Mengolah Uang, Mengolah Sampah Kota

Sumber:Jurnal Nasional - 05 Desember 2012
Kategori:Sampah Luar Jakarta
AKTIVITAS warga terlihat riuh. Salah satu gudang di sudut jalan itu menjadi pusatnya. Ada para ibu yang membawa buku tabungan. Ada pula sekelompok remaja yang membawa kardus berisi botol plastik. Yang lain sibuk mengangkut berbagai jenis kertas dan barang-barang bekas lainnya. Jadilah sudut gudang di Kelurahan Purbalingga Kidul wilayah Kota Purbalingga Jawa Tengah ini semakin ramai.
 
Di depan gudang, ada papan bertuliskan “Bank Sampah Sami Maju". Papan nama itu mungkin menjadi jawaban keriuhan penduduk sekitar yang biasa menyemut setiap harinya. Suparno, salah seorang pengelola bank sampah, repot menimbang setiap jenis sampah. Sedangkan seorang lainnya kewalahan merekapitulasi buku rekening atau melakukan pembayaran kepada nasabah.
 
“Di tanggal tua seperti saat ini, tempat kami memang menjadi andalan ibu-ibu untuk mendapatkan tambahan uang belanja. Ada yang mengambil tabungan, ada pula yang sekalian menyetorkan sampah," kata Suparno.
 
Pengurus manajemen Sami Maju, Eko Susanto menjelaskan, meski baru berdiri sejak Mei 2012 lalu, keterlibatan warga sekitar cukup tinggi. Itu dibuktikan dengan partisipasi ratusan warga Kelurahan Purbalingga Kidul yang aktif sebagai nasabah.
 
Dengan konsep ini, warga tidak akan rela membuang sampah di sembarang tempat. Itu karena pengelola bank telah menanamkan manfaat finansial dari setiap sampah kepada para nasabahnya. Syaratnya mudah, para nasabah wajib menerapkan pola pemilahan sampah untuk mempermudah proses penyetoran dan penentuan bobot serta harganya.
 
“Masyarakat bosan dengan ceramah tentang kebersihan lingkungan hidup. Itu tidak penting untuk mereka. Yang kami tanamkan adalah, setiap sampah bisa jadi duit, asalkan dipilah atau dikelola terlebih dahulu. Bahasa seperti ini yang lebih diterima oleh warga kami," kata Eko Susanto.
 
Dengan konsep seperti itu, maka wajar jika produk sampah yang diterima masih sebatas nonorganik bernilai jual seperti logam bekas, botol kaca dan plastik, kertas, kardus serta plastik kemasan.
 
“Khusus untuk sampah organik, kami mengarahkan warga untuk menguburnya hingga menjadi kompos," tutur Eko.
 
Rencananya, pada tahun 2013 nanti, pengelola bank sampah akan menambah satu produk yakni tabungan kompos. Tujuannya agar para nasabah semakin giat mengolah sampah organik menjadi kompos. Sementara pengelola akan menerima dan bekerja memasarkan produk tersebut kepada masyarakat luas.
 
Kaum ibu rumah tangga di Kelurahan Purbalingga Lor pun tidak mau ketinggalan dalam kegiatan 3 R (Reduce Reuse Recycle). Karena paling mudah dilakukan, program favorit ibu-ibu adalah membuat kompos dari sampah organik dapur. Cukup dengan menguburkan sampah dedaunan, sisa sayuran dan buah-buahan ke dalam lubang biopori, berkilo-kilo kompos bisa dihasilkan dalam waktu dua bulan.
 
“Dengan menambahkan bakteri khusus, sebenarnya bisa membuat kompos lebih cepat. Tapi sepertinya ibu-ibu lebih suka cara yang alami saja,‘ tutur Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat Purbalingga Lor, Ny Suyatno.
 
Berbeda dengan konsep bank sampah, produk kompos yang dihasilkan tidak untuk dijual. Lubang biopori yang penuh dengan kompos, dimanfaatkan untuk menanam sayuran. Sudah pasti, hasil perkebunan sehat praktis dan hemat ini, hanya untuk konsumsi rumah tangga sendiri.
 
Pihak Sami Maju menggandeng sejumlah pihak ketiga dalam hal mendaur ulang sampah. Salah satunya adalah SMP Negeri 4 Purbalingga. Siswa-siswa di SMP tersebut ternyata memiliki kreativitas membuat barang-barang kerajinan berbahan dasar sampah plastik kemasan.
 
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Purbalingga, Masrun mengungkapkan, awalnya sekolah hanya memanfaatkan sampah organik di sekitar lingkungan untuk memproduksi pupuk kompos. Namun di luar dugaan, sejumlah siswa justru mendaur ulang plastik bekas kemasan makanan ringan menjadi kotak pensil, tas belanja, tali tambang dan tikar.
 
“Yang memelopori adalah siswa Kelas VIII, Kris Ardianto dan teman-temannya. Akhirnya Program 3 R kami jadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler di SMP Negeri 4 Purbalingga,‘ kata Masrun.
 
Kepada Jurnal Nasional, Kris Ardianto mengaku tergelitik melihat potensi dari berbagai jenis sampah nonorganik di sekitar sekolahnya. Daripada terbuang dan mengotori halaman, dia dan beberapa teman mencari berbagai artikel tentang pemanfaatan sampah plastik.
 
“Di internet kan banyak artikel tentang kerajinan dari sampah. Sebagian ide, kami ambil dari internet dan sisanya kami kembangkan sendiri sesuai dengan selera kami,‘ kata Kris.
 
Sayangnya produk unik hasil kreativitas mereka hanya digunakan untuk keperluan sendiri atau belum dipasarkan. Meski demikian, para remaja ini yakin kegiatan yang mereka tekuni akan memberikan manfaat di masa mendatang. Tidak hanya untuk mereka namun juga lingkungan dan masyarakat sekitar. Timur Arif Riyadi


Post Date : 05 Desember 2012