Limbah "Kepung" Karawang

Sumber:Pikiran Rakyat - 14 September 2009
Kategori:Air Limbah

DI usianya yang ke-376, Kabupaten Karawang seolah semakin tak berdaya oleh kepungan limbah padat dan cair. Warga yang menjadi korban mengaku kecewa berada di antara limbah yang setiap harinya menggerogoti kesehatan mereka. Sementara itu, pemerintah daerah setempat sepertinya terlena dengan kegiatan pembangunan infrastruktur guna menjadikan kotanya sebagai kota industri.

Dadang S. Muchtar selaku Bupati Karawang mengatakan tidak ada masalah dengan limbah yang ada di Kab. Karawang. Menurut dia, hal itu didasarkan pada laporan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kab. Karawang. "Semua berdasarkan aturan main, kok," katanya belum lama ini, meskipun ia mengakui belum pernah mengecek ke lokasi.

Dari hasil pemantauan "PR" di lapangan, hingga kini pembuangan limbah cair masih terus berlangsung di Sungai Citarum, Sungai Cibeet, Sungai Cilamaya, dan Sungai Cikaranggelam. Pencemaran udara pun terjadi di wilayah perbatasan Karawang dan Kab. Purwakarta. Namun, seperti yang dirasakan masyarakat setempat, sampai saat ini belum ada langkah pemerintah yang berarti guna mengatasinya.

Menjadi hal wajar jika warga setempat yang menjadi korban merasa kecewa karena tidak ada perhatian dari pemerintah daerah. Seperti masyarakat di Desa Muara, Kec. Cilamaya, Wetan, Kab. Karawang, yang memutuskan untuk menyerah berada di wilayah kepungan dua aliran sungai yang tercemar, yaitu Sungai Cilamaya dan Kalen Bawah.

Enam tahun sudah mereka menjadi korban pembuangan limbah cair dari lima perusahaan di wilayah Kab. Subang, Kab. Purwakarta, dan Kab. Karawang. Air sungai yang semula dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari pun menjadi hitam pekat dan berbau. Para petambak terpaksa merugi karena air limbah masuk dan meracuni isi tambak.

Masyarakat kapok

Di Desa Muara, tingkat penderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan penyakit kulit semakin bertambah. Bidan Poliklinik Desa Muara, Nina Nur Aisyah mencatat lebih dari sepuluh orang pasiennya setiap bulan mengeluhkan hal itu.

Kepala Desa Muara, Syarifudin mengaku kapok mengurusi pencemaran di wilayahnya, karena tidak ada dukungan dan respons dari pemerintah setempat. Berkali-kali ia berjuang dengan lembaga swadaya masyarakat, hasilnya selalu nihil. "Waktu itu kami sudah menyertakan hasil uji laboratorium yang isinya menyebutkan adanya kandungan logam berat di dalam air sungai," kata Syarifudin.

Malah, ia sempat didatangi oknum dari Kementerian Lingkungan Hidup yang memperingati agar ia tidak lagi mempersoalkan pencemaran Sungai Cilamaya. Syarifudin bersama warganya di empat dusun di antaranya Krajan I, Krajan II, Dusun Tanjung Jaya, dan Tanah Timbul, kini pasrah dengan kondisi tersebut. Kalaupun ada yang berniat membantunya, mereka tetap pesimistis selama tidak didukung pemerintah daerah setempat.

Syarifudin berharap agar tidak hanya satu perusahaan yang diseret ke persidangan. Pasalnya Sungai Cilamaya tetap tercemar jika empat perusahaan lainnya masih dibiarkan membuang sembarangan. Di Desa Muara, seluas 350 hektare tambak di tiga dusun yang tercemar Sungai Cilamaya, kini kondisinya rusak. Saat musim hujan, air meluap dan masuk ke permukiman warga. Di Desa Muara, tercatat dihuni 1.317 kepala keluarga atau 4.608 warga.

Sementara itu dalam sidaknya, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, kembali mengambil sampel air dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) lima perusahaan yang diduga mencemari Sungai Cilamaya. Perusahaan itu, di antaranya PT ABB di Kab. Karawang, PT BMP dan PT Papertech di Kab. Subang, serta PT Gede Karang dan PT Sanfu di Kab. Purwakarta.

Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian BPLHD Kab. Karawang Unang Saefudin menyebutkan, instansinya telah membina perusahaan pencemar Sungai Cilamaya di Kab. Karawang. Namun, jika perusahaan pencemar di daerah lain tidak ditindak, Sungai Cilamaya tetap tercemar.

Menurut Kepala Bidang Penataan Hukum Kemitraan dan Pengembangan Kapasitas BPLHD Provinsi Jawa Barat, Ratno Sadinata, kelima perusahaan itu sebenarnya telah diingatkan berkali-kali agar memperbaiki pengolahan limbahnya. Namun, kata Ratno, tampaknya mereka membandel karena kondisi air Sungai Cilamaya tetap tidak berubah, bahkan masyarakat menganggap semakin buruk. Salah satu langkah penjeraan, adalah menyeret perusahaan di Kab. Purwakarta ke persidangan.

Menyeret pelaku pencemaran ke tingkat persidangan merupakan langkah panjang yang harus ditempuh. Sementara itu, masyarakat yang menjadi korban tidak dapat menunggu selama itu. Mereka berharap pemerintah daerah bergerak memulihkan lingkungan yang telah tercemar guna mengembalikan kepercayaan masyarakat pada penguasa. Apalagi di usia Kab. Karawang yang ke-376, masyarakat mengharapkan pemerintah lebih bijak dan berpihak kepada rakyat. (Dewiyatini/"PR")



Post Date : 14 September 2009