Militansi Aksi Lingkungan dari Bali

Sumber:Media Indonesia - 24 Februari 2010
Kategori:Lingkungan

PERTEMUAN Forum Lingkungan Hidup Sedunia atau Global Environment Forum ke-11 baru berlangsung di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Minggu (21/2). Yuyun Yunia Ismawati sibuk wira-wiri. Aktivis lingkungan itu harus menjadi moderator dalam sejumlah sesi. Dia pun harus bertemu sejumlah orang dalam perhelatan yang akan berakhir Jumat (26/2).

Senin (22/1), sekitar pukul 18.00 Wita, kesibukan Yuyun baru mengendur meski belum sepenuhnya usai. Diskusi-diskusi pada kelompok kerja biasanya berlangsung sampai lewat tengah malam. "Ya, biasa seperti itu," kata Yuyun tanpa beban.

Sebagai wakil dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), Yuyun harus rajin `berteriak'. Bahkan dalam forum internasional, kadang LSM masih dipinggirkan. Kesempa- tan bicara dalam forum sangat singkat plus belakangan. Lantaran itu, Yuyun juga harus jago lobi. "Tidak bisa asal bunyi," tegasnya.

Baginya, itulah tantangan. Sebagai wakil masyarakat sipil ia dituntut bisa menyuara- kan berdasarkan argumentasi cerdas. Ter- masuk melobi agar peran LSM lebih besar dalam pembahasan konvensi lingkungan.

"Sudah semestinya, semua usaha yang di- lakukan di dunia ini harus dikembangkan agar prorakyat, prolingkungan hidup, dan pro-orang miskin," kata Yuyun.

Dalam perhelatan di Bali, menurut Yuyun, isu sampah kimia, termasuk pestisida dan sampah elektronik menjadi perhatian. "Kan harus disepakati dulu apa yang dikategorikan sampah elektronik. Gadget yang dianggap belum sampah itu harus bisa dibuktikan dengan mekanisme tertentu," jelas Yuyun.

Poin lain dalam forum itu ialah tentang bagaimana menyinergikan tiga konvensi, Basel, Stockholm, dan Rotterdam. "Misalnya, konvensi Stockholm memberi peran besar bagi masyarakat sipil, semua pihak didengar- kan termasuk LSM. Tapi dalam konvensi Basel dan Rotterdam, LSM sulit berbicara banyak," jelas Yuyun.

Indonesia sampai saat ini baru meratifikasi konvensi Basel dan Stockholm, tetapi belum Rotterdam. "Tahun 2012 nanti akan ada per- temuan di Rio de Janeiro. Istilahnya Rio plus 20. Jadi setelah 20 tahun sejak KTT Bumi di Rio, kita harus duduk bersama lagi. Akan banyak agenda, misalnya masalah green economy," kata Yuyun.

Awal karier Kepedulian Yuyun akan lingkungan bukan sekadar kemarahan yang impulsif. Dia ber- bekal ilmu. Pendidikan sarjana teknik ling- kungan ia tuntaskan di Institut Teknologi Bandung. Lulus kuliah, dia berkarier sebagai konsultan. Yuyun merancang sistem suplai air wilayah perdesaan dan perkotaan. Namun dia merasa keterampilannya dimanfaatkan bukan untuk warga miskin yang paling mem- butuhkan. Tahun 1996, dia pindah ke Bali.

Dalam pikirannya saat itu, Bali yang terke- nal di mata internasional relatif memiliki penanggulangan sampah sesuai standar dunia. Nyatanya, Yuyun harus kecewa.

"Penanggulangan sampah masih tradi- sional, kanan-kiri masih banyak sampah. Justru hotel, restoran, dan penginapan men- jadi pemasok sampah paling besar," kisah Yuyun.

Bali sebagai pulau terpandang di dunia punya masalah serius dengan kualitas ling- kungan dan sanitasi. Kondisi itu menjadi salah satu alasan menguatnya tekad Yuyun sebagai aktivis lingkungan. Dia bergabung dengan Yayasan Wisnu, Bali yang bergerak dalam masalah pengelolaan sampah, 1996.

Ibu dua putri beranjak dewasa itu Mayang Putri Alam, 20, dan Kanahaya Dewi Alam, 15 lantas mendatangi pihak hotel. Dia menuntut komitmen mereka menjadi hotel yang hijau dan bersih. "Hotel-hotel itu keba- nyakan berkelas internasional, mematok harga kamar US$150 semalam. Tapi giliran untuk sampah, anggarannya hanya Rp3.000 sehari. Padahal di negara mereka, biaya pengolahan sampah bisa US$15 ribu per bulan."

Sampah-sampah itu malah dibeli para pe- ternak babi yang membutuhkan pakan. "Ketika di daerah lain para pengangkut sampah harus dibayar, tetapi di Bali justru sampah harus dibeli untuk pakan babi," ujarnya.

Lantaran itu Yuyun juga mendekati peter- nak babi. Merekalah yang kemudian me- ngangkut sampah-sampah dari hotel dengan bayaran hingga Rp6 juta sebulan. Para peter- nak babi itu menjadi semacam kontraktor sampah dengan penampilan rapi. "Sebelum dibuang, sampah itu dipilah-pilah, mana yang bisa didaur ulang dan mana yang jadi pakan ternak," tambahnya.

Yuyun juga mengajari para peternak babi untuk lebih menjaga kesehatan sanitasi. Sam- pai sekarang, proses penanggulangan sampah itu masih terus berjalan. Kini sekitar 30 dari 60 hotel di selatan Bali sudah cukup koope- ratif meski komitmen mereka masih maju mundur.

"Antara lain disebabkan aturan yang kurang ditegakkan. Soal lainnya ialah karena memang ada yang terbiasa mendapatkan uang tambahan dari sampah," jelas Yuyun. Bali fokus Bulan Juni 2000, Yuyun mendirikan LSM- nya sendiri bernama Bali Fokus. Misinya, menyebarluaskan program pengelolaan ling- kungan perkotaan berbasis masyarakat hingga mencapai taraf yang dapat diterapkan di seluruh Indonesia.

Tahun 2003, Yuyun dan Bali Fokus, bekerja sama dengan Rotary Club setempat, mempra- karsai program pengelolaan limbah padat bersama Desa Temesi di Gianyar, Bali. Program itu melibatkan warga setempat untuk mengoperasikan fasilitas dan lokasi pem- buangan akhir. Yuyun juga mengembangkan desentralisasi inisiatif solusi, dengan fokus keluarga perdesaan di wilayah urban Bali maupun kota-kota lain di Indonesia.

Dalam hal ini, Yuyun memandang ibu ru- mah tangga sebagai mitra yang mesti dilatih agar volume sampah keluarga menjadi mini- mal sebelum diangkut ke pembuangan kota. Kini program melibatkan sedikitnya 500 ru- mah. Bali Fokus memprediksi limbah rumah tangga di desa yang mengikuti program itu berkurang hingga 50%.

Yuyun juga menggagas Sanimas (sanitasi oleh masyarakat) tahun 2005. Sanimas berupa sistem pengelolaan limbah disebut tangki septik bersusun. Semua limbah cair dan tinja dari toilet warga dialirkan ke sana lalu diolah menjadi air yang jernih tanpa bau, berguna untuk menyiram tanaman dan memelihara ikan. Adapun limbah padat ditampung di tempat khusus. Warga setempat cukup iuran Rp5.000 per bulan dan tidak perlu memban- gun tangki septik sendiri.

Tiga tahun kemudian Sanimas menjadi program skala nasional yang mencakup ratu- san daerah di seluruh Indonesia. Minimal 75 kota kecil dan menengah mengikuti program itu setiap tahunnya. Kemudian sistem itu juga diadopsi oleh Zambia, Afrika Selatan, dan Filipina.

Tahun 2008, Yuyun melebarkan sayap de- ngan mendirikan Jaringan Bebas Racun Indo- nesia. Tujuannya agar terjalin hubungan dengan lebih banyak LSM dan masyarakat untuk mencegah penyebaran bahan-bahan beracun dari pembakaran sampah, pestisida, dan logam berat seperti merkuri. "Rencana tahun ini, program Bali Fokus diperluas ke desa dan wilayah perkotaan," tambahnya.

Dia tahu perjalanannya masih jauh. Namun semangat masih menyala. Sebagai warga sipil, Yuyun seolah mengajari negara, ada banyak jalan mencapai kehidupan yang lebih baik. Pada Yuyun, mikropolitik jadi punya makna. 

YUYUN YUNIA ISMAWATI TEMPAT, TANGGAL LAHIR Bandung, 17 Juni 1964 PENDIDIKAN · S-1 Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung PENGHARGAAN · Goldman Environmental Prize 2009 · Heroes of the Environment 2009, versi majalah Time · Ikon Gatra 2009 KARIER · Direktur Yayasan Bali Fokus (2000-sekarang) · Direktur Eksekutif Yayasan Wisnu Bali (1996-2000) · Dosen Universitas Trisakti Jakarta (1994-1995) Arnoldus Dhae



Post Date : 24 Februari 2010