Ketika Sampah Radioaktif Tersamar Pupuk

Sumber:Republika - 08 Februari 2005
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Takkan Melayu hilang di bumi. Pepatah itu memang terkesan gagah, seolah tak hendak bangsa Melayu punah dari muka bumi. Tapi, boleh jadi kesan gagah itu bakal segera berubah jika menyaksikan suasana di ujung Pulau Galang, Kepulauan Riau.

Di balik sebuah bukit yang tersembunyi dari keramaian jalan raya Trans Barelang (Batam-Rempang-Galang), ratusan karung berukuran besar, bertuliskan PT Apel, menumpuk membukit. Tak jauh dari tumpukan karung itu, menganga lebar sebuah lubang galian. ''Sampah!? Saya kira itu tumpukan pupuk dari Singapura, seperti yang saya tahu ditumpuk tak jauh dari sini,'' kata Fahrudin, warga setempat yang terkejut ketika tahu tumpukan karung itu adalah sampah radioaktif, buangan dari Singapura.

Wajar kalau Fahrudin mengira sebagai pupuk. Sebab, sampah-sampah radioaktif itu memang disamarkan dengan bahan penyubur tanaman. Lokasi pembuangannya pun tak mudah ditemukan. Apalagi, di sepanjang jalan Trans Balerang, yang ditempuh dua jam dari Bandara Hang Nadim, Batam, menuju Pulau Galang, banyak proyek pengerjaan bangunan, yang di kiri kanannya banyak tumpukan karung berisi pasir. Jika tidak cermat memperhatikan jalan menuju lokasi penimbunan, pasti akan terlewat.

Yang jelas, keberadaan portal dan pos penjaga di jalan masuk lokasi penimbunan, bisa mencerminkan tak sembarang orang bisa masuk. ''Orang luar'' sulit masuk. Hanya saja, saat Republika tiba, tak terlihat satu pun penjaga. Padahal, biasanya terlihat satu dua penjaga berpakaian sipil. Dari portal, jarak 300 meter berjalan kaki, sebagai satu-satunya cara untuk mencapai lokasi, jadi terasa sangat jauh lantaran suasana sepi dan mencekam. Tak ada bangunan apa pun kecuali pepohonan hutan pantai. Semakin dekat dengan timbunan sampah radioaktif, bau yang sangat tak sedap makin menyengat.

Sesaat kemudian, tampaklah tumpukan karung sampah radioaktif, tersebar di sana-sini, berwarna hitam kecoklatan. Dari sejumlah karung yang terbuka, terlihat limbah itu tercampur dengan tanah, ranting, atau serpihan kayu. Barangkali, bersamaan dengan terlihatnya tumpukan sampah radioaktif, tergambar pula sebuah kedunguan siapa pun yang mengizinkan dan mengimpor limbah dari Singapura yang dikamuflasekan dengan pupuk tanaman. Apalagi jumlah sampah mematikan itu tak bisa dibilang sedikit, sekitar 1.078 ton, yang dibungkus dalam 2.200 karung besar. Bukan hanya radioaktif saja yang terkandung di dalamnya. Bahan logam berat seperti mercury pun ada. Bahan berbahaya itu baru bisa dieliminasi pengaruhnya minimal dalam 100 tahun.

Hasil penelitian dari tiga lembaga laboratorium yang berbeda; Laboratorium Sucofindo, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan Australian Laboratory Services (ALAS), menyebutkan adanya unsur radiokatif dari limbah itu. Sedangkan hasil tes Agrifood dan Veternity Authority (AVA) Singapura kandungan yang terdapat dalam limbah itu, antara lain, carbon to nitrogen ratio 33 persen, pH (1:5) 6,88, dan organic matter 74 persen. Hasil tes yang ditandatangani Yik Choi Pheng, Director AVA Singapura itu menyimpulkan material itu adalah bahan berbahaya dan beracun.

Tentu saja keresahan merebak di Kepulauan Riau. Tak kurang dari Pejabat Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismet Abdullah, ikut berang. ''Sudah jelas mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), tidak ada jalan kecuali mengembalikan ke Singapura!'' Anehnya, banyak orang dan perusahaan sudah dijadikan tersangka, namun masalah ini tak kunjung tuntas. Kabarnya, lantaran ''banyak pihak'' terlibat. Tapi yang pasti, Penyidik Pegawai Negeri Sipil misalnya telah menyidik 16 saksi yang berasal dari masyarakat dan pejabat Kota Batam. Dan sekarang pun telah ditetapkan empat orang tersangka, salah satunya pengusaha warga negara Singapura. DPRD Kepulauan Riau (Kepri) pun sudah membentuk Pansus Limbah Galang.

Ketua Pansus Limbah Galang DPRD Kepri, AA Sony, menegaskan penyelesaiannya tak bisa lagi sekadar proses hukum pidana, namun sudah masuk dalam kerangka bilateral antara dua pemerintah. ''Kami akan terus mencari tahu siapa pelaku sebenarnya, termasuk peran petugas Bea Cukai dan pejabat pemda yang memberikan izin usaha dan peruntukan penggunaan tanah. Kami terus menyeledikinya,'' kata Sony. Sampai penyelidikan tuntas nanti, berdoa saja, semoga bangsa ini tak punah dilalap radioaktif.
( muhammad subarkah )

Post Date : 08 Februari 2005