Mereka Terpaksa "Ngungsi"

Sumber:Kompas - 20 Februari 2004
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir dan mengungsi. Dua kata itu sebenarnya telah dianggap sebagai sesuatu yang lazim bagi warga yang tinggal di bantaran kali atau daerah rawan banjir di Jakarta. Saat musim penghujan datang, saat itu pula warga di daerah "langganan banjir" bersiap menghadapi kenyataan pahit.

Kondisi seperti itu antara lain tergambar hari Kamis (19/2) kemarin di RT 13 RW 01 Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Hujan yang sejak dini hari terus mengguyur Ibu Kota pada siang hari mulai memasuki rumah warga di kawasan itu. Namun, beberapa pemuda tetap asyik bermain gitar di depan rumah mereka. Rupanya, sejak semalam warga telah memindahkan barang-barang ke rumah tetangga, ke tempat penampungan, atau ke lantai dua rumahnya.

"Banjir? Itu sudah biasa. Kalau rumah belum kelelep, biarin aja," kata Mister, warga RW 01, sambil asyik menyantap mi bakso.

Bagi mereka mengungsi memang bukan sesuatu yang aneh, tapi hal itu tetap merupakan pilihan terakhir. Meski setiap saat bantuan datang untuk para korban banjir, tidak hanya dari pemerintah namun juga dari berbagai instansi, mengungsi tetap dinilai tidak menyenangkan.

Hujan yang mengguyur Bogor serta Jakarta Rabu malam lalu hingga Kamis pagi kemarin memang membuat sebagian Jakarta tergenang. Bahkan, air dari sejumlah sungai seperti Kali Ciliwung, Pesanggarahan, Grogol, dan Sunter meluap dan masuk ke rumah-rumah warga.

Dua hari lalu wilayah Jakarta sudah tergenang banjir akibat hujan berintensitas tinggi yang terjadi semalaman. Sebanyak 75 kepala keluarga atau sekitar 755 jiwa di Kampung Duri Semanan, Kelurahan Semanan, Jakarta Barat, sudah mengungsi lebih dulu.

Kemarin jumlah pengungsi makin bertambah di beberapa wilayah. Di Kampung Melayu, 120 kepala keluarga terpaksa mengungsi di dua posko penampungan. Mereka menggelar tikar di halaman SLTP Santa Maria Jakarta Timur. Para ibu terpaksa membawa anak-anak mereka yang masih kecil.

"Kalau kami tetap di rumah, jangan-jangan anak saya sakit dan gatal-gatal karena terkena air kotor. Nanti biaya berobatnya mahal," kata Eni, seorang warga.

Ibu Fatimah, RT 001 RW 01 Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, sejak Rabu telah mengungsi mengikuti para tetangganya yang lain.

"Saya masih sehat. Cuma anak saya ini yang sudah mulai pilek," ujarnya sambil menunjuk putri satu-satunya yang ingusnya meleleh dari kedua lubang hidungnya.

Jumlah pengungsi memang terus bertambah hingga kemarin malam. Belum ada data pasti yang menyebut jumlah pengungsi tersebut. Namun, hingga sore, berdasarkan perhitungan angka sementara, tercatat ribuan warga sudah mengungsi. Di Kelurahan Cawang saja ratusan jiwa sudah mengungsi di beberapa tempat.

"Kalau yang terendam mencapai ratrusan KK atau ribuan warga. Namun, tidak semuanya mengungsi, mereka masih bertahan di rumah," kata Lurah Cawang Ali Murtadho.

Sekalipun harus berdesak-desakan di tempat penampungan, para pelajar yang harus ikut orangtuanya mengungsi tetap masuk sekolah. Mereka membawa beberapa lembar pakaian seragam untuk persiapan.

Menurut Indah Kumala, siswa kelas satu SMPN 264 Cengkareng, warga RT 001 RW 01, dia bersama teman-temannya masih tetap bisa sekolah seperti biasa.

"Hari Senin lalu rumah kami sempat kebanjiran. Tetapi sepulang dari sekolah, ibu dan adik saya sudah kembali ke rumah lagi. Saya pun langsung menyusul ke rumah," kata Indah menceritakan nasibnya.

Namun, lanjutnya, hujan kembai datang dan menggenangi rumah. "Makanya pagi harinya kami semua terpaksa kembali lagi ke tempat penampungan ini, termasuk hari ini kami sudah tiga hari tinggal di Kantor Pasar Sentral Kaki Lima bersama warga lain," tutur Indah yang kemarin petang itu minta obat pusing. (IVV/NIC)

Post Date : 20 Februari 2004