Mari Menjadi Bagian dari Solusi

Sumber:Kompas - 27 Oktober 2010
Kategori:Lingkungan

Tak ada kawasan yang kebal dari perubahan iklim global. Suhu udara terus meningkat, curah hujan turun tanpa pola yang jelas. Curah hujan yang tinggi dan menyebabkan banjir di banyak daerah di Indonesia adalah bukti anomali cuaca yang dipicu oleh naiknya suhu global. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika meramalkan, banjir akan terus mengancam sampai Maret 2011.

Pemanasan global terjadi karena terjebaknya panas matahari di atmosfer bumi secara berlebihan lantaran terjebak oleh ”selimut” gas rumah kaca.

Emisi gas rumah kaca terjadi saat kita tidak berhenti memompa CO ke atmosfer lewat knalpot mobil dan sepeda motor, lewat berbagai peralatan elektronik di rumah dan kantor kita, dari cerobong pabrik, serta industri. Kita terus mengonsumsi bahan bakar fosil untuk peralatan transportasi, industri, dan peralatan kantor serta rumah tangga.

Semakin panas cuaca, semakin AC dipasang di kantor, di rumah, atau di mobil, berarti semakin banyak listrik atau energi dibutuhkan, semakin banyak bahan bakar fosil dibakar di pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik. Belum lagi peralatan rumah tangga lain, mulai dari lampu, kompor, pompa air, lemari pendingin, televisi, komputer, mesin cuci, setrika, sampai pengering rambut.

Kapan kita tidak menggunakan peralatan bertenaga listrik?

Soal transportasi, semakin kita kecewa terhadap sarana transportasi publik yang tidak memadai, semakin banyak orang membeli mobil atau sepeda motor pribadi.

Suhu panas di atmosfer menyebabkan perubahan iklim secara radikal. Energi panas dan uap air yang berlebihan di atmosfer meningkatkan potensi hujan dan badai. Kawasan basah akan semakin basah akibat hujan dan banjir, sebaliknya kawasan kering akan semakin kerontang. Gelombang panas, badai, dan angin topan terus terjadi akibat ketidakseimbangan udara di atmosfer.

Daratan es serta gletser mencair. Setiap 10 tahun, permukaan laut naik 2,2 sentimeter. Penghuni pesisir terancam. Jika benar ramalan Panel Antarpemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC) bahwa pada 2100 muka air laut naik 58 sentimeter, ribuan pulau akan tenggelam, termasuk 2.200 pulau di Indonesia.

Perubahan iklim secara drastis menyebabkan banyak gagal panen tanaman pangan dan banyak tanaman tidak bisa lagi hidup di lokasi yang sama. Sekitar 40 persen hewan bermigrasi ke tempat-tempat bersuhu lebih dingin, ke kutub atau lereng-lereng pegunungan. Ada yang terancam punah, tapi ada yang populasinya meningkat tak terkontrol, seperti kumbang pinus yang kini mengancam jutaan hektar pohon pinus di Amerika Serikat dan Kanada.

Ancaman pemanasan global sudah disuarakan begitu gencar. Setiap tahun isu ini masuk di meja-meja perundingan diplomatik, terutama sejak Protokol Kyoto dijadikan pijakan utama upaya global menangani perubahan iklim. Banyak pemerintah berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca.

”Dulu biasanya LSM enteng saja menyalahkan pemerintah sebagai penyebab pemanasan global. Kini kita sadar, pemanasan global tidak bisa diatasi jika hanya menyalahkan pemerintah. Kita semua, masyarakat dan dunia usaha, harus menjadi bagian dari solusi,” ujar Erna Witoelar, aktivis lingkungan yang juga mantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah serta Duta PBB untuk Millennium Development Goals.

Untuk mengajak masyarakat mengurangi emisi CO itulah, enam perusahaan bergabung dalam Green Initiative Forum (GIF) untuk menggelar Green Festival ke-3 di Jakarta, 5-7 November. Keenam perusahaan itu, yakni Unilever Indonesia, Pertamina, Danone-Aqua, MetroTV, Female Radio, dan Kompas, memilih festival sebagai cara berkampanye pemanasan global. ”Green Festival merupakan kampanye untuk menebar informasi tentang pemanasan global, sekaligus mengajak masyarakat menjadi bagian dari solusi,” ujar Erna.

Direktur Pemberitaan MetroTV Suryopratomo menyatakan, ”Betul bahwa kerusakan hutan harus diatasi. Betul bahwa kebijakan pemerintah perlu diperbaiki. Tapi, kita juga harus sadar bahwa kontributor pemanasan global terbesar adalah justru negara-negara maju seperti AS, Jepang, atau China. Karena itu yang harus dikerjakan adalah sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk mengurangi penyebab pemanasan global.”

Bahkan, menurut Joseph Bataona, Direktur PT Unilever Indonesia, ”Kalau masyarakat hidup lebih ramah lingkungan dan menolak cara hidup yang memicu pemanasan global, kalangan industri tidak akan memproduksi barang yang tidak akan dipakai masyarakat. Potensi masyarakat untuk menjadi solusi bagi bumi amat besar.”

Masalahnya, masyarakat sering kali tidak punya cukup informasi tentang apa yang harus dilakukan dan dari mana mereka harus memulai. ”Ini butuh edukasi terus-menerus dengan cara dan bahasa sederhana. Upaya menyebarkan kesadaran itulah yang menjadi tujuan Green Festival,” katanya.

Hal senada dilontarkan Direktur Komunikasi Danone-Aqua Troy Pantouw yang menjadikan Green Festival untuk mengajak masyarakat menyadari pentingnya konservasi alam. ”Kami ingin berbagi pengetahuan tentang teknik menangkap air, mengambil air tanah, mengolah, dan menjaga kelangsungan mata air,” katanya. Danone-Aqua punya program di sepuluh provinsi untuk melakukan konservasi alam bersama masyarakat.

Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Trias Kuncahyono menyatakan, ”Kompas ingin menjadi pengeras suara, bukan hanya untuk menyebar pemahaman tentang pentingnya menyelamatkan bumi, melainkan juga mengajak orang menjadi bagian dari solusi.”

Salah satu cara efektif dalam penyadaran publik adalah lewat pendidikan. ”Untuk soal ini, ibu adalah figur sentral. Radio Female memosisikan ibu sebagai pemegang peran penting dalam membangun kesadaran publik, tentang apa yang bisa dilakukan setiap keluarga untuk mengurangi pemanasan global,” ujar Chief Executive Officer Jaringan Delta FeMale Indonesia Hanny Soemadipradja. NUGROHO FERY YUDHO dan ARYO WISANGGENI



Post Date : 27 Oktober 2010