Menyulap Sampah Jadi Rupiah

Sumber:Republika - 19 September 2012
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Masalah sampah timbul ketika timbunan barang bekas maupun sisa bungkus makanan dibiarkan terus menumpuk dan menimbulkan bau menyengat. Terlebih, masalah lebih besar untuk jangka panjang tidak dapat dihindari jika sampah-sampah rumah tangga yang berasal dari plastik tidak mampu diproses mikroorganisme di dalam tanah sehingga melebur. Sebab, hal itu hanya pada sampah organik.
 
Sampah-sampah plastik merupakan sampah khusus. Artinya, sampah itu harus mendapat perlakuan khusus. Tidak boleh dikubur dalam tanah dan tidak boleh dibuang sembarangan. Padahal, plastik menjadi penyumbang besar keberadaan sampah di kota modern seperti Jakarta. Setiap hari, setiap orang pasti membuang sampah untuk setiap kebutuhan rumah tangganya.
 
Untuk mengurangi besarnya sampah plastik di Jakarta dan sekitarnya, dibutuhkan ide brilian. Butuh seseorang bermental baja agar mau berurusan dengan sampah-sampah itu. Bahkan, di tangan orang yang tepat, sampah plastik dapat menjelma barang unik bernilai jual tinggi. Itulah yang dilakukan Muhammad Romdhan Aprian. Di tangan warga Bugel Mas Indah, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Banten ini, sampah plastik bekas minuman menjelma menjadi komoditas dagang yang menggiurkan.
 
Mahasiswa semester V salah satu kampus informatika itu mulai berurusan dengan sampah plastik sejak dua tahun lalu. Perkenalannya dengan daur ulang sampah terjadi saat dia dan 29 temannya yang tergabung dalam Pramuka Saka Bhakti Husada menda- pat pelatihan daur ulang sampah menjadi beraneka barang unik. Selesai mendapat pelatihan dasar bagaimana mengubah sampah menjadi barang jadi, sosok yang akrab dipanggil Rian ini ketagihan.
 
Menurutnya, kondisi sampah di Jakarta dan sekitarnya sudah sangat mengkhawatirkan. Pengelolaan sampah yang dilakukan saat ini dinilai masih belum cukup untuk merapikan sisa bungkus maupun bekas makanan dan minuman. Rian kemudian mengajak teman-temannya untuk serius terjun di bisnis daur ulang sampah ini. 
 
Saat itu modal pertama hanya Rp 1 juta. Dengan uang Rp 1 juta itu, Rian dan rekannya mengumpulkan sampah botol soda, botol air mineral, plastik bia sa, maupun alumunium foil. Dari tangan kreatif mereka, sampah-sam - pah itu disulap menjadi tas laptop, kap lampu, dan bingkai foto.
 
Sadar dengan sulitnya pemasaran, produk-produk "sampah" tersebut diikutkan pameran hasil usaha kecil me ne ngah (UKM) tingkat Kabu paten/Kota Tangerang, Banten. Tak disangka, produk "sampah" buatan Rian dan teman-temannya laris manis. Semua produk yang dipamerkan ludes terjual. Bahkan, banyak pengunjung rela menunggu barang dari sampah tersebut karena telah kehabisan. 'Sampai banyak pengunjung yang rata-rata pejabat pesan barang ke kita karena sudah kehabisan," cerita Rian.
 
Padahal, produk hasil daur ulang sampah ini tak dihargai rendah. Sebuah kap lampu dihargai mulai Rp 27 ribu. Bingkai foto atau piagam dijual Rp 7.000. Untuk tas laptop Rian dilepas Rp 80 ribu. Tas jinjing dihargai mulai Rp 15 ribu. Lalu, tempat perala- tan alat tulis kantor dihargai Rp 15 ribu. Dari modal awal Rp 1 juta, Rian dan teman-temannya di sanggar meraup keuntungan bersih Rp 2 juta.
 
Tak sampai di situ, Rian mulai bergerak menyambut permintaan pasar dengan terus berproduksi. Dia mulai mengoordinasi teman-temannya yang kebanyakan masih pelajar untuk terus berkarya. Tetapi, jumlah pegawai yang sebelumnya sekitar 30 orang menyusut hingga 20 orang. Sepuluh orang di antaranya pengurus inti yang terus berproduksi. Untuk membangkitkan semangat teman-temannya, banyak di antara produk yang dihasilkan lang- sung dibeli Rian. Lalu, Rian yang berhubungan dengan pasar. Dalam sepekan, Rian mampu memproduksi minimal 10 kap lampu dan 15 bingkai foto.
 
"Yang paling banyak diminati kap lampu, bingkai foto, lukisan, dan tas laptop," ungkap Rian sembari menun- jukkan hasil produk daur ulang sam- pahnya. Sekarang, dari bisnis daur ulang sampah ini Rian mampu meraup omzet Rp 10 juta per bulan. Bersama An di ka, Dede, Syifa, Rokiyah, Jaka, Astri, Fini, dan Ari, Rian terus berpro- duksi di luar waktu utama mereka sekolah dan kuliah. Sebab, menurut Rian, sekolah merupakan kewajiban utama. Jadi, bisnis usaha daur ulang sampah ini tidak mengganggu kewajib an utama yakni menuntut ilmu.
 
Rian mengungkapkan, kendalanya dalam menjalani bisnis daur ulang sampah ini terletak pada inovasi produk dan jumlah produksi. Inovasi produk merupakan sebuah tantangan agar hasil daur ulang sampah bukan menjadi barang murahan. Inovasi ini menjadi syarat utama produk daur ulang sampah banyak menarik minat pembeli. Sebab itu, Rian terus berupaya untuk mengejar inovasi produk serupa di pasaran yang bukan terbuat dari sampah.
 
Ke depan, kata dia, usaha bisnis daur ulang sampah plastik ini akan dikembangkan hingga pasar internasional. Saat ini, konsumen Rian bukan hanya di wilayah Tangerang, melainkan juga sudah merambah kota sekitar, seperti Banten, Bogor, dan Jakarta. "Modalnya hanya kemauan dan inovasi yang terus up-date," tegas dia.
 
Sistem pemasaran melalui pameran produk di kegiatan kabupaten/kota akan ditopang dengan pemasaran melalui internet. Muhammad Romdhan Aprian Founder MRA Galery


Post Date : 19 September 2012