Ketika Air Minum Mulai Langka

Sumber:Kompas - 23 Mei 2011
Kategori:Air Minum

Sumber air baku yang bersih dan aman dikonsumsi kian sulit diperoleh. Perubahan tata guna lahan dan pencemaran menyebabkan ketersediaan air menurun, baik volume maupun kualitas. Karena itu, berbagai cara digunakan untuk menghasilkan air minum yang sehat sekaligus ramah lingkungan.

Air merupakan kebutuhan vital manusia, terutama untuk konsumsi. Air tawar yang menjadi sumber air minum ternyata hanya 1 persen dari volume total air di muka bumi, yang terbanyak adalah air laut.

Dari jumlah yang sangat sedikit itu, kualitas air terus menurun karena pencemaran dan kerusakan lingkungan. Di sisi lain, kebutuhan terus meningkat dengan bertambahnya populasi.

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia, peningkatan populasi dunia tiga kali lipat pada abad ke-20 akan menyebabkan naiknya penggunaan sumber air enam kali lipat. Akibatnya, 1,1 miliar penduduk dunia kekurangan akses air bersih.

Maka berbagai cara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air. Salah satunya teknologi pemrosesan air baku dari berbagai sumber menjadi air minum, baik secara mekanis maupun kimiawi.

Untuk menghasilkan air yang langsung dikonsumsi, harus memenuhi kriteria bebas bakteri, tidak berbau, dan tidak berwarna. Air minum yang sehat harus memiliki pH 6,5-8,2. Untuk menghasilkan air yang layak minum, produsen mencari sumber air, baik air tanah dangkal, mata air, hingga air tanah dalam.

Pemrosesan air

Di perkotaan banyak dikonsumsi air minum yang diproses di depot air minum. Sumber bahan bakunya air permukaan dan air tanah dangkal, seperti air sungai dan sumur. Sumber ini masih berpotensi mengandung bahan pencemar.

Untuk mengolah air digunakan alat penyaring berupa membran semipermeable untuk reverse osmosis (RO), yaitu metode filtrasi untuk menyaring berbagai tipe molekul dan ion dari air dengan memberi tekanan air yang dilewatkan pada membran yang berpori dengan skala mikron. Untuk mematikan kuman, air dipapari sinar ultraviolet dan gas ozon.

Air yang dihasilkan dengan cara ini tak mengandung mineral alias air kosong karena saat penyaringan dengan reverse osmosis semua akan tersaring, termasuk mineral yang terikat pada air. Air ini cenderung asam atau pH-nya di bawah 6.

Ada pula teknologi pemurnian (purifikasi) air, yaitu menggunakan RO dan pemurnian dengan bahan kimia, seperti klorin. Kandungan mineral yang dihasilkan tergantung sumber bahan baku airnya. Teknik ini bila menggunakan air permukaan masih berpotensi terkontaminasi. Penggunaan klorin membuat rasa air tak sedap.

Untuk memperoleh air yang bebas pencemar, dipilih air tanah dalam. Pengambilan air dari lapisan akuifer dalam tak perlu pengolahan filtrasi dan desinfeksi karena secara alami air telah mengalami proses penyaringan.

Selain itu juga terjadi proses mineralisasi oleh lapisan bebatuan di bawah tanah. Dalam perjalanan merembes ke lapisan tanah dalam, air menarik mineral dari bebatuan yang dilewati.

Meski proses mendapat air ini relatif murah karena tidak memerlukan proses desinfeksi dan pemurnian, pakar hidrologi yang juga Kepala Bidang Teknologi Pengendalian Pencemaran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Arie Herlambang mengingatkan, eksploitasi sumber air itu harus terkendali. Hal itu mengingat proses pengisian kembali secara alami air di lapisan akuifer dalam memerlukan proses belasan hingga puluhan tahun.

Pemanfaatan air tanah dalam, kata Endang S Sunaryo, Vice President Research and Development Danone Aqua, memerlukan pengelolaan terpadu yang melibatkan masyarakat hulu karena di sana daerah tangkapan air hujan yang menjadi sumber pengisi akuifer dalam. Tanpa ada upaya pelestarian kawasan hulu, ketersediaan air baku dapat terganggu.

Pengolahan air baku dari tanah dalam masih perlu dilakukan untuk mengurangi kadar mineral yang tidak sesuai standar yang ditetapkan. Sumber air yang dekat dengan gunung aktif biasanya mengandung kandungan sulfur, zat besi, dan mangan yang tinggi. Air ini pH-nya di bawah 6 dengan rasa getir.

Pada daerah yang dekat gunung kapur, Arie melanjutkan, terkandung kalsium dan magnesium yang tinggi sehingga air memiliki pH lebih dari 7 dan air terasa sepat.

Air mineral

Air minum yang diperoleh dari alam umumnya mengandung mineral yang jenis dan jumlahnya tergantung dari lokasi geografinya. Paling tidak ada sembilan jenis mineral utama yang terkandung pada air dari pegunungan, yaitu magnesium, kalsium, fluorida, natrium, tembaga, selenium, kalium, silika, dan seng.

Mineral itu diperlukan tubuh untuk membantu berbagai fungsi tubuh. Magnesium dan kalium membantu kerja jantung dan pembuluh darah. Fluorida untuk mencegah karies gigi. Tembaga berfungsi sebagai antioksidan, selenium menjaga sistem imunitas, kalium dan natrium penting untuk sistem saraf, silika mencegah keropos tulang, sedangkan seng berperan untuk pembentukan inti sel dan protein.

Air (H0) berfungsi bukan hanya untuk membantu metabolisme zat makanan, tetapi juga sebagai media transportasi, pelarut, pelumas dan bantalan, pengatur suhu tubuh, dan media pengeluaran zat sisa.

Jika mengonsumsi air tanpa kandungan mineral, air akan mengikat mineral penting di dalam sel tubuh sehingga mengakibatkan kerusakan sel. Bila kekurangan air, manusia akan terganggu kesehatannya, mulai dari menurunnya kewaspadaan, daya ingat visual, serta konsentrasi, sakit kepala, hingga mengalami batu ginjal.

Bagi pria dan wanita dewasa sehat dianjurkan mengonsumsi air minum 8-10 gelas per hari. Bagi anak-anak dan lansia dianjurkan 7 gelas dan 6 gelas per hari. YUNI IKAWATI



Post Date : 23 Mei 2011