Lingkungan untuk Hapus Kemiskinan

Sumber:Kompas - 06 Agustus 2005
Kategori:MDG
Jakarta, Kompas - Pertemuan Regional Tingkat Menteri Asia-Pasifik mengenai Millennium Development Goals menekankan agar dimensi lingkungan hidup menjadi arus utama dalam strategi penghapusan kemiskinan. Hal itu perlu didukung pemahaman tentang keterkaitan kemiskinan dan lingkungan hidup, serta peningkatan kerja sama regional.

Demikian tertuang dalam salah satu butir Jakarta Declaration on MDGs in Asia and the Pacific: The Way Forward 2015, yang dihasilkan pada pertemuan tiga hari dan berakhir Jumat (5/8).

Keseluruhan 41 negara yang hadir meyakini bahwa pengembangan lingkungan hidup berkelanjutan, dalam kerangka kerja pembangunan berkelanjutan, merupakan hal krusial bagi kawasan Asia-Pasifik. Sebab itu, lingkungan berkelanjutan harus diintegrasikan dalam strategi kerja sama regional yang mengarah kepada pencapaian MDGs.

Ditegaskan pula, penguatan kapasitas negara-negara berkembang di Asia-Pasifik dalam mengembangkan lingkungan berkelanjutan dalam konteks MDGs, harus menjadi perhatian serius. Hal itu dapat dilakukan antara lain melalui penerapan Bali Strategic Plan for Technology Support and Capacity Building, yang telah diadopsi pada sidang Governing Council/Global Ministerial Environment Forum of the United Nations Environment Programmes di Nairobi, 21-25 Februari 2005.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar atas nama delegasi Indonesia mengemukakan bahwa tantangan bagi masalah lingkungan hidup di kawasan Asia-Pasifik meliputi tiga hal: ketersediaan sumber daya air, keragaman hayati, dan energi. Keberhasilan mengatasi ketiga masalah itu secara tepat, pada akhirnya akan membantu mengatasi masalah lainnya, seperti kesehatan, kemiskinan, dan jender, kata Rachmat.

Masalah air

Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu dari tantangan kritis yang sangat terkait dengan masalah kesehatan dan kemiskinan. Rachmat mengatakan, berbagai bencana yang melanda negara-negara kawasan, termasuk Indonesia, bertalian dengan masalah air, yakni banjir hebat dan kekeringan.

Masalah pengelolaan air terkait erat dengan makin parahnya deforestasi, yang disebabkan oleh arah investasi yang keliru termasuk mengalihfungsikan lahan pertanian dan daerah resapan menjadi kawasan industri dan juga perumahan. Laju deforestasi akibat penebangan hutan, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur, juga mengikis kekayaan hayati hutan tropis, tambah Rachmat.

Meskipun perangkat preventif bagi lingkungan diterapkan, seperti penataan ruang dan penilaian dampak lingkungan (Environmental Impact Assessment), Rachmat menilai bahwa efektivitas pengawasan masih perlu ditingkatkan.

Adapun krisis energi yang dialami negeri ini, menurut Rachmat, merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang tidak membatasi penggunaan sumber energi tak ramah lingkungan.

Tantangan di sektor energi adalah bagaimana mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan, untuk kepentingan jangka panjang, tambahnya.

Rachmat menyimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan kritis tersebut, perlu dukungan penyandang dana dengan pengalokasian yang tepat.

Penyandang dana asing harus tegas mengarah pada pembangunan yang tidak mengabaikan perlindungan dan perbaikan kualitas lingkungan.

Ia menambahkan, sektor pendidikan sangat penting dan utama untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, dalam upaya pencapaian sasaran MDGs tersebut. (LAM)

Post Date : 06 Agustus 2005