Melbourne dan Kearifan Merawat Sungai

Sumber:Kompas - 09 September 2004
Kategori:Drainase
DATANGLAH ke Sungai Yarra, dan Anda akan melihat betapa menawannya kota Melbourne.

Sisi lain yang menonjol ialah betapa Yarra menjadi salah satu etalase Negeri Kanguru itu dalam hal harmoni manusia dengan alam. Amat jarang terdengar sungai dengan lebar antara 40 hingga 60 meter dan panjang 200 km lebih itu tercemar.

TATKALA menyusuri sungai sepanjang dua kilometer, Kompas tidak menemukan sampah kertas, kaleng minuman, atau sampah rumah tangga lainnya. Pemandangan dominan ialah sungai itu menjadi salah satu "gelanggang" menarik untuk olahraga dan wisata dayung. Atlet dayung Australia yang dikenal tangguh, sebagian suka menjadikan sungai ini sebagai ajang latihan atau melemaskan otot.

Aspek yang layak diperhatikan ialah tingginya kecintaan penduduk dan Pemerintah Australia terhadap sungai. Penduduk pantang mengotori sungai karena muncul kesadaran bahwa jika sungai kotor, apalagi tercemar racun berbahaya, mereka sendiri yang akan menuai akibatnya. Selain itu, para petugas Australia pun terkenal galak dalam mengawasi sungai itu sehingga siapa pun yang mencemari akan ditindak.

Australia mengeluarkan undang-undang lingkungan yang amat keras, yang di antaranya menjatuhkan denda kepada para pencemar lingkungan, termasuk pencemar sungai.

Aktivis lingkungan di Melbourne, Jack West, mengatakan, aturan mengenai lingkungan ini memang luar biasa kerasnya. Perusahaan yang terbukti mencemari dijatuhi hukuman denda sampai setengah juta dollar Australia. Perusahaan pencemar pun membayar semua ongkos yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat untuk membersihkan sungai dari limbah, membayar kerugian yang diderita publik.

"Istilahnya, yang mencemari lingkungan di sini akan terpukul dan tak berani lagi melakukan pencemaran. Kalau beberapa kali dihukum dan masih melakukan aktivitas pencemaran, perusahaan itu akan langsung ditutup. Tidak ada cerita lagi," tutur Jack.

Menurut Jack, latar belakang lain yang membuat sungai di Australia bersih adalah pemerintah dan warga membangun alat pengolah limbah rumah tangga yang bisa diandalkan. Dengan alat tersebut, semua limbah rumah tangga dialirkan ke kantong pembersihan. Setelah melewati beberapa pemrosesan, barulah air bekas limbah itu dilepas ke laut, sungai, atau saluran air lainnya.

"Jangan heran kalau Sungai Yarra terawat. Anda tidak akan menemukan sampah di sana kecuali kalau hujan deras dan ada sampah yang terjun masuk ke sungai," katanya. Di hulu Sungai Yarra, air sungainya bahkan dapat langsung diminum.

Langgam Australia merawat sungai dan memberi treatment ketat terhadap limbah industri dan rumah tangga, itu bahkan lebih baik dibanding sejumlah negara di Eropa.

Negara yang mulai memberi perhatian ekstra ketat terhadap lingkungan, seperti China, bahkan belum mampu memberi treatment seketat dan sekeras Australia. Sungai Huangpu yang membelah kota Shanghai, misalnya, memang cukup bersih dan terawat, tetapi dibanding dengan penanganan di Sungai Yarra, Huangpu bukan apa-apa.

Bersihnya sungai Yarra serta indahnya pemandangan di dua tepian sungai itu mengilhami pemerintah dan warga Melbourne membangun kawasan pedestrian yang amat nyaman. Dengan lebar delapan sampai 12 meter, kawasan pedestrian di tepi Yarra menjadi panggung Melbourne. Pejalan kaki, pesepeda, penggemar jalan cepat, sampai kepada orang yang suka melamun bisa memanfaatkan kawasan pedestrian Yarra. Pohon pelindung cukup banyak bertebaran di sepanjang kawasan pedestrian.

Para pemilik kafe, restoran, perkantoran, dan pemilik gedung-gedung tinggi juga menjadikan Yarra sebagai primadona. Semua gedung tinggi, rumah, restoran, kafe, dan toko dibuat menghadap sungai.

BAGAIMANA dengan DKI Jakarta? Tidak adil rasanya membandingkan Jakarta dengan Melbourne, Shanghai, atau bahkan Bonn, Amsterdam, atau Washington. Akan tetapi, masih proporsional kalau disampaikan lagi bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu membuat ikhtiar jauh lebih keras, inisiatif, dan kreativitas jauh lebih hebat lagi untuk bukan saja menyelamatkan 13 sungai yang mengalir di Jakarta, tetapi membuat sungai di Jakarta mempunyai view lebih baik.

Sebagian sungai di Jakarta, seperti kita ketahui, tidak dirawat selaiknya. Sungai di Jakarta dibiarkan menjadi panggung sampah terpanjang di dunia, tempat sebagian warga dan industriawan tak bertanggung jawab membuang limbah.

Sungai di Jakarta kian lama kian dangkal karena demikian dahsyatnya sedimentasi akibat tumpahan limbah dari pelbagai penjuru kota. Kita tidak bisa hanya menyalahkan Pemprov DKI, tetapi setidaknya Gubernur Sutiyoso dan aparatnya membuat sistem lebih baik untuk menjaga lingkungan sungai.

Lihatlah bentuk rumah yang terletak di bantaran kali, berapa persen di antaranya yang dibuat menghadap sungai? Berapa persen yang membangun rumahnya secara terbalik, bagian belakang yang menghadap sungai, lalu di sudutnya dibuat tempat membuang tinja? Di sinilah juga soalnya, sungai di Jakarta masih menjadi ajang sebagian warga membuang sampah manusia dan industri.

Ideal sekali manakala Pemprov DKI Jakarta secara bertahap menertibkan tepian sungai, membuat turap, dan jalur pedestrian di tepian sungai. Saatnya paradigma tentang sungai berubah untuk melahirkan kembali sungai-sungai di Jakarta yang menawan dan memesona.

Jika sungai di Jakarta sudah bersih, banyak manfaat bisa diperoleh dari sana. Sungai dan tepian sungai bisa menjadi tempat rekreasi, bahkan tempat berolahraga yang menarik. Jalan ke arah asa itu selalu terbuka lebar jika masyarakat dan Pemprov DKI Jakarta bersedia melakukannya. (Abun Sanda)

Post Date : 09 September 2004