Memulihkan Julukan "Bandung Bermartabat"

Sumber:Kompas - 04 Januari 2006
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Sampah busuk menumpuk dan berjatuhan ke badan jalan. Bau busuk melayang hingga malam hari, masuk ke kamar-kamar penduduk di sekitar Jalan Milenia, Desa Cihaur Geulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung.

Lalat terbang di rumah dan belatung naik ke halaman. Bau tak sedap menerobos area penciuman dalam hidung menyampaikan rasa tidak nyaman melalui saraf olfactorius pada otak.

Sensasi tidak menyenangkan yang terus-menerus datang membuat kelabu suasana hati beberapa ibu rumah tangga di Jalan Milenia. Karena tak tahan, mereka protes kepada ketua rukun warga (RW) setempat.

Kata ketua RW, sampah menumpuk karena tempat pembuangan akhir (TPA) sudah penuh, ujar Noneng (40), warga yang kesal oleh sampah saat ditemui Jumat (30/12). Tetapi, Noneng pasrah dan mengalah, menunggu TPA baru dibuka.

Begitu pula Wati (21), pemilik wartel di sebelah gunungan sampah Jalan Milenia, terpaksa mengungsi. Ia tidak tahan menunggu pengguna jasa telekomunikasi. Ia duduk di kios lain tak jauh dari wartelnya yang makin jarang didatangi pengunjung.

Saya malas masuk kios, bau sih. Lagipula, itu lho, belatungnya, menjijikkan, kata Wati.

Wati pun bercerita soal belatung yang sering merayap masuk, menelusuri dinding wartel, mengejutkan Wati karena binatang kecil itu membentuk koloni putih yang bergerak-gerak.

Kalau sudah banyak begitu, saya guyur pakai minyak tanah atau minta tolong orang lain menyiram dengan air dan menyapu kembali ke tumpukan sampah, ujar Wati.

Persoalan TPA menjadi populer hingga ke masyarakat bawah di Kota Bandung setelah TPA Leuwigajah runtuh bulan Februari 2005. Tepat saat musim hujan melanda Bandung, persoalan TPA pun muncul kembali.

Hari Sabtu (31/12), masa operasi TPA Jelekong di Kabupaten Bandung satu-satunya milik PD Kebersihan Kota Bandung berakhir. Hampir setahun PD Kebersihan Kota Bandung serta Dinas Kebersihan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung mencari TPA, tetapi hingga kini tidak menghasilkan keputusan apa pun.

Menurut Kepala Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat PD Kebersihan Kota Bandung, Sepfrianus Yosep, Jumat (30/12), sehari sebelum penutupan TPA, pejabat terkait masalah sampah dari tiga daerah menghadap Menteri Lingkungan Hidup di Jakarta untuk minta izin menggunakan TPA Citatah dengan status super darurat.

Sepertinya mereka berpikir, kalau sudah dapat izin, bisa langsung buang sampah ke TPA Citatah. Padahal, tidak begitu. Tetap harus melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), ujar Prof Dr Ir Enri Damanhuri, pakar persampahan dari Institut Teknologi Bandung.

Pembuatan amdal darurat butuh waktu 2-4 minggu. Adapun pembuatan amdal sesungguhnya perlu waktu enam bulan, dilanjutkan pembuatan desain kegiatan dan evaluasi. Idealnya, studi untuk menentukan penggunaan TPA sekitar dua tahun.

Karena super darurat itu pula, Yosep tidak ingin berkilah tentang kondisi sampah di awal tahun 2006. Mau menumpuk sampah sampai seberapa banyak lagi? Sehabis Lebaran, sampah TPS Puter tingginya menyamai tiang listrik. Mau seperti itu lagi? kata Lin (54), warga Jalan Puter. Saya sudah bolak-balik komplain, tetapi kayaknya Pemkot Bandung tidak peduli pada masyarakat, katanya.

Kini, Lin juga harus dipusingkan oleh pemungut sampah yang mabuk-mabukan dekat rumahnya. Mereka mabuk menghabiskan uang yang tak seberapa karena stres tidak mendapat pemasukan dari mengangkut sampah dari rumah ke rumah.

Apa pemerintah tidak kasihan melihat rakyat di Kota Bandung jadi seperti itu? ujar Lin.

Buat Lin, segala slogan indah yang dicanangkan pemerintah hanya omong kosong. Bandung Bermartabat mah hanya omong kosong, yang sudah jelas terlihat itu, Bandung Bersampah, katanya mengomentari slogan Bandung Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat (Bermartabat).

Enri juga sepakat dengan Lin kalau Bandung bersih hanya sekadar slogan. Enri mengatakan, Kota Bandung menyia-nyiakan momen untuk membangun Bandung yang bersih. Saat tragedi TPA Leuwigajah baru terjadi, masyarakat sudah menunjukkan keinginannya untuk terlibat.

Sayangnya, PD Kebersihan hanya berbisnis seperti biasa tanpa melakukan inovasi untuk mewujudkan dukungan positif masyarakat, kata Enri yang menyayangkan sikap PD Kebersihan yang selalu merasa terhambat oleh minimnya sarana.

Jangan-jangan, tahun-tahun mendatang masyarakat Kota Bandung harus merayakan kembali ulang tahun Bandung Lautan Sampah. (Yenti Aprianti)

Post Date : 04 Januari 2006