknya memprioritaskan pengangkutan sampah di TPS yang sampahnya sudah menumpuk. Selain di TPS Tegallega dan Aruna, TPS lainnya adalah TPS Cibeunying, Jalan Ambon, Cijerah, Ciroyom, Pasarbaru, Jalan Brigjen Katamso, dan Jalan Sederhana.

Sejak TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Tempat Pembuangan Sementara Jalan Aruna tidak diangkut. Ketinggian sampah di jalan tersebut kini sudah hampir tiga meter dengan luas sekitar 30 meter persegi.

Merugikan

Setiap hari jumlah sampah yang diangkut PD Kebersihan hanya satu kontainer ukuran lima meter kubik. Namun, setelah pengangkutan sampah berkurang menyusul penutupan TPA Leuwigajah, tumpukan sampah menutupi jalan itu.

Kini kendaraan yang melintasi Jalan Aruna harus antre karena sebagian badan jalan tertimbun tumpukan sampah. Warung makan milik Tuti berada tepat di depan tumpukan sampah yang sudah menggunung. Tidak hanya bau, Tuti juga terganggu oleh belatung yang mengotori warungnya. Saking banyaknya, kerumunan belatung sudah seperti tumpahan nasi.

Tiap pagi Tuti terpaksa menyiram jalan dan lantai warungnya dengan air panas dan minyak tanah. Beban hidup Tuti yang kini nyaris kehilangan modal semakin tinggi karena harus membeli minyak tanah ekstra untuk membasmi belatung.

Sambil menunggu pembeli, Tuti terus mengibas-kibaskan plastik yang dililit di tongkat kayu untuk mengusir lalat. Sebelum adanya persoalan tumpukan sampah, Tuti biasa mendapatkan omzet Rp 300.000 sehari. Namun, sekarang sulit untuk mendapatkannya.

Hal yang sama dialami beberapa pengusaha sektor informal lainnya. Ade (43) mengaku, sehari biasanya ia mendapatkan penghasilan Rp 75.000 dari jasanya mengelas mobil atau barang lainnya. Namun, pelanggannya kini tidak datang lagi karena malas menunggu di kiosnya yang bau dan banyak lalat. "Saya lebih sering menganggur," ujar Ade lirih.

Wartono (66), pedagang dan tukang servis sepeda bekas, mengaku sudah sebulan kehilangan pembeli.

"Biasanya saya bisa jual satu atau dua sepeda setiap hari, juga dapat tamu yang ingin membetulkan sepeda. Bahkan kalau Minggu, saya bisa menjual empat sepeda. Sekarang, pembeli juga jijik melewati jalan ini, makanya sudah sebulan sepeda yang laku baru dua buah," ujar Wartono. (Y09)



Post Date : 05 April 2005