Menyulap Dadap Jadi Beradab?

Sumber:Suara Pembaruan - 07 Maret 2005
Kategori:Drainase
Pro-kontra masalah pengembangan kawasan Dadap berlanjut. Bahkan, pembicaraan soal Dadap sudah menasional setelah anggota Komisi VII DPR membahasnya sampai harus membentuk panitia kerja (panja). Hingga pekan ini, belum ada kepastian akan dikemanakan Pantai Dadap. Apakah pengembang Koperasi Pasir Putih harus hengkang? Ataukah reklamasi akan dilanjutkan dengan syarat-syara tertentu? Semuanya masih simpang-siur.

RERIMBUNAN pohon api-api ataupun bakau, mungkin hanya cerita usang yang pernah menjadi legenda bagi kawasan Pantai Dadap, di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang berada di garis pantai utara Pulau Jawa itu.

Semuanya musnah karena kikisan ombak laut yang ganas dan kini sudah menenggelamkan sekitar satu kilometer daratan yang berada di bibir pantai. Pantai pun makin porak-poranda dengan adanya usaha reklamasi yang tidak terarah selama empat tahun belakangan ini.

Pantai Dadap sebenarnya sudah hancur sejak 20 tahun yang lalu. Jangan berharap menemukan hamparan pasir yang bisa dijadikan tempat berwisata di kawasan Pantai Dadap ini. Yang bisa dite- mukan adalah kawasan yang penuh lumpur dan tumpukan sampah. Tidak tahu lagi mana yang disebut bibir pantai karena tidak ada bekas ombak yang bisa dijadikan batas daratan dan lautan.

Pemerintah Kabupaten Tangerang, maupun pemerintah pusat, tidak pernah memperhatikan kawasan pantai utara, terutama Dadap. Tidak pernah ada upaya penghijauan untuk mencegah abrasi.

Pemerintah juga seolah tutup mata dengan keadaan masyarakat setempat. Sementara warga yang telah merasa bosan dengan berbagai usulan dan permohonan kepada pemerintah, akhirnya menjadi ikut tidak peduli.

Perkampungan nelayan yang kumuh, lingkungan yang padat, dan adanya lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) menambah daftar panjang beban yang harus dihadapi pejabat Desa Dadap. Semula, Dadap disebut-sebut sebagai kawasan suaka.

Namun, karena lahan yang ada sudah tidak produktif, Pemkab Tangerang kemudian mengubah peruntukannya menjadi kawasan industri terbatas dan pergudangan. Dalam waktu singkat, Desa Dadap yang terletak berbatasan dengan Bandara Soekarno-Hatta tumbuh pesat. Kawasan pergudangan tumbuh bak jamur di musim hujan.

Demikian pula berbagai unit usaha kecil dan menengah ikut menyemarakkan pembangunan desa ini menjadi bagian pertumbuhan kawasan bandara. Yang belum tersentuh hanya bagian utara.

Kawasan pantai ini seolah memang disisakan buat nelayan miskin yang harus terus melaut untuk mendapatkan penghasilan. Sampai kemudian akhirnya Pemkab Tangerang memberikan kesempatan kepada Koperasi Pasir Putih untuk mengembangkan kawasan Pantai Dadap menjadi objek wisata terpadu.

Tidak tanggung-tanggung, koperasi yang berperan sebagai pengembang ini akan menyulap Dadap menjadi kawasan wisata internasional seluas 150 hektare dengan nilai investasi sekitar Rp 1,5 triliun. Lahan yang akan ditempati koperasi yang "kaya raya" itu, sebagian dengan menguruk daerah yang terkena abrasi.

Nantinya, di kawasan ini akan dibangun hotel, apartemen, perumahan mewah dan sebagainya. Pemberian izin inilah yang kemudian memunculkan kontroversi berkepanjangan.

Bupati yang semula mengaku tidak tahu akan adanya aktivitas reklamasi sempat berang. Bupati bahkan menghukum stafnya Dedi P, mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabu-paten Tangerang dengan cara menurunkan eselonnya dari eselon dua ke eselon tiga.

Bupati merasa wewenangnya dilangkahi Dedi P karena dia telah membuat surat keputusan sendiri dengan mengizinkan Koperasi Pasir Putih untuk mengembangkan Pantai Dadap menjadi kawasan wisata. Namun, bupati juga yang kemudian melegalkan reklamasi Dadap dengan mengesahkan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pada akhir Desember lalu, sampai kemudian diprotes DPR dan meminta bupati kembali mencabutnya.

Tak jelas alasan bupati melegalkan Amdal tersebut, kendati dokumen ini disusun berdasarkan hasil kerja Tim Amdal yang melibatkan masyarakat, instansi terkait dari dinas lingkungan hidup, serta pihak-pihak berwenang lainnya.

Mengapa pula kawasan Dadap, yang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), disebutkan selain sebagai kawasan wisata? Pantai Dadap juga termasuk dalam kawasan yang patut dilindungi, tetapi kemudian direvisi lagi menjadi kawasan pengembangan industri terbatas, pergudangan, serta untuk kawasan wisata.

Dalam Pasal 18 ayat 2 sesuai dengan Keppres Nomor 32 tahun 1990 disebutkan, kawasan sempadan pantai meliputi kawasan sepanjang garis pantai di Kecamatan Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, Teluknaga, dan Kosambi yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter diukur dari air pasang tertinggi ke darat. Selain Kecamatan Kosambi, juga disebutkan dalam Pasal 19 Perda Nomo 3/3/1996 itu sebagai kawasan suaka alam.

Dalam RTRW itu disebutkan juga, Kecamatan Kosambi dijadikan sebagai Pusat Pertumbuhan Strata III, yakni sebagai kota-kota kecamatan yang melayani wilayah kecamatannya sendiri dan diproyeksikan dapat melayani wilayah kecamatan yang lain. Dadap memang menjadi sentra pertumbuhan Kosambi.

Untuk mendukung pengembangan wilayah, Kosambi bersama Teluknaga juga disebutkan sebagai daerah yang dipersiapkan untuk pengembangan perhubungan udara yang berorientasi pada pendayagunaan ruang dirgantara untuk menunjang kepentingan transportasi udara, pariwisata, pertahanan, dan keamanan udara, serta upaya pelestariannya dengan mengutamakan pada keselamatan penerbangan dan penataan ruang sekitar bandar udara.

Menurut Taufik Emil, Kasi Perencanaan Tata Ruang, Subdin Tata Ruang Kabupaten Tangerang kepada Pembaruan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang merupakan dasar rencana strategis kabupaten. RTRW yang sudah tercantum dibuat untuk masa 10 tahun mulai 2002 hingga 2010.

Dikatakan, untuk mempercepat wilayah pengembangan Kosambi sebagai pusat pertumbuhan strata III, yakni sebagai pusat pelayanan regional di wilayahnya, sudah dibuat perencanaan sistem transportasi yang disebut dengan sistem jaringan jalan lingkar utara.

Jalan itu meliputi ruas batas DKI Jakarta-Kosambi-Teluknaga-Mauk-Sukadiri-Kemiri-Kronjo-Kresek. Jalur ini akan terinterkoneksi dengan jalur luar pantai utara Jawa dihubungkan pada ruas Kronjo-Kabupaten Serang, Banten dan pengembangan jaringan jalan pesisir pantai (coastal road).

Kawasan ini kelak akan mendukung pengembangan kawasan wisata pantai terpadu dan pengembangan pelabuhan niaga, pelabuhan perikanan, dan pelabuhan kayu.

Dalam tata ruang wilayah disebutkan juga, Kosambi bersama Teluknaga sebagai pengembangan wilayah dengan peruntukan kegiatan industri terbatas (pergudangan) dan sebagai daerah kawasan wisata yang diarahkan pada pengembangan kawasan wisata pantai terpadu dengan andalannya Pantai Tanjung Dadap.

Dipertahankan

Jadi sejauh ini, keberadaan hutan bakau di Kosambi hingga ke Teluknaga masih akan dipertahankan sehingga sulit untuk diubah peruntukannya.

Menurut Tubagus Dudy Chumaidi, juru bicara Koperasi Pasir Putih, pihaknya sudah mengantongi izin usaha sejak awal melalui instansi terkait. Kalau kemudian izin itu dipermasalahkan, seharusnya bukan mereka yang disalahkan tetapi pejabat dan instansi terkait.

"Kami kan hanya tamu yang menanam modal. Seharusnya kami diberi kemudahan bukan 'diobok-obok' seperti ini. Kalau memang tidak boleh kenapa tidak dari awal ditolak. Jangan sekarang ketika uang kami sudah banyak habis beratus miliar," keluh Dudy kepada Pembaruan.

Perubahan RUTR tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Perubahan Tata Ruang Nasional.

Berdasarkan aturan itu, sekitar 20 km dari 50 km total panjang pantai di Kabupaten Tangerang atau dari Dadap Kosambi hingga Pantai Tanjung Kait, Kecamatan Pakuhaji, dialokasikan untuk kawasan wisata. Kepala Subdinas Tata Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Tangerang, Ir Didin Samsudin mengatakan, direvisinya RUTR tersebut karena terjadinya perubahan fungsi lahan secara besar-besaran di kawasan tersebut akibat dieksploitasinya lahan untuk pertambakan dan abrasi pantai.

Lalu, mau dikemanakan Pantai Dadap kini setelah berbagai keputusan kontroversial bermunculan?
PEMBARUAN/DEWI GUSTIANA

Post Date : 07 Maret 2005