Kanal Kita, Wajah Kita

Sumber:Koran Fajar 21 Nopember 2004
Kategori:Drainase
URGENSI pembuatan kanal seumumnya dimanapun, sesungguhnya merupakan upaya mengatasi banjir dengan memanfaatkan kelebaran dan kedalaman kanal. Di samping itu pembuatan kanal juga dimaksudkan agar berpotensi sebagai area penyaluran dan pembuangan air hujan kawasan setiap saat. Bila struktur kota dianalogikan dengan jaringan peredaran darah dalam tubuh, maka kanal adalah salah satu urat nadinya, sedangkan bila dianalogikan dengan sistem air buangan pada rumah tinggal, maka kanal adalah komponen primernya. Anehnya, 'kita' tampaknya hanya bersemangat mendandani 'bibir saluran depan rumah' (revitalisasi Pantai Losari), namun membiarkan jaringan dalam rumah amburadul.

Analogi ini sekaligus menjadi penggambaran sederhana betapa urgensi pembuatan kanal dan potensi luar biasa jaringan kanal dimaksud, seringkali tanpa sadar (?) terlupakan begitu saja, sehingga tidak sedikit dijumpai jaringan kanal tampak. merana, seperti haInya yang terjadi di sekitar kita.

Di Kota Makassar terdapat jaringan kanal yang membelah wilayah kota yang membujur utara selatan yaitu Kanal Pannampu yang bermuara di Paotere serta Kanal Jongaya yang bermuara di Tanjungbunga. Kanal itu berakses ke timur pada Sungai Pampang dan Sungai Sinassara yang bermuara di Sungai Tallo. Fakta di lapangan berbicara bahwa sebagian besar dari luasan jaringan kanal tersebut mengalami pendangkalan akibat sedimentasi beragam limbah. Hal demikian menyebabkan menurunnya kapasitas penyaluran dan pembuangan debit air, sehingga akibat yang paling mungkin dan sangat mudah diprediksi adalah terjadinya pelambatan aliran air sehingga pada saat curah hujan meninggi pada musim hujan dengan mudah terjadi genangan air dan banjir.

Akibat lain yang bisa ditimbulkan oleh kondisi kanal seperti itu (bila terdapat genangan air dan gundukan limbah) adalah kemungkinan menurunnya kesehatan lingkungan. Epidemi yang terjadi di Surabaya pada penghujung abad XIX serta di daerah lainnya pada waktu yang berbeda dapat menjadi pelajaran berharga sekiranya kita memang mau 'belajar' tentang hal itu, sebab epidemi yang terjadi tersebut antara lain disebabkan karena meluasnya genangan air dan rawa-rawa pada saat itu.

Bila ditelusuri, Potret buram di sepanjang jaringan kanal di Kota Makassar, diakibatkan antara lain perlakuan yang rendah terhadap fisik kanal. Perlakuan dimaksud adalah kebijakan Pemerintah Kota yang cenderung menomorsekiankan pengelolaan kanal serta sikap hidup yang menyimpang dari sebagian masyarakat terhadap kanal-kanal yang ada seperti menjadikan kanal sebagai lahan pembuangan limbah baik cair terlebih yang padat. Kanal seringkali hanya 'dilirik' bila musim hujan menjelang tiba, dan cenderung terabaikan bahkan terasa tiada saat musim kemarau.

Bisa jadi, perlakuan Pemerintah Kota tersebut selama ini terutarna disebabkan faktor finansial, namun bisa jadi pula karena factor-faktor lain seperti : rendahnya kesadaran akan potensi dan nilai strategis jaringan kanal, kurangnya pendekatan pengelolaan terpadu, serta kurangnya personil terlatih. Akan tetapi kesemua faktor itu tidaklah bijak bila dijadikan pembenaran terhadap minimnya sentuhan Pemerintah Kota terhadap 'vitalitas' kanal tersebut dimasa datang, sebab kesemua faktor tersebut sesungguhnya bisa dan dapat diupayakan pemecahannya.

Sedangkan sikap hidup yang menyimpang dari sebagian masyarakat seperti itu bias jadi karena rendahnya budaya bersih dan kurangnya rasa malu serta ketiadaan sanksi yang efektif bagi pelaku pembuang limbah di sepanjang kanal. Namun bias jadi pula karena minimnya prasarana pembuangan sampah di kawasan sepanjang jaringan kanal.

Oleh karena itu guna menghindari dampak negatif dari kondisi jaringan kanal yang buruk di kota ini beberapa langkah konkrit yang perlu segera dilakukan oleh semua pihak terutama Pemerintah Kota sebagai Abdi Rakyat kaitannya dengan Potret Buram Jaringan Kanal di kota ini antara lain adalah : menetapkan kembali nilai strategis dan potensi luar biasa dari jaringan kanal, membentuk pengelola kanal secara khusus (bisa dibawah Dinas/Unit Pelaksana Teknis tertentu), merevitalisasi sekaligus mengkonservasi jaringan kanal berupa pengangkatan sedimen dan pembenahan barrier dan atau turap pengaman, memaksimalkan prasarana kebersihan lingkungan, menggugah partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan berupa peningkatkan budaya bersih dan mengembangkan budaya malu membuang sampah, serta penerapan sanksi yang tegas bagi pembuang sampah atau limbah tertentu di sepanjang jaringan kanal.

Perlu disadari bersama bahwa bersahabat tidaknya 'alam' temasuk jaringan kanal tersebut kepada kita sernua, lebih banyak tergantung pada perlakuan kita terhadapnya. Urgensi dan potensi yang luar biasa juga bisa menyimpan resiko yang luar biasa pula, bila kita tidak cerdas menyikapinya.

Mantan Anggota DPRD Kota Makassar, Magister Permukiman, Kota, dan Lingkungan.

Post Date : 21 November 2004