Mengais Air dari Dasar Telaga

Sumber:Kompas - 27 Juni 2008
Kategori:Air Minum

Sebagian besar telaga di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, mulai mengering. Warga di Dusun Temu Ireng, Girisuko, Panggang, harus mengais air dengan membuat lubang di dasar telaga yang telah mengering. Air bersih harus digali, diendapkan, baru diciduk setelah mulai jernih. Selebihnya, hanya tersisa kubangan air berwarna coklat tua yang dimanfaatkan anak-anak kecil untuk bermain.

Rasikem (40) mengaku terpaksa mengonsumsi air dari dasar telaga tersebut meskipun baunya sudah tidak sedap. Selama musim hujan, air telaga dimanfaatkan untuk mencuci baju, mandi, dan memandikan ternak sehingga tak heran air endapannya pun berbau tak sedap. Setelah telaga mengering, Rasikem biasa mengambil tiga jeriken air tiap hari dengan cara menggali lumpur di dasar telaga.

Dari air yang sudah diendapkan, dibutuhkan waktu satu jam untuk mengisi tiga jeriken air yang masing-masing berkapasitas 20 liter. Warga pun sangat menghargai tiap tetesan air tersebut. Paiyono (45), misalnya, membawa gayung air untuk menadahi tetesan air dari jeriken bocor yang dijunjung di atas kepalanya.

Warga merasa masih bersyukur karena air di telaga tersebut cukup bening dan bisa dimasak untuk minum atau digunakan bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan memberi minum ternak. Air di telaga yang dipergunakan oleh lebih dari 200 keluarga ini sudah mengering sejak satu bulan terakhir.

Pada musim kemarau seperti saat ini, Rasikem dan lima anaknya harus benar-benar menghemat air. Apalagi harga air kian mahal dan menembus angka Rp 130.000 per tangki dengan volume 5.000 liter.

Rasikem terbiasa membeli dua tangki air selama musim kemarau. ”Harus ngirit. Tiap kali mandi dibatasi satu ember kecil,” tambah Rasikem sembari menyiduk air dari dasar Telaga Mataendro, Senin (23/6).

Berjalan kaki

Dalam beberapa hari ke depan, diperkirakan dasar telaga sepenuhnya kering. Sebagian warga saat ini harus berjalan kaki sekitar 3 kilometer pergi-pulang untuk mengambil air di sumber mata air Sanglor. Jarak tersebut ditempuh dalam waktu dua jam berjalan kaki. Jauhnya jarak semakin diperberat jalanan yang cenderung menanjak dari mata air menuju rumah.

Kesulitan air ternyata tak membuat warga menjadi serakah terhadap bantuan air gratis dari pemerintah. Ketika mobil tangki air dari Kecamatan Panggang tiba di Dusun Temu Ireng pada Senin awal pekan ini, misalnya, tak seorang pun warga yang datang berebut air. Mereka memilih menunggu pembagian air dari pemerintah desa supaya setiap rumah tangga bisa mendapat air secara adil.

Bantuan air gratis dari pemerintah tersebut nantinya akan dirembug sebelum dibagikan kepada warga. Tiap warga hanya memperoleh jatah empat jeriken yang habis dalam waktu satu hari.

Kepala seksi kesejahteraan sosial Panggang Hendro Dwilanto mengungkapkan, pengedropan air gratis baru mulai dilaksanakan pada pekan ke tiga bulan Juni. Prioritas pengedropan air ditujukan bagi warga miskin di daerah yang paling rawan kekeringan. Saat ini, hampir tiap dusun telah meminta air gratis dari pemerintah kecamatan.

Pada tahun ini, pengedropan air akan dilaksanakan di lima desa di Kecamatan Panggang. Tiap hari, mobil tangki air akan menyuplai air gratis enam kali. Total anggaran yang disediakan mencapai Rp 90 juta.

Untuk penyediaan air bagi warga, mobil tangki air harus menyedot air dari sumber-sumber mata air dengan membayar Rp 20.000 per tangki. Dana pembelian solar Rp 450.000 tiap hari. Sebagian dari sumur mata air masih dimiliki secara individual oleh warga.

Pada musim kemarau, air bagi warga Gunung Kidul memang ibarat napas untuk mempertahankan hidup. Oleh sebab itulah, mereka menghargai setiap tetes bagai menjaga tarikan napas itu sendiri.... Mawar Kusuma



Post Date : 27 Juni 2008