Mengubah Air Rawa Menjadi Siap Minum

Sumber:Media Indonesia - 22 Juni 2009
Kategori:Air Minum

KALIMANTAN Selatan bisa jadi mencatatkan dirinya sebagai daerah kaya sumber daya alam. Namun, untuk urusan air bersih, yang satu ini ternyata masih jadi kendala bagi mayoritas penduduknya

Karakteristik daerah yang didominasi lahan bergambut dan sungai memaksa warga harus mengonsumsi air kotor

Apalagi, saat ini sudah dua bulan kemarau melanda wilayah ini. Warga di banyak sudut kawasan mulai sulit mendapat air, baik untuk keperluan sehari-ha ri maupun lahan pertanian mereka

Kondisi inilah yang dialami Siti Bulkis, 55, warga De-sa Panggalaman, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar. Siang itu, bersama sejumlah warga, ia sedang berburu air di tengah areal persawahan yang mengering

Wajahnya tampak merah kehitaman dan sekujur kulit tubuhnya legam terbakar matahari

Di daerah ini, warga terpaksa membuat sumur dan menggali saluran air di tengah sawah

Tak jarang, air baru ditemukan di kedalaman belasan meter dari permukaan tanah

Karena lapisan bawah adalah tanah gambut, maka air yang keluar pun kehitaman dan keruh. Meski demikian, warga terpaksa mengandalkan air kotor itu untuk keperluan sehari-hari. “Kadang-kadang dengan patungan kami membeli air bersih dari pedagang air di kota,” ungkap Siti

Saat kemarau, sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk mencari air. Kegiatan pertanian terhenti. Kaum pria mencari kerja lain, sebagai buruh bangunan dan kerja serabutan lain

Kondisi ini tidak hanya dialami warga Gambut. Ribuan warga di pedalaman Rawa, Ke camatan Danau Panggang, Ka bupaten Hulu Sungai Utara, juga mengalaminya. Bahkan, sebagian besar warga pinggir an di 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan masih menggunakan air dari rawarawa, sungai, dan sumur

“Mayoritas warga di Kalsel masih mengonsumsi air dari sungai dan rawa-rawa dengan kualitas yang rendah,” tutur Muslih, Direktur Teknik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, Banjarmasin

Hanya di Banjarmasin, 90% warganya mendapat pasokan air bersih dari PDAM. Di 12 kabupaten dan kota lain, PDAM hanya mampu menjangkau 20% warganya. Teknologi karbon aktif Masalah yang sudah bertahun-tahun inilah yang menginspirasi kalangan akademisi di daerah. Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, salah satunya

Setelah melalui proses panjang, peneliti di lembaga ini menemukan sebuah teknologi yang bisa mengubah air rawa gambut menjadi siap minum

“Kita menyebutnya teknologi karbon aktif untuk penjernih air,” kata Ketua Lembaga Penelitian Unlam Banjarmasin, Akhmad Kurnain. Dengan menempatkan karbon aktif, air kotor yang berasal dari rawa atau lahan gambut dapat berubah menjadi bersih, bahkan siap minum

Air tak layak itu diolah menjadi air yang jernih dengan mem buat sistem fi lter. Sistem ini terdiri dari pompa air, bak penampung air gambut, dan tabung fi lter. Ketiga komponen dihubungkan dengan pipa

Tabung filter dibuat dari kom posisi terdiri atas kerikil, pasir, busa, kertas filter, dan karbon aktif. Bahan yang terakhir itu terbuat dari tanah gambut yang telah diaktivasi secara fi sika dengan pemanasan pada rentang suhu 400-500 derajat celsius

Karbon aktif mampu mengurangi kadar keasaman, kadar logam, bau dan mengurangi kekeruhan air. Walhasil, sistem fi lter bisa memperbaiki kualitas air gambut, dan menjadikannya layak pakai, baik minum, masak, juga cuci dan mandi

Hanya saja, teknologi yang mulai dirintis sejak 2007 oleh Fakultas Teknik Unlam ini baru berupa prototipe. Penerapannya juga masih dalam skala kecil

“Kita telah memproses te muan ini untuk dipatenkan sehingga ke depan dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat luas,” tambah Akhmad Kurnain

Sekitar 40% atau 1,4 juta hek tare lahan di Kalsel adalah tanah basah atau lahan gambut

Daerah ini merupakan kawasan rawa karena tergenang air, baik secara musiman maupun permanen

Dari sifatnya, lahan gambut mengandung pirit, suatu mineral endapan marin pada tanah jenuh air, bahan organik, dan sulfat. Saat kemarau endapan ini mudah teroksidasi membentuk pemasaman tanah dan melepaskan ion besi dan aluminium. Karena itu, air dari lahan gambut sangat tidak layak dikonsumsi

Demikian juga dengan air dari sungai yang banyak diandalkan warga. Hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Daerah memperlihatkan sejumlah sungai, seperti Riam Kiwa dan Sungai Tabuk, memiliki kandungan logam berat sangat tinggi

Salah satunya logam berat berupa arsen (AS), yang kandungannya jauh di atas batas normal 0,005 Mg/liter. Padahal, arsenik adalah racun yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian

Kandungan merkuri (Hg), besi (Fe), serta kandungan ecoli-nya juga mencapai 1.600, di atas batas normal 1.000

Kesimpulannya, sungai dan air baku di Kalsel tidak layak dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan

PDAM Banjarmasin juga mengeluhkan kondisi ini. Tingginya tingkat kekeruhan sungai membuat perusahaan ini harus mengeluarkan dana besar untuk proses penjernihan air. (Denny Susanto) 



Post Date : 22 Juni 2009