Manisnya Bisnis Menyulap Sampah

Sumber:Media Indonesia - 21 Juni 2012
Kategori:Sampah Luar Jakarta
DARI sebelumnya hanya sisa pembuangan, sampah ternyata memiliki nilai ekonomis. Yang terbaru, dengan sentuhan teknologi, sampah dapat diubah menjadi sumber energi listrik yang ramah lingkungan.
 
Di sejumlah negara maju seperti Denmark, Swiss, Amerika Serikat, Prancis, Korea Selatan, dan China, proses pengolahan sampah telah dimaksimalkan untuk menghasilkan listrik.
 
Di Korea Selatan, misalnya, pembangkit listrik berbahan bakar sampah dengan kapasitas 2x15,5 megawatt (Mw) telah beroperasi. Di China, beroperasi pula dua pembangkit listrik serupa dengan kemampuan 3x27 Mw, masing-masing di Shenzhen dan Bao An.
 
Di Tanah Air, langkah ke arah itu juga telah dirintis. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, berhasil mengolah sampah menjadi listrik sebesar 10,5 Mw. Ke depan, dayanya diproyeksikan bertambah menjadi 16 Mw.
 
Pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang oleh PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) menelan investasi Rp700 miliar. Meski tergolong mahal, hasil yang diperoleh menjanjikan. PT PLN telah menyepakati kerja sama dengan penawaran Rp820 per kwh. Listrik TPST Bantar Gebang akan menambah pasokan listrik Jawa-Bali.
 
Manisnya uang yang dikecap dari hasil menyulap sampah menjadi listrik membuat bisnis itu mulai menjadi rebutan. Setelah pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) 10 Mw di TPA Benowo, Surabaya, Jawa Timur, pelaku industri melirik proyek PLTSa berteknologi insinerator (pembakaran) di TPA Gedebage, Bandung, Jawa Barat, dengan kapasitas 8 Mw.
 
Ketua Asosiasi Persampahan Indonesia Guntur Sitorus menilai penggunaan teknologi insinerator sudah tepat. Kapasitas olah sampah mencapai 1.000 ton per hari dari volume sampah yang diproduksi warga `Kota Kembang' sekitar 1.800-2.000 ton per hari.
 
“Insinerator cocok di kota dengan lahan sempit seperti Bandung,“ ujarnya beberapa waktu lalu. Teknologi itu tergolong ramah lingkungan.
 
Negosiasi harga 
 
NOEI, perusahaan energi asal Amerika Serikat, saat ini juga tengah membangun PLTSa serupa di Suwung, Denpasar, Bali. Direktur Navigat Vita Theresia mengatakan pembangkit listrik yang menelan investasi sekitar US$42 juta (sekitar Rp390 miliar) itu berkapasitas 9,6 Mw.
 
Saat ini NOEI berencana merenegosiasi harga jual beli listrik. PLN menghargai listrik dari PLTSa Bali Rp686 per kwh untuk 15 tahun.
 
Adapun dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2012 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah, listrik berbahan bakar sampah kota yang menggunakan teknologi zero waste dinilai Rp1.050 per kwh (tegangan menengah) dan Rp1.398 per kwh (tegangan rendah).
 
Pilihan sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik dapat menjadi titik cerah diversifikasi bahan bakar di masa depan. andreastimothy


Post Date : 21 Juni 2012