LPMI dan HDR-UNDP

Sumber:Kompas - 02 Agustus 2004
Kategori:Umum
KRITERIA-kriteria pembangunan manusia dalam LPMI diadopsi dari Human Development Report (HDR) yang diterbitkan oleh UNDP sejak tahun 1990. Intinya meliputi tiga hal, yakni akses pada pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar dan sanitasi, serta usia harapan hidup. Dalam HDR 2004 tercakup data dari 177 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Kriteria HDR-UNDP terus berkembang dan menciptakan kriteria-kriteria baru. Di antaranya, Indeks Pembangunan berkaitan dengan Gender (Gender-related Development Index, GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM) dalam HDR tahun 1995 (kriteria ini digunakan dalam LPMI 2001 dan 2004). HDR-UNDP menguraikan tantangan-tantangan pembangunan manusia yang kemudian dilaporkan secara tematis, seperti HAM (2000), teknologi (2001), demokrasi (2002), Millenium Development Goals, MDG (2003), serta kemerdekaan budaya (2004).

Tokoh yang paling berjasa menciptakan kriteria inti untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI) pada suatu masa di mana pertumbuhan ekonomi dianggap cukup untuk memperlihatkan kemajuan suatu bangsa adalah almarhum Dr Mahbub ul-Haq (22 Februari 1934-16 juli 1998). Inti dari Pembangunan Manusia adalah memperbesar pilihan-pilihan manusia di semua bidang kehidupan.

Ekonom asal Pakistan ini pernah menjadi Menteri Keuangan, Perencanaan dan Perdagangan Pakistan (1982-1988), setelah bekerja di Bank Dunia (1970- 1982) dan memberikan sumbangan pemikirannya bagi upaya-upaya penghapusan kemiskinan, pendidikan, gizi, sanitasi, dan sektor sosial lainnya di lembaga itu. Dalam proses pembaruan di Bank Dunia, Dr Haq menulis The Poverty Curtain, studi yang kemudian berkembang dalam pendekatan pembangunan manusia pada tahun 1980-an.

Sepulang dari New York tahun 1995, ia mendirikan Human Development Institute di Islamabad, Pakistan, dan memimpinnya sampai ia meninggal. Lembaga itu kini bernama Mahbub ul-Haq Human Development Centre.

Mahbub ul-Haq menjadi arsitek Laporan Pembangunan Manusia UNDP ketika pada tahun 1989 ia diangkat sebagai penasihat khusus di Kantor UNDP New York. Persiapannya melibatkan kolega segagasan; Paul Streeten, Frances Steward, Amartya Sen, Richard Jolly, dan Maghnas Desai. Tokoh yang banyak berjasa bagi pengembangan gagasan-gagasan intelektualnya adalah istrinya, Khadija Haq

HDR 2004 yang bertema "Cultural Liberty in a Diverse World" menekankan pentingnya kemerdekaan budaya dalam pembangunan manusia. Dalam banyak kasus, peminggiran budaya juga berarti peminggiran politik, ekonomi, dan sosial. Kemerdekaan budaya menyangkut kebebasan orang memilih identitasnya tanpa harus tersingkir dari pilihan-pilihan penting lainnya dalam hidup, seperti akses pada pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.

HDR 2004 UNDP ini tampaknya lebih banyak mengulas hubungan antarbudaya dan penghormatan atas budaya-budaya karena migrasi manusia tak bisa dibendung, dan kenyataan adanya kelompok masyarakat yang terpinggirkan di suatu negara karena identitas budayanya berbeda dari identitas budaya arus utama.

Aspek yang ditekankan dalam laporan ini lebih pada kesetaraan hukum, politik, dan ekonomi antarbudaya di dalam suatu negara sehingga memunculkan beberapa inisiatif baru, seperti demokrasi multikultural dan dan affirmative action dalam politik untuk kelompok budaya yang terpinggirkan.

Namun, laporan tersebut tidak mengulas praktik-praktik yang menindas di dalam satu budaya, khususnya terhadap perempuan (partikularisme, relativisme budaya), yang sebenarnya merupakan hambatan serius bagi pembangunan manusia.

Kalau dalam HDR 2004, IPM Indonesia berada di posisi 111 atau satu tingkat di atas Vietnam (112), setelah dalam dua HDR sebelumnya posisi IPM Indonesia berada di bawah Vietnam.

Indonesia termasuk dalam kriteria "menengah" dalam pembangunan manusia, jauh di bawah Singapura (peringkat 25, termasuk dalam kriteria "tinggi" dalam pembangunan manusia), Malaysia, Thailand dan Filipina (peringkat 59, 76, dan 83, termasuk kriteria "menengah"). Dari tahun ke tahun, peringkat Indonesia terus menurun dan hanya sekali berhasil memasuki peringkat 90-an. Alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan Indonesia tercatat sebagai terendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Ketika Millenium Development Goal (MDG) ditetapkan sebagai tema HDR pada tahun 2003, mulai saat itu ditambahkan kriteria baru di bidang kesehatan, seperti angka prevalensi HIV, angka penggunaan kondom, angka malaria dan TB, serta angka prevalensi perokok. (mh)

Post Date : 02 Agustus 2004