Kawasan Elite Pun Lumpuh

Sumber:Kompas - 05 Februari 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Dengan baju basah dan badan menggigil, dua gadis berkulit cerah membopong empat kardus mi instan, yang dimasukkan ke dua ember, dari sebuah pertokoan di Jalan Kayu Putih, Jakarta Timur. Keduanya berjalan agak tergesa-gesa, tetapi sesaat terhenti sebelum memasuki genangan air.

Salah seorang di antara mereka tampak ragu. Genangan air di depan mereka sudah setinggi lutut serta berwarna coklat keruh dan dingin. Namun, akhirnya kedua gadis itu tetap masuk ke genangan dan mendorong kedua ember itu ke arah permukiman di kawasan elite Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ember itu tak perlu diangkat karena mengapung di air.

Bersama kedua gadis itu, ratusan orang lain mencoba menembus banjir yang menggenangi Pulo Mas dan Kelapa Gading. Sebagian besar dari mereka membawa bahan makanan dalam jumlah banyak untuk bertahan hidup di rumah yang terkepung banjir.

Sepanjang perjalanan, banyak mobil mewah yang dibiarkan terendam di tepi pertokoan. Toko dan tempat usaha lainnya juga ditutup pemiliknya, Minggu (4/2), karena air sudah memasuki tempat itu.

Banjir di Kelapa Gading mencapai ketinggian pinggang sampai dada orang dewasa. Karena tak kunjung surut, banjir melumpuhkan hampir seluruh aktivitas perekonomian di kawasan yang sedang berkembang itu.

Selain memasuki toko dan tempat usaha lain, air bah juga menghalangi para pelanggan untuk datang. Kawasan Kelapa Gading yang biasanya ramai oleh lalu lalang mobil pelanggan kini dipenuhi korban banjir.

"Saya kehilangan omzet penjualan sekitar Rp 10 juta per hari. Belum lagi kerugian karena rusaknya barang dagangan, jumlahnya entah berapa lagi," kata Frida, pemilik sebuah toko buah.

Bagi Frida, banjir kali ini lebih tinggi dibandingkan dengan banjir tahun 2002. Meski sudah ditinggikan setengah meter, tokonya masih saja digenangi banjir.

Sementara itu, belasan mobil dibiarkan teronggok di halaman dan tidak dimasukkan ke ruang pamer. Hanya seorang petugas satpam yang menjaga gerbang ruang pamer itu.

"Saat banjir datang Jumat lalu, pegawai ruang pamer banyak yang langsung pulang sehingga mobil belum dimasukkan. Namun, tak apa-apa. Dalam kondisi banjir seperti ini, pencuri yang lihai sekali pun tidak akan dapat membawa mobil ke mana-mana," kata Randy, pegawai di ruang pamer mobil itu.

Rizal, pengusaha bidang media asal Pontianak, mengatakan, selama tiga hari ini ia dan istrinya tertahan di rumah dan tidak dapat mengerjakan apa pun. Padahal, ia sedang banyak pekerjaan dan mengalami kerugian sekitar Rp 20 juta per hari.

Meskipun kehidupan ekonomi skala menengah dan besar lumpuh, pelaku ekonomi kecil justru mengais keuntungan. Puluhan pedagang sayur dan air minum dalam galon atau botol masih dapat berjualan di kawasan itu dengan menggunakan gerobak.

Namun, harga barang dagangan mereka naik hingga tiga kali lipat. Harga air mineral dalam botol 600 mililiter yang biasa Rp 1.000 naik menjadi Rp 3.000 per botol.

Kehidupan lumpuh

Selain melumpuhkan aktivitas perekonomian, banjir juga melumpuhkan kehidupan sosial masyarakat. Sebagian besar penduduk tidak dapat bekerja atau melakukan aktivitas apa pun.

Listrik mati dan hampir semua toko tutup. Warga Kelapa Gading harus mengarungi banjir sepanjang tiga kilometer untuk sampai ke pertokoan di luar kawasan banjir.

Arie, warga Perumahan Kelapa Kopyor, Kelapa Gading, mengaku baru saja melewati kawasan yang terendam banjir dengan berjalan selama 1,5 jam. Dia memborong susu bayi, beras, dan makanan instan setelah sampai di pertokoan.

Sekembalinya dari pertokoan, kata Arie, dia memilih ojek gerobak karena tidak tahan dengan dinginnya air. Untuk sekali perjalanan, Arie harus merogoh kocek Rp 50.000.

"Sebetulnya, ongkos ojek gerobak itu terlalu mahal. Namun, karena tidak tahan lagi dengan dinginnya air, saya terpaksa naik ojek gerobak," katanya.

Beberapa lokasi di Kelapa Gading dipenuhi tukang ojek gerobak. Hanya ojek gerobak yang menjadi satu-satunya angkutan umum yang dapat beroperasi di kawasan elite itu.

Selain tukang ojek gerobak, warga Kelapa Gading juga bergantung pada bantuan evakuasi dari perahu karet Badan SAR Nasional serta truk TNI dan Polri. Truk itu biasanya ditumpangi warga yang ingin keluar atau masuk ke kawasan itu.

Aliran listrik yang mati juga menjadi masalah tersendiri bagi warga. Padahal, mereka, paling tidak, membutuhkan listrik guna mengisi baterai telepon genggam untuk berkomunikasi. Caesar Alexey



Post Date : 05 Februari 2007