Keluarkan Limbah B3 dari Karimun

Sumber:Kompas - 17 Maret 2005
Kategori:Air Limbah
Karimun, Kompas - Masyarakat Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, meminta agar limbah bahan berbahaya dan beracun asal Singapura yang saat ini berada dalam kapal tongkang di perairan Tanjung Balai Karimun segera dikembalikan (reekspor). Mereka menuntut pihak Bea dan Cukai serta pemerintah daerah menyelesaikan masalah itu dalam dua hari.

Aspirasi disampaikan sekitar 50 warga Kabupaten Karimun yang tergabung dalam Komunitas Reformasi Masyarakat Tempatan (Kramat), Rabu (16/3) pagi. Pengunjuk rasa mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karimun, dengan mengendarai dua truk.

Secara terpisah, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengimbau kepada seluruh gubernur agar mewaspadai masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke wilayahnya. Khusus kepada pemerintah daerah di wilayah Riau dan Sumatera Utara, Rachmat meminta agar mereka mencegah masuknya limbah B3 Singapura yang sudah dimuatkan ke kapal tongkang.

Masyarakat menolak keberadaan kapal tongkang sitaan Kantor Wilayah Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun karena dikhawatirkan akan mencemari perairan di wilayah itu.

Kapal tongkang yang mengangkut 1.149,40 ton limbah B3 itu, Rabu pekan lalu, meninggalkan Pulau Galang Baru, Kota Batam, menuju Singapura. Akan tetapi, dalam perjalanan kapal berbalik arah dan ditangkap kapal patroli Bea dan Cukai di perairan Tanjung Medang Luar di Selat Panjang, Riau, Jumat pekan lalu.

"Ada kemungkinan muatan tongkang itu terlepas ke dalam laut dan mencemari lingkungan. Kami tidak ingin kasus Buyat terulang di Karimun," papar Koordinator Kramat, Ramdan, yang menyampaikan pernyataan dan tuntutan secara tertulis.

Ramdan berharap DPRD Karimun segera membentuk panitia khusus untuk mengawasi penanganan pemulangan limbah B3 yang telah sepekan ini berada di perairan Tanjung Balai Karimun. Ia menduga lingkungan Karimun telah tercemar karena muatan tongkang tampaknya semakin menyusut jumlahnya.

Aksi protes masyarakat Kabupaten Karimun berlanjut di pelataran Kantor Wilayah Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun setelah diterima Wakil Ketua DPRD Karimun M Ras. Mereka membentang spanduk berisi penolakan terhadap limbah B3 dan menuntut pihak Bea dan Cukai menangani masalah itu secara tegas dan sesegera mungkin.

Kewenangan KLH

Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun Heru Santoso mengatakan pihaknya masih menunggu Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) turun tangan. "Kami tidak dapat begitu saja menyuruh kapal tongkang tersebut kembali ke Singapura. Penanganan limbah itu kewenangan KLH," ungkap Heru.

Pembelokan arah kapal, menurut Heru, merupakan pelanggaran hukum, dan pihaknya telah menjerat para awak kapal itu dengan tuduhan penyelundupan. "Akan tetapi, kami tidak dapat menjanjikan apa pun mengenai masalah limbah karena itu adalah kewenangan KLH," katanya.

Heru mengemukakan dua alternatif yang dapat ditempuh, yakni mengembalikan limbah B3 itu ke negara asalnya atau menghancurkannya di pusat penanganan limbah di Cileungsi, Jawa Barat.

Kepada Kompas di Jakarta, Rachmat menegaskan bahwa KLH tetap menekan PT Asia Pacific Eco Lestari (APEL) agar mengembalikan limbah itu ke perusahaan mitranya di Singapura. "Jadi reekspor limbah B3 itu ke Singapura adalah urusan antarpengusaha atau private to private. Bukan pemerintah yang mengirim kembali limbah B3 itu," ujar Rachmat.

Limbah B3 asal Singapura masuk ke Pulau Galang baru pada akhir Juli 2004. Singapura menolak reekspor, dengan dalih barang dalam kemasan jumbo pack itu bukan limbah B3, melainkan pupuk organik. Lalu pada 18 Oktober 2004 KLH secara resmi meminta Sekretariat Konvensi Basel membantu penyelesaian kasus tersebut.

Dalam siaran pers yang diterima Kompas pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura mengharapkan Indonesia menyetujui pertemuan yang diusulkan oleh Sekretariat Konvensi Basel, yaitu pada 23-24 Maret 2005 di Geneva.

Menanggapi hal itu, Rachmat mengatakan, "Kalau (Singapura) mau berunding enggak usah jauh-jauh ke Geneva. Datang saja ke kapal tongkang supaya bisa melihat langsung limbah beracun itu." (NEL/LAM)



Post Date : 17 Maret 2005