Menjaga Air Tetap Mengalir

Sumber:Kompas - 01 Desember 2008
Kategori:Air Minum

Musim kemarau pada tahun 2008 yang baru saja berlalu meninggalkan kesan mendalam bagi Basori Setyawan (30). Tahun ini, dia dan keluarga baru saja melalui sebuah "revolusi besar", yakni tidak lagi kesulitan air bersih seperti kesehariannya selama sembilan tahun terakhir.

"Air sudah mencukupi sehingga sekarang saya tidak perlu lagi mandi dan mencuci di sungai," ujar petani sayur-mayur yang tinggal di kaki Gunung Sindoro, di Desa Kledung, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung.

Bagi Basori, kesulitan air berakhir adalah hal yang patut disyukuri. Hal itu pertanda alam lingkungan di kawasan Gunung Sindoro yang rusak karena penggundulan hutan dan penjarahan kayu, kini mulai berangsur pulih.

Penjarahan kayu marak terjadi pada saat krisis moneter tahun 1998. Perhutani mengizinkan warga untuk bercocok tanam sayur-mayur di kawasan hutan karena penggundulan hutan tidak terkendali. Syaratnya, pada bagian terasering harus ditanami tegakan kayu.

Kesepakatan itu dipatuhi warga. Namun, setelah pohon tumbuh semakin tinggi dan besar, mereka menebang pohon-pohon itu dan kawasan Gunung Sindoro kembali gundul. Akhirnya, selama lima tahun Perhutani menutup kawasan Gunung Sindoro untuk warga. Perhutani menghijaukan kawasan melalui penanaman bibit pohon dengan melibatkan warga.

Namun, hutan tidak langsung pulih hanya melalui aksi penghijauan. Kerusakan lingkungan menyebabkan pada musim kemarau tahun 1999-2007, Basori terbiasa mandi dan mencuci di Sungai Sirebut dan Sungai Jurang. Setiap tahun, dia selalu mandi di sungai yang berjarak satu kilometer dari rumahnya itu selama dua bulan, Agustus dan September.

Menurut Basori, dia terpaksa mandi di sungai karena pompa air di rumahnya hanya mampu mengalirkan sedikit air. Sehari, aliran air dari pompa hanya mampu sekali mengisi bak mandi yang berukuran 2 x 1 meter persegi.

Sangat berbeda dengan saat musim hujan. Pompa selalu mengalirkan air hingga memenuhi isi bak hingga empat kali sehari.

Namun, kini Basori berlega hati. Krisis air bersih tahun ini tidak ada lagi karena hutan di pos peristirahatan I dan III kembali rimbun. Di jalur pendakian Gunung Sindoro itu, tinggi pepohonan mencapai dua-tiga meter. Namun, kondisi itu tidak juga membuat Basori tenang. Pasalnya, walau tidak segencar tahun 1998, warga tetap menebang pepohonan.

Aksi penjarahan kayu itu juga marak di Gunung Sumbing. Kepala Dusun Garung, Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Parsidi, mengatakan, para penebang pohon liar ini datang dari Desa Reco, Kecamatan Kertek, dan empat dusun di Desa Butuh, yaitu Dusun Garung, Dusun Butuh, Sijeruk, dan Cangklok.

"Sebagai perangkat dusun, kami sudah mengingatkan. Namun, warga masih belum sadar akan pentingnya menjaga kelestarian hutan," ujar Parsidi.

Warga biasa memanfaatkan kayu tebangan sebagai kayu bakar. Para penjarah biasanya beraksi waktu subuh dan turun gunung sembari menggendong kayu sekitar pukul 09.00. Polisi hutan jarang mengetahui aksi mereka karena mereka selalu beraksi saat hari masih gelap.

Hutan sasaran mereka adalah kawasan hutan di pos peristirahatan II jalur pendakian Gunung Sumbing yang berjarak dua kilometer dari Dusun Garung. Mereka sering mencuri pohon akasia.

Penjarahan itu menyebabkan 25 persen kawasan hutan terlihat gundul. Total luas kawasan itu 20 hektar.

Menurut Parsidi, penggundulan hutan menyebabkan tiga sumber air, yaitu Sigandul, Pengkol, dan Bujid, menyusut saat kemarau.

"Saat musim hujan, air di bak selalu luber dan terbuang percuma. Saat kemarau, bak baru penuh setelah diisi seharian," ujarnya. Hutan gundul berarti muncul krisis air lagi. (REGINA RUKMORINI)



Post Date : 01 Desember 2008