Mendambakan Kota Medan yang Bebas Banjir

Sumber:Kompas - 07 Desember 2004
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
PERSOALAN banjir di Kota Medan ternyata kini sudah menjadi penyakit kronis dan jadi tradisi tahunan. Sebetulnya berbagai upaya telah dikerahkan, dan tidak terhitung berapa dana yang dicurahkan di berbagai proyek penanganan banjir kota ini.

Namun, sampai sekarang banjir masih saja menghantui 2,1 juta jiwa warga Kota Medan. Ini karena banjir kini tidak bergantung jika hujan turun di hulu Sungai Deli saja, hujan di Kota Medan pun bisa menyebabkan orang Medan "tenggelam".

Dari pemantauan Kompas, di Medan terdapat sedikitnya 30 lokasi genangan banjir rutin tahunan. Di antaranya, kawasan Jalan Titi Papan mulai persimpangan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Gajah Mada, Jalan Kasuari, Jalan Sisingamanga Raja, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Abdullah Lubis, dan Jalan Mansyur.

Begitu pula sejumlah kawasan permukiman padat penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras mengguyur di bagian hulu sungai-sungai yang melintas Kota Medan.

Kepala Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Hafas Fadillah menyebutkan, dari sekian banyak kawasan permukiman di Medan daerah yang tergolong kronis dan parah terendam banjir antara lain adalah permukiman penduduk di Kelurahan Sungai Mati, Kelurahan Aur, Kelurahan Jati serta Labuhan Deli. Sumber banjir daerah-daerah ini biasanya adalah akibat luapan Sungai Deli.

Masalah banjir Kota Medan agaknya tidak terlepas dari kondisi geografis kota ini yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil beserta beberapa anak sungai lainnya. Sungai besar yang membelah Medan, misalnya, adalah Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut dan Sungai Serdang. Sedangkan sungai kecil, yaitu Sungai Batuan, Sungai Badera, dan Sungai Kera.

"Terkait dengan itu, untuk menangani banjir Medan secara tuntas, memang perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan," tegas Hafas .

Ia mengingatkan, masalah banjir Kota Medan selain ditangani dengan cara melakukan normalisasi dan penanggulangan sungai-sungai yang mengalir di dalam kota, juga harus dikombinasikan dengan penanganan sistem drainase yang terpadu. Sistem drainase inilah yang menjadi sarana yang membawa air dan genangan air ke sungai.

TENTANG keseriusan dalam penanganan banjir Kota Medan ini diakui secara tegas oleh Wali Kota Medan Abdillah.

Ia menyebutkan, selama sepuluh tahun terakhir saja upaya penanganan banjir sudah menghabiskan sedikitnya Rp 300 miliar. Namun, kenyataannya dana itu seperti air di padang pasir; seluruh uang rakyat itu habis entah ke mana, sementara banjir terus menjadi momok bagi warga kota.

"Penanganan banjir di Medan saat ini bukan terkendala, tetapi terprogram. Kami tidak mau Pemerintah Kota Medan bekerja hanya mengatasi saja. Coba lihat di APBD, dalam sepuluh tahun ini sudah habis dana sedikitnya Rp 300 miliar untuk penanganan banjir. Apa hasilnya?" ungkap Abdillah di Medan, Minggu (5/12).

Untuk menuntaskan banjir, pihak Pemkot Medan merasa perlu memakai jasa tim konsultan dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini membanjiri Kota Medan. Sebanyak tujuh peneliti yang dipimpin Ir HJ De Haan merupakan konsultan dari Rotterdam, Belanda.

Tim tersebut meneliti Sungai Denai, Kera, Parit Mas, Parit Sulang Saling, Deli, Babura, Putih, Sikambing, Belawan, dan beberapa drainase di kawasan inti kota, di antaranya Jalan Asia. Setelah mengamati kedalaman, luas, dan kemampuan sungai untuk menampung serta menyalurkan air ke laut, tim tersebut akan menyusun program kerja pengendalian banjir (sekitar Medan) secara menyeluruh.

Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah sedimentasi (pelumpuran) atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang terbiasa membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di Medan.

"Kami membutuhkan dana sedikitnya Rp 150 miliar untuk membangun drainase dan membenahi sungai agar aliran air dapat berjalan lancar. Jika dana itu tersedia, baik dari pemerintah pusat, provinsi, atau negara donor lain, maka masalah banjir Kota Medan akan teratasi dalam dua atau tiga tahun," ungkap Abdillah optimistis.

Saat ini langkah darurat Pemkot Medan dalam menangani banjir, yaitu dengan menggiatkan program pembersihan drainase di lokasi rawan banjir. Selanjutnya, Dinas Pekerjaan Umum Medan juga terus melancarkan pemetaan lokasi genangan air setiap musim hujan untuk persiapan darurat jika hujan lebat melanda Medan.

"Selama ini kita sangat lemah dalam pemeliharaan drainase. Kalau saja warga mau memelihara saluran air di lingkungannya, tentu masalah banjir di Medan akan jauh berkurang," ucap Wakil Wali Kota Medan Maulana Pohan secara terpisah.

Pohan tidak menampik bahwa beralih fungsinya daerah resapan menjadi permukiman juga turut menambah kuantitas banjir di Medan. Selain itu, pertumbuhan penduduk di sepanjang bantaran sungai yang juga berpotensi menimbulkan penyempitan sungai.

Saat ini di Medan terdapat sedikitnya 100.000 jiwa yang menetap di sepanjang Sungai Deli. Meski tiap tahun diterjang banjir, mereka tetap enggan pindah ke lokasi lain.

Kenapa Pemkot Medan tidak berupaya memindahkan warganya ke lokasi aman lain yang tidak di bantaran sungai? "Kami tidak memiliki dana untuk merelokasi mereka, karena itu membutuhkan dana sangat besar," ungkap Maulana.

KANDIDAT Doktor Perencanaan Wilayah Universitas Sumatera Utara (USU) Gindo Maraganti Hasibuan mengungkapkan, luas areal resapan air yang mencapai 9.000 hektar di Kota Medan kini semakin berkurang seiring bertambahnya permukiman penduduk. Akibatnya, genangan air yang selama ini cukup tertampung di kawasan tak berpenghuni, meluap ke kawasan permukiman.

Dia mencontohkan, areal persawahan di kawasan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang, yang kini berubah menjadi permukiman. Ini menyebabkan Sungai Selayang yang melintasi Jalan Dr Mansyur selalu meluap setiap hujan terjadi.

Menurut perhitungan, jika untuk areal seluas 600 hektar dibutuhkan kecepatan saluran air lima liter per detik untuk setiap hektarnya, maka pada hujan lokal akan terjadi akumulasi debit air sebesar 600 x 5 liter = 3 meter kubik per detik. Jika kemampuan drainase mengalirkan genangan tersebut hanya 1,5 meter kubik per detik, maka air yang tidak segera tersalurkan akan membanjiri (menggenangi) kawasan sekitarnya.

Gindo menyarankan, penanganan banjir Medan membutuhkan manajemen pengelolaan sungai yang tersendiri dan "berdaulat" di bawah Gubernur Sumatera Utara. Pasalnya, Sungai Deli yang melintasi Kota Medan berhulu dari Kabupaten Karo dan melintasi Kabupaten Deli Serdang sebelum akhirnya tiba di Kota Medan sehingga penanganannya selama ini menghabiskan energi hanya untuk "koordinasi". "Jadi penanganannya harus secara independen agar Pemkot Medan tidak lagi direpotkan oleh masalah banjir, karena Kota Medan ini berada di hilir. Sudah saatnya dibentuk badan otoritas yang khusus menangani Sungai Deli dan persoalannya," demikian Gindo.

Dijelaskan, degradasi lingkungan di hulu daerah aliran sungai (DAS) Deli yang berada di Kabupaten Karo dan Deli Serdang turut memberi kontribusi terhadap meningkatnya ancaman banjir di Kota Medan. "Sekarang ini di hulu Sungai Deli sudah mulai gundul, sehingga kalau hujan sedikit saja masyarakat di hilir pasti langsung terendam banjir," ujarnya.

Saat ini, luas hutan di hulu Sungai Deli hanya 3.655 hektar, atau tinggal 7,59 persen dari 48.162 hektar areal DAS Deli. Padahal, dengan luas 48.162 hektar, panjang 71,91 kilometer (km), dan lebar 5,58 km, DAS Deli seharusnya memiliki hutan alam untuk kawasan resapan air sedikitnya seluas 140 hektar, atau 30 persen dari luas DAS.

"Di sinilah dibutuhkan sebuah badan otoritas agar satu sungai bisa ditangani dalam satu perencanaan. Jika pemerintah hanya mengandalkan koordinasi antarpemerintah kabupaten dan kota di bawah pemerintah provinsi, implementasinya di lapangan sangat sulit terjadi," papar Gindo.

Badan otoritas tersebut, urai Gindo, bertanggung jawab penuh kepada gubernur atas pengelolaan sungai. Artinya, badan itu akan mencari sumber dana guna merawat DAS secara independen sejak hulu sampai ke hilir.

"Dengan badan otoritas ini, pemkot dan pemkab yang bersangkutan akan terbebas dari masalah banjir karena tanggung jawab sepenuhnya dilaksanakan oleh mereka," tambahnya.(hamzirwan/ahmad zulkani)

Post Date : 07 Desember 2004