Kali Bekasi Mendesak Dikeruk

Sumber:Republika - 17 September 2004
Kategori:Drainase
BEKASI -- Pengerukan Kali Bekasi sepanjang 30 kilometer ini akan berakibat hilangnya pasokan air minum warga Jakarta. Kondisi Kali Bekasi sudah sangat memprihatinkan. Tebalnya sedimen yang menumpuk di dasar kali membuat luapan air sungai melimpah ke daerah perumahan sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, Kepala Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Bekasi, Syafri, Kamis (16/9) meminta agar sungai itu segera dikeruk dan dinormalisasi.

Itu diungkapkan Syafri di hadapan Inspektorat Jenderal Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Irjen Depkimpraswil), Ir Siswoko, dalam Workshop Lingkungan Tata Ruang Kota Bekasi yang digelar Universitas Islam '45 (Unisma) di Hotel Horizon Bekasi.

"Saya ingin meminta ketegasan siapa yang berwenang menangani kali yang melintasi daerah antar-provinsi. Kalau memang kewenangan itu ada di pusat, saya mohon Depkimpraswil dapat segera melakukan pengerukan terhadap sungai tersebut," kata Syafri.

Pendangkalan ini, lanjut Syafri, sudah berlangsung sejak lama. Meskipun pihaknya belum secara resmi mengukur berapa ketebalan sedimen yang menumpuk di sepanjang kali Bekasi, tapi pendangkalan sungai sudah dilihat secara kasat mata. "Dari permukaannya saja sudah kelihatan tumpukan sedimen itu," ujarnya. Akibatnya, setiap musim hujan kota Bekasi selalu mengalami banjir. Ini akibat luapan air dari sungai Cilengsih dan Cikeas yang bermuara di kali Bekasi, tepatnya di perbatasan antara wilayah Bojong Kulur, Bogor, dan wilayah Jatiasih. "Kalau tumpukan sedimen ini dikeruk, tentu akan mengurangi luapan air ke daratan," kata Syafri.

Pemkot Bekasi beberapa kali menyampaikan permintaan tersebut ke Depkimpraswil baik secara lisan maupun tulisan. Tapi hingga saat ini permohonan normalisasi Kali Bekasi tidak pernah direalisasikan. Depkimpraswil melakukan penembokan pada kedua sisi sungai untuk menahan rembesan air sungai ke daerah garis sepadan sungai (GSS) dan perumahan sekitar.

Menanggapi masalah tersebut, Siswoko mengatakan bahwa masalah kewenangan pengendalian sungai telah diatur rinci dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. UU ini antara lain menyebutkan, sungai yang melintasi daerah di satu provinsi menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi (pemprov). Sedangkan sungai yang melintasi daerah antarprovinsi merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dengan demikian, kata Siswoko, kewenangan pengendalian kali Bekasi berada di Pemprov Jawa Barat karena hanya melintas di Jawa Barat.

Pengerukan Kali Bekasi sepanjang 30 kilometer ini akan berakibat hilangnya pasokan air minum warga Jakarta. Sebab kebutuhan air warga Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pejompongan, Jakarta Pusat, bersumber dari Kali Bekasi. Ini terkait dengan menyatunya Kali Bekasi dengan saluran air Tarum Barat yang menyuplai air untuk diolah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pejompongan menjadi air minum. Untuk menyeimbangkan tinggi permukaan air di sungai kali Bekasi dan saluran Tarum Barat, dibuatlah pintu air Bekasi di Jalan Hasibuan, Margajaya, Bekasi Timur.

"Kalau kali Bekasi dikeruk, pintu air ini harus dibuka agar air di kali Bekasi mengalir bebas. dan Bila ini dilakukan, maka otomatis air yang masuk ke saluran Tarum Barat akan berkurang karena tersedot ke Kali Bekasi," papar Siswoko.

Hal senada diungkapkan Sabirin Chaniago M Eng, dosen Fakultas Teknik Sipil Unisma. Menurutnya, dilema ini sudah berlangsung sejak dibuatnya pintu air tersebut. Pengerukan pun akhirnya tak pernah dilaksanakan untuk menjaga ketersediaan sumber air minum Jakarta. "Kalau itu dibuka, Jakarta pasti menjerit karena kekurangan air," kata Sabirin.

Syafri pun mengaku bukannya tidak mengetahui hal tersebut. Namun dia mempertanyakan apakah selamanya Bekasi harus berkorban dan menjadi korban banjir hanya untuk menjaga suplai air Jakarta. "Tidak mungkin selamanya kita berkorban. Bekasi juga tidak mau dirugikan. Dan kita tidak ingin ada pihak yang dirugikan," ungkapnya.

Dia juga tetap berpegang pada keyakinan bahwa kewenangan terhadap Kali Bekasi berada di tangan Depkimpraswil, bukan Pemprov Jawa Barat. "Kalau sungai lintas daerah dalam provinsi lainnya ditangani oleh pusat, mengapa Kali Bekasi dianaktirikan," ujar Syafri.

Satu-satunya solusi yang bisa ditempuh adalah dengan memisahkan pertemuan kedua aliran sungai tersebut. Bila titik pertemuan antara Kali Bekasi dan saluran Tarum Barat terpisah, maka pengerukan kali Bekasi tidak lagi bergantung pada kepentingan Jakarta. "Pemisahan itu sangat mungkin dilakukan asal ada dananya," demikian Siswoko.

Laporan : c05

Post Date : 17 September 2004