Kertas Daur Ulang yang Menjanjikan

Sumber:Suara Pembaruan - 14 Januari 2010
Kategori:Sampah Jakarta

Sampah ternyata bisa dipandang bukan hanya sebagai sumber masalah. Di tangan beberapa orang kreatif yang peduli terhadap lingkungan, ternyata sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan suatu barang.

Seperti apa yang ditekuni oleh Nursalam. Warga Mampang Prapatan ini mengubah kertas yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah kertas baru dengan tekstur yang memiliki nilai seni, disebut kertas daur ulang.

"Orang Indonesia selama ini memiliki cara pandang yang salah terhadap sampah. Akibatnya, pengelolaannya hanya dengan metode KAB (kumpul, angkut, buang) atau yang lebih dikenal dengan open dumping. Padahal, kalau dicermati, sampah tersebut bisa dijadikan bahan yang bisa dipakai lagi," kata Nursalam kepada SP, Rabu (13/1).

Berawal dari pandangannya tersebut, Nursalam membuat kertas daur ulang di rumahnya di Jalan Mampang Prapatan 11 Jakarta Selatan. Kini, dia telah memiliki gerai daur ulang di depan rumahnya.

"Sampah tidak pernah habis. Bahkan, pertumbuhannya bisa sampai 20% dari pertumbuhan manusia. Karena itu, saya merasa perlu melakukan sesuatu. Saya memulai ini bukalah dengan niat menghasilkan uang. Tetapi, kalau akhirnya menghasilkan, itu saya anggap sebagai bonusnya," katanya.

Pria yang telah memulai usaha kertas daur ulang ini sejak tahun 1996 mengaku, dia mendapatkan bahan baku, yaitu kertas bekas dari kantor-kantor tanpa harus membayar. Dengan kata lain diberikan secara cuma- cuma.

"Waktu awal mulai usaha ini, saya menggunakan modal Rp 500.000 saja. Uang itu dipergunakan untuk membeli peralatan, seperti blender, cetakan kertas, dan papan tempat pengeringan kertas," ungkapnya.

Selain itu, dia juga mengatakan membuat usaha ini mudah, yang diperlukan hanyalah kemauan dan kesabaran. Karena proses pembuatan kertas bekas menjadi kertas daur ulang tidak memerlukan alat dan proses yang rumit.

Satu Minggu


Nursalam mengungkapkan, awalnya kertas bekas dibusukkan dengan direndam di dalam wadah dengan air selama kira-kira empat hari. Selanjutnya, kertas itu diblender dan setelah halus dicetak. Tahap terakhir di jemur sampai kering.

Proses ini memakan waktu satu minggu, dengan catatan cuaca bagus, karena menggunakan bantuan sinar matahari untuk mengeringkannya. Dalam satu hari, dia bisa menghasilkan 200 lembar kertas daur ulang berukuran folio, 200 lembar kertas berukuran A4, 50 lembar kertas A3 dan 50 lembar kertas A2.

Tetapi, jumlah tersebut bisa berubah bergantung pada cuaca. "Usaha saya termasuk home industry yang masih menggunakan teknologi tepat guna (TTG). Jadi, alat-alat yang dipakai masih sederhana dan memanfaatkan alam," katanya.

Selembar kertas berukuran A4 dan folio dia jual seharga Rp 1.000 dan selembar kertas berukuran A3 dan A2 dijual seharga Rp 1.500. Tetapi, harga tersebut berlaku di gerainya. Apabila telah di pasaran (toko-toko buku) harganya bisa mencapai dua kali lipatnya.

Dengan harga tersebut apabila dihitung semua kertas buatannya terjual habis, dalam satu hari, Nursalam bisa mendapat Rp 550.000 dan dalam sebulan bisa mendapat Rp 16.500.000. Jumlah itu belum ditambah pesanan khusus yang datang dari perusahaan langganannya.

Dalam sebulan, mereka bisa memesan 500-1.000 lembar kertas daur ulang. "Dengan melakukan daur ulang tersebut, dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah sebesar 30%," kata Nursalam. [NOV/M-15]



Post Date : 14 Januari 2010