Negara Maju Tidak Konstruktif

Sumber:Koran Sindo - 06 Desember 2007
Kategori:Climate
NUSA DUA(SINDO) Kalangan LSM yang mengamati Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) melihat sinyal negara-negara maju tidak konstruktif mengatasi perubahan iklim.

Bahkan, negara-negara maju ini menunjukkan resistensi terhadap kelompok kerja yang akan membahas persoalan transfer teknologi ke negara berkembang. Ketua Jaringan Friends of the Earth International (FoFI) Meenakshi Raman mengungkapkan, kini muncul agenda terselubung negara maju yang ingin lari dari kewajiban menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan berupaya mewajibkan negaranegara berkembang mengurangi emisi.

Perkembangan konferensi makin mempertegas upaya-upaya negara maju yang tak mau lagi bertanggung jawab penuh atas perubahan iklim, tandasnya. Dia menggarisbawahi pernyataan delegasi Jepang tentang keinginan mengganti skema Protokol Kyoto. Sebelumnya, delegasi Jepang menyatakan pentingnya bergerak maju ke depan dan mengganti Protokol Kyoto dengan kerangka baru yang melibatkan semua negara di dunia untuk menurunkan emisi.

Dari pernyataan ini, Jepang terlihat mengusulkan Protokol Kyoto diakhiri dan diganti dengan kerangka baru. Padahal, di dalam Protokol Kyoto jelas ditegaskan bahwa negara-negara maju saja yang wajib mengurangi emisi. Berdasarkan proposal Jepang, diisyarakatkan setelah tahun 2012 negara-negara berkembang secara mengikat juga diwajibkan menurunkan emisi.

Saya tegaskan di sini bahwa Protokol Kyoto tidak mati pada 2012, hanya berakhir masa berlaku periode pertamanya. Pihak-pihak yang meminta protokol diganti dengan yang baru jelas punya agenda terselubung, ingin membawa negara berkembang turut wajib mengurangi emisi, kata Meena.

Dia menjelaskan, perubahan iklim yang terjadi saat ini disebabkan oleh emisi karbon negara-negara maju pada 100 tahun yang silam, sedangkan negara berkembang tidak berkontribusi apa-apa.Agenda terselubung itu, tambah Meena, didukung oleh hampir semua negara maju.

Delegasi Kanada mengatakan, sudah saatnya untuk membentuk kerangka baru yang berjangka waktu panjang dan menargetkan penurunan emisi hingga 50% pada 2050. Pihak Kanada menyatakan, kalaupun semua negara maju memangkas emisinya hingga nol, tetap saja tidak bakal cukup. Itu berarti, bagi delegasi Kanada, negara berkembang juga harus diwajibkan mengurangi emisi sebagaimana negara-negara maju. Dengan maksud yang sama, Amerika Serikat juga menyampaikan dukungan terhadap proposal Jepang.

Jepang dan AS hanya ingin negara berkembang membayar biaya perubahan iklim lebih mahal lagi, ujar Meena. Dia menegaskan, negara-negara maju harus menyampaikan target reduksi emisi berikut implikasinya terhadap negara-negara berkembang. Direktur Jaringan Aksi Iklim Internasional (CAN) Eropa Matthias Duwe menambahkan, di Bali ini komitmen negara maju seperti AS,Jepang, dan Kanada untuk menurunkan emisi GRK harus dinyatakan secara tegas.

Komitmen ini terutama dalam memenuhi target pengurangan emisi 2540% dari level tahun 1990 pada 2020. Mereka belum menyatakan target berapa emisi yang harus dikurangi,tegas Duwe.

Sementara mengenai transfer teknologi,sebenarnya negara maju sudah berkomitmen membantu negara berkembang. Namun, pembahasannya sampai dengan saat ini masih menemui jalan buntu karena terbentur hak atas kekayaan intelektual. (syarifudin/maya sofia/miftachul chusna/titis w)



Post Date : 06 Desember 2007