Olah Sampah di Istana Bermain

Sumber:Kompas - 13 Juli 2011
Kategori:Sampah Jakarta

Dari kejauhan, bangunan yang berdiri di sebuah pulau buatan di Osaka, Jepang, itu bak istana bermain warna-warni. Dengan teknologi yang mengundang decak kagum, jutaan ton sampah yang dibawa ke tempat itu seolah menguap tanpa sedikit pun mencemari lingkungan.

Kota Osaka di Jepang telah selesai dengan masalah sampah. Di berbagai sudut kota, di jalanan, di aliran sungai, atau di taman, tak ada yang namanya sampah berserakan, apalagi tumpukan sampah. Pengelolaan sampah di Osaka, salah satunya, ada di istana bermain warna-warni yang bernama Maishima Incineration Plant atau Pabrik Pembakaran Sampah Maishima.

Sembari tersenyum, Kepala Pabrik Pembakaran Sampah Maishima Hisashi Murakami mengakui, jika hanya melihat dari luar, orang tidak akan tahu bahwa bangunan itu pabrik pembakaran sampah.

”Bentuk bangunannya kami sesuaikan dengan lingkungan sekitarnya yang merupakan pulau buatan untuk olahraga dan ekowisata. Di samping itu, sampah sering kali berasosiasi dengan hal negatif. Maka, kami berupaya mengubah anggapan itu dengan bangunan yang tidak berasosiasi dengan sampah sama sekali,” katanya.

Pabrik Pembakaran Sampah Maishima dibangun tahun 1997 dan selesai tahun 2001. Tempat ini menjadi jawaban bagaimana penanganan sampah kota besar secara kilat dan ramah lingkungan. Mesin pembakar bisa membakar sampah hingga 450 ton sekali bakar. Dalam sehari bisa dilakukan dua kali pembakaran, masing-masing selama lima jam. Sambil berkeliling pabrik, Murakami menjelaskan cara kerja pabrik tersebut dan bagian-bagiannya. Ada semacam lubang raksasa tempat semua sampah yang dibuang ke tempat itu ditampung.

Begitu truk sampah datang, komputer di pintu gerbang akan mengklasifikasi sampah menjadi sampah yang bisa dibakar dan tidak bisa dibakar. Terdapat sembilan pintu tempat truk sampah membuang muatannya. Dengan sebuah capit raksasa, sampah dari dalam lubang penampungan dimasukkan ke dalam mesin pembakar.

”Sedikit demi sedikit sampah dikeringkan, lalu dibakar, dan diubah sepenuhnya menjadi abu. Dalam proses itu, volume sampah berkurang menjadi hanya seperdua puluh dari volume aslinya,” ujar Murakami.

Suhu pembakaran bisa mencapai 400 derajat celsius. Abu hasil pembakaran lalu ditampung di lubang lain, didinginkan, dan diangkut untuk bahan urukan tanah. Udara yang berbau sampah didorong dengan kipas angin menuju ke pemanas udara dengan suhu 180 derajat celsius. Udara panas itu disalurkan ke mesin pembakar sebagai gas pembakar.

Gas hasil pembakaran sampah bisa mencapai suhu 850 derajat celsius hingga 950 derajat celsius. Panas itu diserap, lalu didinginkan hingga 200 derajat celcius. Gas yang sudah dingin dipisahkan dari abu yang ikut beterbangan saat pembakaran melalui penyaring, lalu dipanaskan kembali. Melalui sebuah reaktor katalis, gas dipisahkan dari zat beracun, seperti hidroklorida, nitrogen oksida, dan sulfur oksida. Gas yang sudah bersih dari zat beracun itu disalurkan melalui sebuah cerobong asap— yang dari luar terlihat seperti jamur raksasa—ke atmosfer.

Semua proses itu dikendalikan dari komputer jarak jauh. Petugas menghadapi monitor yang diletakkan dalam panel berbentuk seperti awan untuk memantau jalannya setiap proses sejak dari pintu gerbang.

”Uap hasil pembakaran juga dimanfaatkan untuk pemanas ruangan, pemanas air, dan pembangkit listrik bagi operasional pabrik ini,” ujar Murakami.

Kelebihan listrik yang dihasilkan dijual ke instansi pembangkit tenaga listrik setempat. Tahun lalu, Kansai Electric Power menerima total 50 juta kilowatt dari hasil pembakaran di Maishima. Untuk operasional, wilayah kecamatan yang membuang sampah ke Maishima membayar 58 yen (sekitar Rp 5.800) per kilogram sampah.

Tak hanya sampah yang bisa dibakar, Pabrik Pembakaran Sampah Maishima juga mengelola sampah yang tidak bisa dibakar, seperti sepeda, furnitur, atau barang-barang elektronik.

Menawarkan teknologi

Wali Kota Osaka Kunio Hiramatsu dalam kunjungannya ke Jakarta awal Juli menawarkan teknologi pengolahan sampah ini kepada Jakarta.

”Pabrik ini menjawab persoalan lahan pembuangan sampah yang terbatas. Bau dan serangga bisa dimatikan sehingga mengurangi sumber penyakit. Panas dari pembakaran pun bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,” katanya.

Tahun 2009, lanjut Hiramatsu, sebanyak 117.000 rumah tangga di Osaka bisa menikmati listrik dari pembakaran sampah di Maishima. Pabrik Pembakaran Sampah Maishima berdiri di atas lahan seluas 33.000 meter persegi. Total bangunan tujuh lantai di atas tanah dan dua lantai di bawah tanah. Investasinya 60,9 miliar yen (Rp 6,09 triliun).

Bangunan luarnya yang unik merupakan karya Master Friedensreich Hundertwasser (1928-2000), seorang seniman asal Vienna, Austria. Bentuknya yang unik dan penuh warna dimaksudkan sang arsitek sebagai simbol harmoni dari teknologi, ekologi, dan seni.

Ketika tanggung jawab pengolahan sampah diserahkan kepada setiap kota tahun 1900, Osaka membangun pabrik pembakaran sampah pertama tahun 1903. Selepas Perang Dunia II dan seiring pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Kota Osaka kian menyadari perlunya metode pembakaran sampah yang lebih modern.

Sejak membangun mesin pembakar modern pertama tahun 1959 dengan teknologi dari Swiss, Osaka kini memiliki sembilan pabrik pembakaran sampah. Sekarang, sampah sudah semakin bermacam-macam sehingga diperlukan teknologi yang lebih canggih untuk menanganinya. Wali Kota Hiramatsu menawarkan jalan bagi Jakarta untuk mengadopsi teknologi itu. Saatnya Jakarta belajar untuk mengolah sampah lebih baik, seperti Osaka, agar kota ini kian bersih dan manusiawi. fransisca romana ninik



Post Date : 13 Juli 2011