Kanker Bergentayangan di Sekitar TPA

Sumber:Suara Pembaruan - 04 Agustus 2005
Kategori:Sampah Jakarta
HIDUP berdampingan dengan timbunan sampah memang serba susah. Selain bau dan jorok, asap yang mengepul akibat terbakarnya gas metan juga bisa mengakibatkan penyakit serius, kanker. "Coba saja Gubernur Sutiyoso suruh tinggal di sini, paling hanya dalam hitungan sekian jam pasti sudah kabur," ujar Suyanto, warga yang tinggal tak jauh dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Karena itu, Suyanto setuju kalau para warga memprotes terhadap kehadiran Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Bojong. Bisa dibayangkan, kalau seluruh sampah dari Jakarta (sekitar 6.300 ton per hari) dan Bogor menumpuk di sana tanpa dikelola serius.

Menggunungnya sampah berdampak langsung pada kesehatan manusia. Betapa tidak, hal itu menyebabkan gas metan yang keluar dari proses pembusukan terjebak dalam timbunan sampah.

Gas ini ibarat bara dalam sekam. Selama timbunan sampah itu tak diguyur oleh hujan, gas itu membakar apa saja yang ada di atasnya.

Apa jadinya jika plastik yang terbakar? "Asap dari pembakaran bahan-bahan plastik mengandung zat dioksin yang bisa menimbulkan kanker bagi manusia," ujar Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Isa Karmisa Adiputra kepada Pembaruan.

Dioksin ini bisa meluas, bukan saja di sekitar TPA, namun hingga ke kawasan permukiman lainnya. "Sampai saat ini, kami belum punya data, berapa kadar dioksin yang mengepul dari berbagai TPA di Indonesia. Namun yang jelas, kondisinya mengkhawatirkan," tegas Isa.

Asap Plastik

Apalagi di musim kemarau. Asap terus mengepul dari plastik-plastik yang terbakar. Bayangkan, dari 6.300 ton sampah yang dibuang warga Jakarta setiap hari itu, sebanyak 11,08 persen (sekitar 700 ton) di antaranya berupa plastik.

Dari jumlah itu, 80 persennya dipungut pemulung. Sisanya, yang 20 persen tak bisa dimanfaatkan karena sampahnya berukuran kecil, seperti dalam bentuk plastik permen, pembungkus mi, dan lain-lain.

Jadi, masih ada sekitar 140 ton sampah plastik tiap hari yang menghampar di TPA yang tak diambil pemulung. Asap dari pembakaran plastik inilah yang mengeluarkan dioksin dan bergentayangan mencari mangsa. Bagi mereka yang terpapar dioksin bersiaplah menerima malapetaka.

Sampai sejauh ini, belum ada data seberapa banyak warga yang berisiko karena memang belum pernah diukur. Namun, sebagai gambaran bisa dilihat pada tragedi dua gedung World Trade Center (WTC) yang hancur dihantam dua pesawat terbang.

Runtuhnya dua gedung pencakar langit itu mengakibatkan asap tebal membumbung tinggi dan mengeluarkan dioksin yang berasal dari kabel-kabel dan pralon plastik yang terbakar. AS mencatat, kejadian itu mengakibatkan sekitar 40.000 orang terpapar oleh dioksin. Hingga kini, negeri adi kuasa itu terus memantau kesehatan masyarakat yang terkena dioksin.

Perlu UU Sampah

Makin kompleksnya masalah sampah, seharusnya disikapi secara serius oleh semua pihak. Pengelolaannya seyogianya diawali dari sisi payung hukum, yakni berupa lahirnya UU tentang Persampahan.

Dalam UU inilah nantinya termuat pengolahan sampah, mulai dari pengurangan sampah, pemilahan dan pembersihan, pemanfaatan, pemusnahan, hingga pembuangan.

Pentingnya payung hukum itu juga dirasakan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. "Melalui UU Persampahan, pengelolaan sampah di Indonesia akan menjadi lebih tepat dan berhasil," kata Rachmat seperti tertuang dalam Pengantar pada Buku Tragedi Leuwigajah.

Menurutnya, pihaknya sudah menyusun naskah akademiknya. "Kami berharap, DPR segera membahasnya. Mudah-mudahan satu tahun lagi UU Persampahan sudah terwujud," ujarnya.

Hal ini penting karena jumlah sampah di Indonesia sudah semakin liar. Untuk menampung sampah yang dibuang warga Jakarta saja, dibutuhkan lahan lebih dari satu hektare (sekitar 13.000 m2) setiap hari. "Ini jika menggunakan sistem landfill dengan tebal ketinggian sampah sekitar dua meter," ungkap Isa.

Bisa dibayangkan, dalam satu bulan atau satu tahun, Jakarta dan kota-kota besar lainnya bisa menjadi lautan sampah. Kini saatnya, wakil rakyat yang duduk di kursi empuk DPR itu unjuk gigi kepada masyarakatnya.

Kita berharap, UU Sampah bisa lahir dari para anggota yang berkarya di ruangan sejuk ber-AC di Gedung DPR. Wanginya parfum para wakil rakyat itu diharapkan bisa menyelimuti aroma sampah yang menyengat hidung. (B-12)

Post Date : 04 Agustus 2005