Mandi dan Mencuci di Air Kotor Berbuih

Sumber:Pikiran Rakyat - 28 Juli 2008
Kategori:Sanitasi

Di satu sudut lainnya, seorang ibu bernama Apong (53) tengah mencuci piring dan peralatan masak lainnya di sebuah kolam. Air kotor berbuih di kolam tersebut digunakan Apong untuk mencuci. Apong tidak sendiri. Ratusan keluarga di Kel. Cipadung Wetan dan Kel. Cipadung Kulon, Kec. Panyileukan, Kota Bandung menggunakan air kolam yang berasal dari selokan untuk keperluan mandi dan mencuci. Akibatnya, kini warga mulai terserang penyakit gatal. Keadaan tersebut telah berlangsung kurang lebih selama hampir dua bulan terakhir.

Warga menggunakan air kolam yang berasal dari anak Sungai Cihampelas yang kondisinya sangat tidak layak guna. Untuk mengakalinya, warga mengalirkan air tersebut ke sawah terlebih dahulu. Setelah itu, air disalurkan ke kolam penampungan berukuran 2x2 meter dengan kedalaman kurang lebih 1,5 meter. "Ya hitung-hitung disaring dulu gitu lah," ujar salah seorang warga yang membuat kolam, Supardi (55), ketika ditemui di RT 02 RW 05 Kel. Cipadung Wetan Kec. Panyileukan, Kota Bandung, Minggu (27/7).

Ibu-ibu rumah tangga seperti Apong dan Lilis (35) mengaku kerap mencuci alat memasak dan pakaian di kolam bersama-sama dengan ibu rumah tangga lainnya. "Untuk mandi, air kolam diangkut ke rumah. Tetapi kalau anak-anak mah mandi saja di sini (kolam)," katanya.

Untuk keperluan air minum dan memasak, warga mengandalkan air dari pabrik-pabrik yang berada di sekitar permukiman. Di wilayah itu, terdapat dua stasiun pengisian air bersih yang dialirkan dari pabrik. Meski tidak dipungut bayaran, kondisi infrastrukturnya tidak cukup layak untuk digunakan sebagai sarana mandi cuci dan kakus (MCK). "Jadi, kami ngangkut air dari pabrik pake jeriken ke rumah. Antrenya panjang karena banyak warga yang butuh," ucap Lilis.

Supardi mengatakan, warga kesulitan membuat sumur bor sendiri sehingga terpaksa meminta ke pabrik. Alasannya, air baru akan muncul pada kedalaman minimal 80 meter. "Kalau sedalam itu, biayanya kan mahal sekali. Ongkos bikin sumur bor mencapai Rp 300.000,00/meter. Kalikan sendiri saja, belum lagi untuk beli mesin dan pengamannya. Bisa mencapai Rp 100 juta," tutur Supardi.

Lilis menambahkan, kesulitan air bersih dirasakan warga sepanjang tahun. Hal itu dirasakan terutama setelah kehadiran pabrik-pabrik. Ia menduga, air sumur di rumah warga menjadi kering karena tersedot pompa air bawah tanah yang dimiliki pabrik-pabrik. Ia dan warga lainnya berharap agar pemerintah bisa membantu pengadaan sumur air dalam untuk keperluan warga.

Keadaan serupa juga terjadi di RW 02 Kel. Cipadung Wetan dan RW 02, RW 03, RW 07, dan RW 04 di Kel. Cipadung Kulon. Yos (50), warga RW 07 Kel. Cipadung Wetan mengatakan, ia dan warga lainnya harus rela antre berjam-jam agar bisa mandi air bersih di MCK milik pabrik.

Keadaan itu sudah diketahui Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Nana Supriyatna. Menurut Nana, ketersediaan air di Kota Bandung pada musim kemarau ini semakin surut. "Hampir rata-rata di sumur dangkal mengalami penurunan. Yang jelas, ada daerah-daerah yang mulai kekurangan air," ujarnya.

Kekeringan lebih parah, ungkap Nana, terjadi di wilayah Bandung Tengah, tepatnya di daerah Suryani Dalam, Kel. Warung Muncang, Kec. Bandung Kulon. Air baru akan didapatkan pada kedalaman 80 meter. Namun, di wilayah tersebut tidak banyak pabrik-pabrik yang memberikan air bagi masyarakat umum seperti halnya di Panyileukan. "Di Panyileukan memang air itu baru ada pada kedalaman 40 sampai 50 meter, namun masih berwarna kuning. Baru di kedalaman 70 meter, saya yakin bisa hilang kuningnya," tuturnya. (Lina Nursanty/"PR")



Post Date : 28 Juli 2008