Limpahan Air di Zona Kegelapan Gunung Kidul

Sumber:Kompas - 26 Agustus 2008
Kategori:Kekeringan

Wilayah Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, selalu dikenal sebagai daerah sulit air dengan bencana kekeringan yang selalu mengintai setiap tahun. Namun, di zona kegelapan goa-goa bawah tanah justru tersimpan kekayaan alam berupa limpahan air tawar yang luar biasa.

Pada Sabtu (9/8), Kompas menyusuri dua goa di Kecamatan Semanu, yaitu Goa Semuluh dan Goa Seropan, bersama tiga pemuda pencinta alam dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC).

Meski sama-sama menyimpan air, karakteristik dari dua goa tersebut sangat berbeda. Aliran di dalam Goa Semuluh lebih banyak berupa genangan berwarna coklat dengan air yang tenang. Sebaliknya, air di Goa Seropan membuncah dengan arus yang deras dan membentuk dua air terjun di dalam goa. Hingga kini sumber mata air dan muara sungai bawah tanah ini masih menjadi misteri. Anggota ASC sempat mencoba menyusuri asal aliran sungai bawah tanah Seropan, tetapi belum berhasil.

Jumlah goa bawah tanah di Gunung Kidul belum pernah didata secara keseluruhan. Tim dari ASC mengaku pernah menyusuri 500 goa bawah tanah di wilayah tersebut. Diperkirakan masih banyak goa yang sama sekali belum terambah oleh manusia, berupa goa horizontal dan vertikal. ”Kepuasan ketika memasuki sebuah goa adalah ketika kami menjadi orang pertama yang menerangi zona kegelapan abadi itu dengan cahaya,” kata AB Rodial Falah, Sekretaris ASC.

Menyusuri goa ternyata tak hanya menjadi pemuas dari hobi berpetualang. Cukup banyak ilmu yang bisa diperoleh sembari menikmati keindahan goa-goa tersebut. Di Goa Semuluh yang memiliki dua mulut goa, misalnya, terdapat aneka fauna unik, seperti ikan lele berwarna putih, kelelawar, serta laba-laba goa yang berbentuk mirip kalajengking.

Kebiasaan hidup di wilayah tanpa cahaya menyebabkan hewan-hewan tersebut sulit beradaptasi dengan sorot lampu. Adaptasi terhadap lingkungan yang gelap sanggup membutakan mata hewan-hewan di zona gelap. Mayoritas makhluk hidup seperti ular dan harimau hanya menjadi penghuni zona terang di luar goa dan zona senja di mulut goa. Para pencinta goa tak harus khawatir saat berada jauh di dalam goa karena sangat kecil kemungkinan adanya hewan berbahaya.

Tak ada siang atau malam ketika berada di dalam goa. Tanpa lampu senter, hanya ada kegelapan serta suara gemericik air. Kegelapan yang benar-benar abadi tanpa ada setitik berkas sinar pun sanggup menerangi. Ketenangan di dalam goa itu pula yang selalu menarik para pencinta goa untuk kembali menyusuri jalur-jalurnya meski sering kali jalur itu sempit, terjal, dan penuh dengan aliran air.

Saat menyusuri lorong di Goa Semuluh, cukup banyak sampah plastik hingga botol yang menyangkut di dinding-dinding goa. Goa tersebut biasanya penuh dengan air dan menjadi muara aliran sungai permukaan ketika memasuki musim hujan. Akibatnya, sampah-sampah berserakan dan mengurangi keindahan goa. Goa Semuluh jarang dimasuki warga sehingga dinding goa aman dari aksi vandalisme.

Aneka coretan di dinding justru terlihat hingga di bibir aliran sungai bawah tanah di Goa Seropan. Dengan menyusuri aliran sungai yang deras, kami menemukan keajaiban lain dari goa bawah tanah. Sebagian dinding goa mempertontonkan lapisan lempeng tanah. Stalaktit berupa tonjolan batuan kapur menggelantung di atap sungai bawah tanah tersebut. Serpihan tulang-tulang membatu dari zaman purbakala seperti menjadi penghias sebagian dinding goa.

Setelah menuruni tebing curam menggunakan tangga kayu, kami menyaksikan keelokan air terjun Goa Seropan setinggi 8 meter. Airnya yang membuncah memperdengarkan suara bergemuruh di tengah gemericik suara aliran air. Air tersebut membentuk air terjun lain setinggi 7 meter di dalam Goa Seropan sebelum kemudian mengalir menuju ke arah yang hingga kini belum diketahui.

Pemanfaatan air

Air dari Goa Seropan sudah akan mulai dimanfaatkan. Beberapa pipa beton telah dipasang dari mulut goa. Secara rutin, tim dari ASC juga memonitor alat pemantau air yang dipasang di dalam goa. Demi keamanan alat-alat tersebut, Goa Seropan sudah ditutup untuk umum dengan pemasangan pintu bertirai besi di mulut goa. Sementara Goa Semuluh masih bisa dimasuki oleh masyarakat umum asalkan dilengkapi peranti pengaman, seperti senter dan helm, serta tidak masuk seorang diri.

Ketua ASC Dicky dan anggota ASC, Casslirais, mengatakan, penelusuran goa tak hanya untuk bersenang-senang. Berawal dari hobi, mereka mulai mengembangkan diri ke arah penelitian dan konservasi lingkungan. Mereka berprinsip tak boleh mengambil sesuatu pun dari goa selain foto, tak mengizinkan membunuh apa pun kecuali waktu, dan menghindari mengotori goa dengan sampah.

Tim ASC yang terbentuk sejak 1 Januari 1984 turut terlibat sebagai konsultan dalam pemanfaatan aliran sungai bawah tanah yang sedang digarap di Goa Bribin, Goa Plawan, maupun Goa Seropan, yang semuanya berada di wilayah Gunung Kidul. ASC memiliki lebih dari 200 anggota muda, 79 anggota penuh, serta 20 anggota aktif.

Air permukaan hanya dijumpai di sebagian wilayah utara dan tengah Gunung Kidul. Wilayah selatan yang didominasi perbukitan karst sama sekali tak memiliki sungai permukaan. Mayoritas kekayaan sungai bawah tanah di Gunung Kidul belum tergarap untuk pemenuhan kebutuhan air penduduk. Sejauh ini hanya aliran sungai bawah tanah di Goa Bribin, Baron, dan Seropan yang sedang digarap untuk dimanfaatkan.

Pemanfaatan air dari goa-goa tersebut hingga kini tidak secara mandiri dikelola oleh pemerintah, tetapi dibantu oleh beberapa negara, seperti Jepang dan Jerman. Pemerintah Jepang membantu pemanfaatan air tanah di Baron dengan debit air hingga 258 juta meter kubik per tahun. Pemerintah Jerman membantu pengangkatan air di Goa Bribin dengan debit 47 juta meter kubik per tahun dan air di Goa Seropan dengan debit 5,6 juta meter kubik per tahun.

Ketika air di goa-goa bawah tanah mengalir deras tanpa pemanfaatan maksimal, manusia- manusia di wilayah bagian atasnya justru menderita kekeringan. Mereka sepenuhnya mengandalkan pembelian air dari pengusaha tangki yang harganya kian mencekik hingga Rp 150.000 per tangki. Warga butuh bantuan teknologi untuk mengangkat air. Tidak mungkin bagi mereka jika setiap hari harus naik turun goa demi mengangkut air menggunakan jeriken…. (Mawar Kusuma Wulan)



Post Date : 26 Agustus 2008