Mengelola Air Hujan dengan Biopori

Sumber:Media Indonesia - 19 Januari 2010
Kategori:Banjir di Jakarta

MUSIM hujan mulai tiba. Di beberapa daerah, musim hujan yang datang setiap tahun itu bisa menjadi malapetaka. Itu terjadi tatkala tidak ada lagi daerah resapan ketika air hujan jatuh ke permukaan bumi.

Kerusakan lingkungan di hulu hingga hilir adalah penyebabnya. Rusaknya hutan dan besarnya alih fungsi lahan hijau akibat pembangunan di semua kawasan mengakibatkan daerah resapan air tidak berfungsi normal. Tak mengherankan jika musim hujan identik dengan datangnya banjir.

Yang meresahkan, banjir tersebut menjadi momok menakutkan di wilayah perkotaan yang cenderung berdataran rendah. Hampir setiap musim hujan, daerah perkotaan selalu menjadi sasaran empuk air hujan saat mengumpul di dataran yang lebih rendah itu.

Hal itu bisa diminimalkan ketika ada upaya dari semua pihak untuk mengatasi banjir. Selain menggencarkan reboisasi di kawasan hulu misalnya, di bagian hilir seperti wilayah perkotaan juga perlu diperhatikan masalah resapan airnya.

Setidaknya, daerah resapan air itu dibuat di tiap lingkungan. Ada beberapa daerah yang sudah mulai menerapkan hal itu. Salah satunya gerakan pembuatan biopori di Kota Yogyakarta belum lama ini.

Jumlah biopori di seluruh Kota Yogyakarta itu kini sudah lebih dari 100 ribu titik. Modalnya pun sederhana. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memberikan dana stimulan dan bantuan 20 alat bor pada setiap kelurahan agar membuat biopori di lingkungan masing-masing.

Ke depan, jumlah biopori itu terus meningkat. Apalagi, selain dana bantuan dari pemkot setiap tahunnya, dana juga diperoleh dari dana swadaya masyarakat. Dengan begitu, pada 2011 jumlah ditargetkan akan mencapai 1 juta biopori di seluruh Kota Yogyakarta.

`'Biopori itu bisa dikatakan sebagai sumur resapan. Setiap titik biopori biasanya berdiameter sekitar 10-15 cm dengan kedalaman 100 cm,'' kata peneliti ekohidrolik, sungai, banjir dan lingkungan dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Agus Maryono.

Kendati demikian, ada pula biopori yang dibuat berukuran lebih besar. Biasanya, ukurannya berdiameter 1 meter dengan kedalaman 3-4 meter. Manfaat biopori berukuran besar itu sama besarnya dengan 300 biopori kecil.

Agus menjelaskan lubang resapan biopori itu sangat bagus diterapkan di perkotaan. Air hujan yang jatuh di permukaan, nantinya dapat meresap ke dalam tanah melalui biopori yang dibuat. Banjir di daerah perkotaan pun dapat teratasi. Tak hanya itu, masalah penyakit akibat genangan air hujan seperti penyakit demam berdarah bisa terhindari.

Pembuatan biopori itu pun lebih efektif ketimbang pembangunan drainase dan saluran air hujan yang selama ini dibangun di perkotaan. Jika melalui drainase, air yang tertampung hanya dialirkan dan dibuang ke saluran air menuju muara sungai. Sebaliknya, melalui biopori, air hujan yang jatuh teresap ke dalam tanah.

Untuk itu, sudah saatnya pula pembangunan di daerah perkotaan mulai memikirkan konsep biopori dalam mengelola air hujan ketika musim hujan tiba. Itu dilakukan, agar musim hujan tak selalu menghantui masyarakat di perkotaan.
(Sulistiono/S-8)



Post Date : 19 Januari 2010