Konferensi Bali Terancam Tanpa Kesepakatan

Sumber:Kompas - 12 Desember 2007
Kategori:Climate
Nusa Dua, Kompas - Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang sedang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, terancam gagal menghasilkan deklarasi yang memenuhi harapan masyarakat dunia. Sejumlah negara besar menjadi penghalang tercapainya kesepakatan.

Target memperbesar penurunan emisi (deeper cut) yang sudah disuarakan banyak pihak, termasuk Uni Eropa (UE) dan G-77, kecil kemungkinan bisa masuk dalam deklarasi karena mendapat tentangan dari empat negara besar, yaitu Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Kanada.

Informasi yang dihimpun Kompas dari beberapa delegasi peserta konferensi, Selasa (11/12), menunjukkan, delegasi dari keempat negara tersebut juga terus mematahkan desakan dari UE dan G-77 agar skema pengaturan pasca- 2012 juga bersifat mengikat (binding commitment).

Sebaliknya, keempat negara penghasil emisi yang besar itu bersikukuh pada komitmen yang fleksibel dan didasarkan atas target nasionalnya masing-masing. Juru bicara G-77, Munir Akram, mengungkapkan, masalahnya adalah tak ada kepercayaan antara Utara dan Selatan.

Utara yang mewakili negara-negara maju memiliki agenda-agenda tersembunyi, khususnya terkait hambatan-hambatan perdagangan. Akibatnya, pembahasan teks deklarasi lebih banyak perihal mitigasi, sedangkan segi adaptasi sangat lemah, padahal soal adaptasi juga terkait dengan alih teknologi dan pendanaan.

Sumber anggota delegasi RI mengungkapkan, sebenarnya jika angka penurunan emisi tak bisa disepakati bersama, hal itu tidaklah terlalu menjadi masalah asalkan ada kesepakatan untuk bersama-sama memperbesar penurunan emisi gas rumah kaca dan memastikan komitmen itu sifatnya mengikat. Pada kenyataannya, komitmen soal itu saja belum terlihat jelas sehingga masih sulit menebak ke mana arah perundingan ini beberapa tahun ke depan.

Ketua delegasi RI di konferensi itu, Emil Salim, menguraikan, untuk mengukur keberhasilan pertemuan Bali, ada tiga hal yang perlu dilihat secara cermat dari deklarasi yang akan dikeluarkan nanti. Pertama, apakah deklarasi itu menunjukkan arah yang jelas untuk perundingan-perundingan selanjutnya dan ke arah mana perundingan itu tertuju.

Kedua, apakah deklarasi itu memuat cara-cara apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu. Ketiga, siapa-siapa saja yang terlibat dalam kesepakatan untuk mencapai tujuan itu.

"Kalau salah satu atau beberapa tidak ada, maka ada yang tidak tercapai dari pertemuan ini," katanya.

Hanya arahan

Dalam rancangan keputusan yang sudah tersebar luas di kalangan organisasi nonpemerintah, patokan penurunan emisi yang sudah diusulkan Kelompok Kerja Ad Hoc (AWG) UNFCCC, yang juga didukung sejumlah negara anggota UE, yaitu penurunan 25-40 persen dari tingkat tahun 1990 pada tahun 2020 mendatang, tidak dijadikan sebagai patokan bersama. Namun, seperti diakui Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer, dalam rancangan naskah angka itu dimasukkan hanya sebagai arahan.

Hampir semua masalah yang masih menjadi hambatan dalam hal adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan juga pendanaan masih mengambang dan kemungkinan besar harus dibawa ke pertemuan tingkat menteri. Sejauh ini baru soal dana adaptasi yang mencapai beberapa kesepakatan, yaitu soal siapa sekretariat yang mengelola, siapa yang memutuskan penggunaannya, dan siapa lembaga penjaminnya.

Pertemuan tingkat menteri secara resmi akan dibuka pada Kamis mendatang. Akan tetapi, dengan melihat masih teramat banyaknya masalah yang akan dibawa ke pertemuan itu, hasil dari pertemuan Bali pun dikhawatirkan banyak pihak.

Padahal, Sekjen PBB Ban Ki-moon saat memberikan pengantar pada sebuah diskusi di sela-sela konferensi kemarin menegaskan, para ilmuwan dunia sudah mengatakan dengan satu suara bahwa situasinya sangat gawat. Tindakan yang sangat berani diperlukan segera untuk memastikan tidak meluasnya pengaruh dari perubahan iklim.

Hancurkan harapan

Kalangan organisasi nonpemerintah mengecam keras keempat negara maju itu, yang dianggap menghancurkan harapan masyarakat dunia yang begitu tinggi atas hasil dari pertemuan Bali. Yang lebih menyedihkan, disampaikan Marcelo Furtado dari Greenpeace Brasil, keempat negara maju itu berupaya mematikan semangat negara-negara berkembang untuk memenuhi komitmen mereka, yang menginginkan pengurangan emisi lebih besar.

Stephen Campbell dari Greenpeace Australia-Pasifik mengungkapkan, meskipun pada pekan lalu Australia sudah meratifikasi Protokol Kyoto yang kemudian mendapat sambutan sangat baik dari warga Australia maupun para peserta konferensi di Bali, sepanjang sepekan ini delegasi Australia tampak melakukan apa pun yang bisa menghambat kemajuan.

Kimiko Hirata dari Kiko Network, Jepang, juga sulit memahami mengapa Jepang yang telah melahirkan Protokol Kyoto sekarang malah berusaha menegasikan protokol itu, dengan tidak menginginkan komitmen yang mengikat untuk skema pasca 2012. "Padahal, dari pengalaman Protokol Kyoto, kita sangat memerlukan suatu komitmen yang mengikat agar benar-benar dilaksanakan," katanya.

Sementara itu, Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists, AS, mengungkapkan, selayaknya pertemuan di Bali ini bisa menjadi peralihan dari konfrontasi Utara-Selatan menjadi kerja sama Utara-Selatan. (OKI)



Post Date : 12 Desember 2007