Menyulap RW Kumuh

Sumber:Koran Tempo - 27 Februari 2012
Kategori:Sampah Jakarta

JAKARTA - Dua unit mesin pencacah daun terdengar meraung-raung memecah kesunyian di lingkungan RT 02 RW 04 Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Paidi, 51 tahun, dan empat rekannya sedang memasukkan dedaunan kering dan ranting-ranting kecil ke mesin itu. Mereka seolah tak menghiraukan teriknya sinar matahari. 

 
"Rumah kompos kami sudah diresmikan pada Ahad 19 Februari lalu," ujar Sofwan Lutwi, Ketua Rukun Warga 04 saat ditemui Tempo, Jumat pekan lalu. Satu unit mesin pencacah itu, kata dia, diperoleh dari Official Development Assistance (ODA) Jepang. Alat itu dipakai warga untuk membuat pupuk kompos. Harga kompos dijual Rp 7.500 per 5 kilogram.
 
Upaya mengelola kebersihan juga dilakukan warga RW 04 dengan mengolah sampah anorganik menjadi beragam barang kerajinan. Mimi Sularti, 55 tahun, fasilitator warga, mengatakan plastik dan bekas botol air mineral bisa 'disulap' oleh para ibu rumah tangga menjadi tas, dompet, atau pembungkus ponsel. 
 
"Kami jual saat ada pameran. Kadang juga perorangan yang datang ke sini. Harganya sekitar Rp 20-150 ribu per produk," kata Mimi. Ia mengaku dalam sebulan bisa mengantongi pendapatan Rp 1,5 juta.
 
Sofwan Lutfi mengaku bangga atas prestasi warganya. Padahal pada 2007, pihaknya termasuk dalam RW binaan Pemerintah Kota Jakarta Barat. Kawasannya sering kali dilanda banjir setinggi pinggang orang dewasa di musim hujan. Namun, setelah membuat 800 sumur resapan, kawasan itu bebas banjir. 
 
"Pemkot melihat ada kesadaran di kawasan kami, lalu kami dijadikan RW binaan," kata dia saat dihubungi kemarin. Program keamanan pun mulai berjalan dan sistem manajemen kebersihan menjadi lebih baik. Pada 2009, RW itu menjadi kawasan unggulan dan setahun kemudian terpilih sebagai RW teladan se-DKI Jakarta. 
 
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan program penataan RW kumuh dilakukan mulai 2007 dan berakhir tahun ini. Kriteria RW kumuh terbagi menjadi tiga, yakni RW kumuh ringan, sedang, dan berat.
 
Menurut dia, 10 kriteria yang dipakai dalam menilai kumuh atau tidaknya sebuah RW di antaranya kepadatan penduduk, ventilasi, tata letak bangunan, konstruksi, kepadatan bangunan, infrastruktur, drainase, air bersih, pembuangan limbah manusia, dan pengelolaan sampah. 
 
Selain itu, ada pula program percepatan pemberdayaan masyarakat di RW binaan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana yang dikoordinasikan oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat DKI Jakarta, Mara Oloan Siregar. Program ini akan diberikan kepada 267 RW binaan di 267 kelurahan.
 
Menurut Mara, pemerintah berkomitmen dalam memperbaiki sanitasi dan menyediakan pendidikan anak usia dini. "Ada pula pelatihan untuk mendorong masyarakat hidup sehat, seperti mengajarkan pemanfaatan pupuk kompos, pentingnya ASI eksklusif, pembuatan kebun bergizi atau apotek hidup, pemanfaatan RTH, dan posyandu lansia," kata dia. ADITYA BUDIMAN | AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | SRI SUGIARTI | MARTHA W SILABAN


Post Date : 27 Februari 2012