Mereka Meringis Kesulitan Makanan dan Pakaian

Sumber:Kompas - 05 Februari 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Hamida (35) berdiri dengan kaki gemetar. Ia merasa badannya tidak kuat lagi. Sambil menggendong Mona, bayinya yang baru berusia 70 hari, wanita itu mengakui, sejak mengungsi akibat banjir pada Sabtu (3/2), dia belum "makan".

"Sabtu malam itu saya hanya dipinjami sebungkus mi goreng dari seorang pengungsi dan dimakan bersama adik saya. Malam itu memang hujan deras, kami tidak bisa mencari makan," kata Hamida di Islamic Center, Jakarta Utara, Minggu siang.

Istri dari seorang tukang ojek, Mustofa (33), itu mengungsi ke Islamic Center bersama Mona dan adiknya, Khusnul Khotinah (14). Selain mereka, lebih dari 100 orang lagi yang mengungsi di lokasi itu.

Ia menjelaskan, baru Minggu pagi dia ke kios di Jalan Kramat Raya, depan Islamic Center. Karena uangnya tak cukup, dia hanya bisa membeli sebungkus mi untuk menebus mi goreng yang dipinjam pada Sabtu malam.

Beruntung pada Minggu pukul 09.00 petugas di Islamic Center membagikan kepada seluruh pengungsi masing-masing sebungkus mi lagi. "Untuk Mona masih ada persediaan susu kaleng. Ia tak diberi ASI (air susu ibu) karena saya belum makan," kata Hamida lagi.

Hari Minggu itulah untuk pertama kali dia dan pengungsi lain di Islamic Center mendapat bantuan makanan dari pihak lain. Petugas memang tak menduga akan kedatangan pengungsi. Minggu siang, petugas menyediakan nasi dan soto untuk makan siang pada pukul 15.00. "Semua berebutan. Saya dapat sedikit saja," kata Hamida.

Berharap uang dari suaminya juga sia-sia. "Bagaimana mungkin dapat uang. Sepeda motor yang biasa digunakannya untuk ngojek terendam banjir di dekat rumah kami di Pasar Lama Sukapura, Cilincing. Dia belum kerja," kata Hamida.

Keluarga Hamida menempati rumah kontrakan di Pasar Lama, Sukapura, Jakarta Utara. Banjir merendam rumah mereka setinggi 1,5 meter pada Jumat pekan lalu. Seluruh perabot rumah tangga dan pakaian terendam air bah. "Hanya sisa pakaian di badan ini," katanya.

Mereka mengungsi ke rumah adiknya di Sengon, Sukapura. Namun mereka hanya sempat bertahan tiga jam karena Sabtu siang rumah adiknya juga terendam banjir. Keluarga Hamida berinisiatif mengungsi ke Islamic Center Sabtu pukul 13.00.

Di sini mereka bertemu dengan pengungsi lain dari Kampung Beting, Kampung Sawah, Sepat, Tugu Utara, dan Koja. "Hingga Minggu siang, ada sekitar 100 jiwa. Mereka datang atas inisiatif sendiri," kata Iwan Oktavianus, petugas satpam Islamic Center.

Kekurangan pangan

Iwan mengatakan, petugas Islamic Center memang terkejut ketika kedatangan pengungsi itu. Hingga Minggu siang, belum ada bantuan yang datang dan belum ada pejabat pemerintah yang menjenguk mereka. Anak-anak, bayi, dan ibu menyusui terpaksa tidur di lantai, hanya beralaskan karpet dan tikar plastik tanpa bantal. "Saya khawatir anak- anak sakit," kata Hamida.

Tak hanya dia yang memiliki bayi. Masih ada enam ibu menyusui lagi yang mengungsi di Islamic Center. Mereka kekurangan makanan dan pakaian. "Hanya ada pakaian di badan ini dan tak ada penggantinya. Bayi saya juga begitu," ujar Maesaroh (35), pengungsi lainnya.

Penderitaan juga dirasakan keluarga Lasinah (57). Minggu siang, Lasinah hanya mengenakan daster ketika turun dari gerobak yang membawanya keluar dari rumahnya, sekitar satu kilometer dari Jalan Boulevar Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia menenteng dua tas plastik besar berisi pakaian dan satu tas jinjing yang didekapnya erat.

"Sudah sejak Jumat lalu kami tertahan di perumahan. Sabtu malam, kami sempat mengungsi ke apartemen yang baru dibangun di dekat jalan tol. Minggu, kami baru bisa keluar dari kepungan banjir. Tak ada bantuan dari pemerintah sama sekali. Padahal, anak saya sampai berenang ke luar kompleks perumahan beberapa kali untuk meminta bantuan. Beberapa petugas penyelamat yang berada di pintu tol beralasan, mereka belum dapat mengangkut kami karena kekurangan kendaraan," kata Lasinah.

Keluarga Lasinah harus membayar Rp 300.000 untuk sewa gerobak. Namun, setidaknya keluarga ini akhirnya bisa keluar dari kepungan air, menuju ruas tol yang kering.

Suparman (60), suami Lasinah, bergegas menuju ruas jalan tol jurusan Cawang-Tanjung Priok, berusaha mencari angkutan menuju Depok, tempat saudaranya. Di ruas jalan itu ternyata sudah berbaris ratusan pengungsi lainnya. Mereka rata-rata hanya mengenakan celana pendek dan kaus. Tentengan bermacam barang turut menggenapi situasi kacau itu.

Ratusan korban banjir itu juga berharap ada angkutan atau bantuan transportasi menuju lokasi tujuan masing-masing. Tetapi, ternyata mereka kembali kecewa sebab bantuan itu tetap tidak tersedia.

Penanganan korban banjir yang tak merata tidak hanya dialami keluarga kelas menengah atau bawah. Di Kelapa Gading, pengungsi justru berasal dari golongan menengah ke atas.

Pengungsi yang berasal dari permukiman elite di kawasan Kelapa Gading juga terpaksa hengkang dari rumahnya, terusir akibat banjir yang sebelumnya tak pernah dibayangkan menyerang.

"Perumahan saya sudah ditinggikan hampir satu meter, tetapi tetap saja terkena banjir. Semula saya dan keluarga tetap mencoba bertahan, tetapi karena tidak ada lagi aliran listrik, kami harus mengungsi," kata Sandra, warga Kelapa Gading.

Sandra ditemani suami dan seorang pengasuh bayi yang menggendong anaknya, Xaverius (3 bulan). Sebuah dispenser dan notebook berada di antara tumpukan barang bawaannya.

Minggu siang, sudah ada keluarga Sandra yang menjemput tepat di ruas jalan tol. Akibat rusaknya jaringan telepon, dia baru dapat menghubungi kakaknya yang tinggal di Kelapa Dua, Jakarta Barat, Sabtu malam.

Setelah mendapat kepastian dapat dijemput, barulah Sandra dan keluarganya menerobos banjir menuju Jalan Tol Tanjung Priok-Cawang. Di ruas jalan ini, tampak puluhan mobil penjemput lainnya.

Pengungsi banjir yang belum mendapat perhatian juga terjadi di Cipinang, Jakarta Timur, dan sekitarnya. Sebanyak 350 korban banjir dari RT 14 dan 600 orang dari RT 15, Penas, Kebon Nanas, Jakarta Timur, belum mendapat bantuan apa-apa. "Kami membuka dapur umum untuk melayani 250 orang, tetapi ratusan warga belum tertolong," ungkap Ketua Forum Warga Jakarta Azas Tigor Nainggolan. (CAL/NEL)



Post Date : 05 Februari 2007