Melihat Pompa Hidro Okemoto, Teknologi Tepat Guna Karya Eko Tamtomo

Sumber:Indopos - 13 Agustus 2007
Kategori:Air Minum
Bagi orang kampung di dataran tinggi, mendapatkan air bersih tidak semudah orang kota memutar kran. Mereka harus berjalan ratusan meter naik turun menuju sumber air. Kondisi itulah yang membuat Eko Tamtomo, warga Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, berpikir keras. Setelah melalui perjuangan dan pemikiran panjang, akhirnya terciptalah Okemoto.

Suara gemericik air terus terdengar di antara pohon bambu di salah satu tebing di Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Sesekali ada dentuman agak keras. Namun suara itu sangat menghibur siapa saja. Terutama bagi warga Desa Sanankerto yang memang kesulitan mendapatkan air bersih.

Suara dentuman keras itu berasal dari Okemoto. Okemoto adalah alat pemompa air yang dibuat Eko "Tomo" Tamtomo. Alat di samping parit pinggir desanya itu mampu memasok air ke 20 kepala keluarga di desa tetangganya, Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, yang kesulitan mendapat air bersih karena berada di dataran tinggi.

Saat koran ini ke lokasi Okemoto, Tomo tampak memperbaiki alat itu. Dia terlihat cekatan saat mengatur alat buatannya itu. Dalam waktu lima menit saja, Okemoto yang sebelumnya sempat macet karena kotoran, berhasil diperbaikinya. Setelah selesai, Tomo pun menghampiri Radar. Dia pun mengajak berteduh ke tempat yang lebih nyaman.

Setelah berada di tempat yang teduh, tepatnya dekat sumber air yang disedot Okemoto, lelaki 56 tahun ini mulai menceritakan pengalamannya. Mantan kepala desa di Desa Sanankerto tahun 1990 itu mulai mengingat awal dirinya membuat Okemoto.

Seingatnya, ide membuat Okemoto berawal pada 1989. Saat itu Tomo membantu pamannya bekerja di penggilingan padi yang ada di desanya. Setelah melihat pipa pendingin mesin lepas, imajinasinya mulai berkembang. Pipa yang lepas itu lalu diangkat melebihi ketinggian bak penampungan air. "Tapi pipa itu terus mengeluarkan air karena tekanan di air yang ada di dalam bak itu," kenang Tomo.

Mulai saat itu lulusan STM jurusan Mesin Singosari (sekarang SMKN 1 Singosari) ini mulai mengembangkan imajinasinya. Meski beberapa kali gagal, akhirnya Okemoto bambu yang dibuatnya berfungsi. Masyarakat sekitar pun mulai memanfaatkan alat bambu hasil karyanya.

Mereka tidak lagi mengambil air ke sumber yang jaraknya mencapai satu kilometer lebih. Okemoto pertama buatan Tomo ini pun berhasil bertahan hingga tiga tahun. "Saat menjabat sebagai lurah, saya mulai mencoba mengembangkannya," papar Tomo.

Tahun berikutnya, Okemoto yang terbuat dari bambu itu diganti dengan besi. Mulai pipa hingga tabung yang digunakan juga dari besi. Debit air yang dihasilkannya juga sudah mulai bertambah dari 2 liter per detik menjadi 6 liter per detik. Dari sebelumnya hanya mencukupi 20 KK, saat ini lebih dari 50 KK yang ikut menikmatinya. "Sejak itu banyak dari desa dan kecamatan di Malang Selatan minta saya untuk membuatkan Okemoto," cerita Tomo.

Soal nama Okemoto, dia mengambil dari namanya Tomo, lalu dibalik. Jadi aslinya Tomo Oke. "Lalu saya balik, Okemoto. Ya, sengaja saya miripkan seperti nama orang Jepang," ujar Tomo seraya tertawa.

Setelah bercerita banyak hal tentang alat yang dibuatnya itu, Tomo lalu mengajak Radar menuju ke rumah penduduk yang memanfaatkan Okemoto. Rumah pasangan Palil dan Supiyah itu berjarak dua kilometer dari Okemoto yang dipasang dan berada di Desa Jambangan, Kecamatan Dampit.

Letaknya pun jauh lebih tinggi dari pada sumber air yang telah dipasangi Okemoto. Sebelum memanfaatkan alat itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga ini harus berjalan menyisuri tebing bukit sejauh dua kilometer lebih. Mereka ke sumber hanya satu kali sehari. "Sekalian mandi dan mencuci pakaian," kata Palil.

Karena jauhnya jarak yang harus ditempuh, bersama warga dan perangkat desa, mereka pun meminta Tomo membuatkan Okemoto. Dengan biaya kurang dari Rp 5 juta, mereka pun mendapat alat dan pipa yang dipasang menuju ke rumah penduduk. Mereka pun tidak lagi ke sumber air untuk mandi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Setiap bulannya kami hanya iuran Rp 1.000 saja untuk perawatan Okemoto," ungkap Palil.

Tetapi, hingga sekarang, Tomo mengaku belum ada perhatian dari pemerintah. Padahal alat yang dibuatnya sudah tersebar di Malang Selatan. Tomo berharap, Pemkab Malang sadar manfaat yang bisa diambil dari Okemoto. Selain ramah lingkungan, alat ini tidak membutuhkan biaya besar untuk menjalankannya. (*)



Post Date : 13 Agustus 2007