Lalu Lintas Kacau, Warga Cari Selamat

Sumber:Kompas - 02 Februari 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Sepanjang Kamis (1/2), Jakarta kembali dilanda kekacauan arus lalu lintas ketika terjadi hujan dan sebagian jalan terendam air. Kendaraan roda dua dan empat banyak yang terjebak genangan sehingga kemacetan seantero Jakarta pun terjadi.

Di bawah jembatan layang Casablanca tepat di persimpangan Tempat Pemakaman Umum Karet, puluhan sepeda motor bertumpuk. Para pemiliknya berteduh.

"Saya seharusnya mengejar target mengantarkan dokumen dan surat-surat ke bos saya yang sedang ada urusan di Bank Indonesia. Takut kertasnya basah, terpaksa berhenti. Lagi pula, badan sudah menggigil dan sekalian banyak teman di sini," kata Hendra Nasution (29).

Semakin lama, jumlah pengendara sepeda motor yang berhenti makin banyak. Ada yang hanya berhenti untuk memakai jas hujan. Ada pula yang memang sudah tidak kuat lagi melaju karena kedinginan.

Tampak juga seorang laki-laki yang tengah berusaha menyalakan kembali mesin Honda bebeknya yang tiba-tiba ngadat. Tangan yang keriput kedinginan itu berusaha mengeringkan busi, tetapi mesin tak juga nyala.

Istana tergenang

Di kawasan sekitar Monumen Nasional (Monas), genangan air mencapai halaman Kantor Sekretaris Negara dan Istana Presiden di Medan Merdeka Utara.

Namun, genangan air setinggi 10-15 sentimeter tidak sampai masuk ke bagian halaman dalam Istana karena kompleks bangunan ini sudah dilengkapi jalan pembatas yang ditinggikan.

Detik-detik banjir

Pukul 14.00, warga RT 016 RW 002 Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, terkejut karena air tiba-tiba naik. "Baru 15 menit yang lalu saya selesai membersihkan lantai, sekarang sudah datang lagi," kata Ina, yang rumahnya tepat berbatasan dengan Sungai Ciliwung.

Waktu terus berlalu, sudah 20 menit berlangsung dan air terus naik setinggi 20 sentimeter.

Handoyo, warga lainnya, tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari jendela kecil di lantai dua rumahnya. Ia hanya tersenyum kecil mendengar berita itu dan tak ada persiapan apa pun menghadapi banjir. "Semua masih saya simpan di loteng. Jadi saya di sini saja tak akan ngungsi ke posko. Di posko juga tak ada makanan," katanya.

Hanya orang-orang tua dan mereka yang tak punya loteng (lantai dua) yang mengungsi. Warga di kawasan yang bentuknya mirip huruf U itu memang memiliki keberanian dan kenekatan luar biasa.

Pukul 16.00, air sudah memasuki rumah-rumah warga di bantaran sungai. Ketinggian air sudah 60-100 sentimeter. Para pekerja dan anak-anak sekolah mulai pulang dan menyaksikan rumahnya sudah terendam.

Mereka biasa saja ketika melihat air meluap. Anak-anak sekolah justru langsung mencopot pakaian mereka dan mandi bersama luapan air. Beberapa lokasi menjadi tempat pusaran air yang arusnya cukup kuat, namun anak-anak justru menyukai tempat seperti itu untuk bermain.

Handoyo tak khawatir sedikit pun terhadap anak-anaknya yang pergi bermain entah ke mana. "Semua anak-anak sudah bisa berenang, tak mungkin terseret arus," kata Handoyo.

Di saat luapan air sudah menerjang setiap gang-gang sempit, sebagian ibu-ibu masih asyik mencuci. Beberapa pemuda masih tampak genjrengan main gitar, beberapa di antaranya bermain kartu, dan yang lainnya sibuk jajan bakso dan gorengan.

Kelompok Marawis Yayasan El-Syifa tetap berlatih di tengah hiruk-pikuk banjir. Mereka tak terpengaruh sama sekali dengan kehadiran air kiriman dari Bogor itu. Padahal, air tinggal beberapa sentimeter masuk ke rumah tempat mereka belajar marawis.

Kelompok pemuda yang lain dengan santai tetap memutar musik jedug-jedug dengan keras. Listrik sore itu memang belum dimatikan dan mereka tak takut kesetrum jika air naik terus. "Pasti nanti listrik PLN dimatikan kalau air sudah berbahaya," kata Igor, seorang pemuda penuh keyakinan.

Pedagang bakso dan gorengan itu pun juga terus berpindah-pindah menghindari genangan air. Mereka terus menyisir gang, menyeruak di antara kerumunan orang-orang yang lalu lalang menyelamatkan barang ke lantai dua.

Beberapa anggota Tim SAR dari Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Jakarta mulai berdatangan. Mereka memastikan tali-tali tambang yang digunakan untuk berpegangan saat evakuasi terpasang pada tempat semestinya.

Pukul 17.00, Zaini mulai menutup pintu rumahnya, menggemboknya, dan kemudian bersama keluarga masuk ke lantai dua.

Dari lantai dua di Kampung Pulo, ratusan hingga ribuan warga menyaksikan daerahnya menyatu dengan Ciliwung.

Tak ada rasa takut, yang ada hanya gerundelan terhadap distribusi bantuan yang tak menjangkau mereka. (nel/Amr/eca)



Post Date : 02 Februari 2007