MDGs dan Kesiapan Pemerintah Daerah

Sumber:Media Indonesia - 03 Mei 2007
Kategori:MDG
Pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk mencapai target yang ditetapkan dalam Millenium Development Goals/MDGs 2015. Sejumlah kebijakan dan program nasional pemberdayaan masyarakat, penguatan keluarga, pemerataan pendidikan dasar, jaminan sosial dan jaminan kesehatan, dan peningkatan kesehatan lingkungan telah diluncurkan.

Tujuan pembangunan milenium yang disepakati anggota PBB 2015 mencakup delapan komponen besar. Tujuh dari delapan tujuan itu, khusus negara berkembang, antara lain mengurangi setengah dari total jumlah orang miskin dan kelaparan, mencukupi kebutuhan pendidikan dasar, menghapuskan ketidaksetaraan gender, mengurangi 2/3 angka kematian balita, mengurangi 3/4 rasio kematian ibu akibat melahirkan, menghentikan penularan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, dan menghentikan perusakan lingkungan dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Tujuan kedelapan ialah mengenai peran negara maju untuk membantu negara-negara berkembang melaksanakan ketujuh target MDGs.

Tapi kendala pencapaiannya memang tidak kecil. Di Indonesia, selain keterbatasan pembiayaan, kesiapan dan partisipasi pemerintah daerah masih potensial menjadi faktor penghambat. Tingkat kesiapan dan partisipasi pemerintah daerah akan sangat menentukan sejauh mana program MDGs dapat terlaksana dan mencapai target yang ditetapkan.

Keterbatasan biaya

Laporan UNDP 2003 (Promoting MDGs in Asia and in the Pacific: Meeting the Challenge of Poverty Reduction) mencatat masih banyaknya persoalan mendasar yang belum terpecahkan oleh negara berkembang. Memerhatikan faktor penghambat tersebut, laporan itu tidak terlalu optimis terhadap kemampuan sebagian besar negara di kawasan Asia dan Pasifik akan dapat mencapai tujuh tujuan MDGs secara sempurna.

Di antara penghambat paling serius ialah masih rendahnya kemampuan anggaran yang disediakan negara-negara tersebut untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kebanyakan negara berkembang baru sanggup mengalokasikan anggaran sektor kesejahteraan rakyat antara 12% hingga 14% dari APBN mereka. Keterbatasan kemampuan anggaran itu sebagian disebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi dan besarnya porsi anggaran yang dialokasikan untuk pembayaran cicilan utang luar negeri.

Sementara itu, komitmen bantuan khusus dari negara-negara maju untuk percepatan pembangunan juga belum sepenuhnya terealisasi. UNDP mengisyaratkan bahwa negara maju belum merealisasikan jumlah bantuan (official development assistance/ODA) untuk negara-negara berkembang yang disepakati tidak kurang dari 0.43% dari pendapatan kotor nasional mereka.

Nada pesimis laporan itu tampaknya memang sulit dibantah. Hingga hampir mencapai paruh pertama program MDGs Indonesia masih belum menunjukkan kemajuan berarti. Dari 2002 hingga 2006 persentase kemiskinan belum menunjukkan penurunan signifikan. Bahkan, dalam dua tahun terakhir ini angka kemiskinan cenderung meningkat dari 16% (35.1 juta) pada 2005 menjadi 17.75% (39.05) pada 2006.

Kesiapan pemerintah daerah

Selain masalah pembiayaan, kondisi birokrasi pemerintah daerah masih berpotensi menjadi faktor penghambat lainnya. Menurut Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 13 dan 14, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sebagian besar sektor yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Pemerintah provinsi bertanggung jawab dalam hal koordinasi program-program lintas kabupaten/kota, sedangkan pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam hal penyusunan dan pelaksanaan program.

Jadi, sudah semestinya pemerintah daerah memahami dan memiliki agenda program serta kebijakan khusus di daerahnya masing-masing yang sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan MDGs. Sayangnya, belum ada informasi dan kajian yang memadai mengenai sejauh mana kesiapan dan partisipasi pemerintah daerah untuk melaksanakan kebijakan dan program-program ke arah pencapaian tujuan-tujuan MDGs.

Tetapi hasil penjajakan informal dan dialog dengan sejumlah pimpinan instansi antara akhir 2006 hingga April 2007 di beberapa kabupaten di Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, memberikan informasi awal yang kurang menggembirakan.

Umumnya aparat pemerintah daerah belum memahami informasi dasar mengenai target MDGs yang ditetapkan pemerintah di tingkat pusat. Yang menyedihkan, kenyataan bahwa sebagian instansi yang dijajaki belum memiliki kebijakan khusus, misalnya dalam bentuk peraturan daerah (Perda) mengenai bentuk strategi dan partisipasi daerah dalam mencapai target-target sektoral dalam MDGs.

Pemberdayaan daerah

Keberhasilan pencapaian MDGs secara nasional akan ditentukan keberhasilan pemerintah daerah mencapai target yang sama di wilayahnya masing-masing. Namun, hal itu mensyaratkan adanya kesiapan daerah untuk berbagi tanggung jawab dengan pemerintah pusat, termasuk dalam implementasi program dan mengatasi kebutuhan pembiayaan program.

Untuk itu, upaya pemberdayaan instansi dan sumber daya manusia di darah tampaknya menjadi suatu keharusan. Rendahnya kesiapan institusi dan aparat pemerintah daerah dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko penyimpangan dan kesalahan pengelolaan program. Akibatnya, bukan tidak mungkin, keyakinan pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan MDGs pada 2015 akan tinggal menjadi utopia.

Sirojudin Abbas, Direktur Pelaksana Yayasan PARAS, dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta



Post Date : 03 Mei 2007