PDAM Ditengah Industri yang "Bandel"

Sumber:Kompas - 21 Mei 2004
Kategori:Air Minum
KESAL rasanya, air PAM di rumah saya keruh dan kadang sering bau anyir. Kalau tidak keruh, airnya pasti kecil, sak icrit (mengalir kecil seperti menetes)," kata Yani (35), warga Perumahan Mahkota Mas, Cikokol, Tangerang, saat ditemui di Pusat Perbelanjaan DBest, Cikokol, Rabu (19/5).

Sudah cukup lama sebenarnya Yani dan keluarganya mengeluhkan kualitas air minum di Kota Tangerang. Namun, keluhan Yani tampaknya hanya dianggap angin lalu. Terbukti, dari hari ke hari pelayanan PDAM Kota Tangerang tidak semakin baik, tetapi sebaliknya.

Kenyataan ini bisa dilihat dari kualitas air yang buruk, setidaknya keruh. Memang, kondisi ini tidak separah di wilayah lain, seperti di Jakarta. Tetapi, buruknya kualitas air membuat mereka kesal. "Baju putih saja kalau dicuci bisa jadi kecoklatan. Kadang kami malu kalau mau pakai ke kantor," katanya.

Lain lagi cerita Basri (45), warga Sepatan, Kabupaten Tangerang. Hingga saat ini di wilayahnya belum juga terjangkau saluran air PAM. Di sini, baru sebagian kecil warga yang bisa menikmati layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Padahal, mereka sudah lama mengajukan permohonan agar PDAM mengembangkan instalasinya ke wilayah Sepatan agar semua warga bisa terjangkau.

Karena belum ada jaringan PDAM, mereka terpaksa membeli air kepada penjual air keliling. "Lumayan, satu jeriken berukuran 20 liter harganya Rp 1.000. Dalam sehari keluarga saya bisa memakai empat jeriken dengan ukuran sama," katanya.

BANYAKNYA permintaan masyarakat serta sejumlah keluhan tentang kualitas air PDAM tentu saja membuat pengelola air minum milik Pemerintah Kabupaten Tangerang ini pusing. Hingga Mei 2004 ini saja, tercatat ada 60.000 warga di daerah pesisir utara Tangerang yang sudah masuk daftar tunggu.

Namun, kemampuan PDAM secara finansial belum cukup kuat untuk mengembangkan jaringan pipa baru ke arah sana. Kepala Hubungan Masyarakat PDAM Tirta Kerja Raharja Suhanda memang tidak menyebutkan dengan pasti berapa besar investasi baru yang dibutuhkan untuk mengembangkan jaringan pipa di sana. "Yang jelas jumlahnya sangat besar dan PDAM belum mampu," ujarnya.

Selain masalah finansial, persoalan yang tak kalah serius adalah persediaan air baku bagi PDAM Tangerang. Selama ini, total kapasitas produksi PDAM Tirta Kerja Raharja mencapai 4.497,5 liter per detik. Air tersebut untuk melayani sekitar 89.000 pelanggan.

Kapasitas produksi PDAM itu sebagian besar mengambil air baku dari Sungai Cisadane 4.390 liter per detik. Sisanya dari sumur dangkal di Kecamatan Curug, Kresek, Legok, dan Pasar Kemis dengan debit rata-rata pada masing-masing sumber 10 liter per detik.

Selain dua tempat tersebut, PDAM juga mengambil air baku dari Sungai Cidurian dengan debit 15 liter per detik.

Khusus untuk Sungai Cisadane, sebagian dari produksinya (2.600 liter per detik) dipasok ke Jakarta meskipun air bersih itu diproduksi di Tangerang. "Ini sudah tertuang dalam bentuk kesepakatan secara historis dan tidak mungkin dicabut, kecuali ada wan prestasi," kata Suhanda.

Ia tidak mengetahui secara pasti berapa rata-rata debit air Sungai Cisadane sekarang ini, baik di saat musim kemarau atau hujan. Namun, ia tidak menyangkal bahwa saat ini kualitas air Sungai Cisadane semakin buruk. Buruknya kualitas air di sungai tersebut, mau tidak mau sangat berpengaruh terhadap kinerja PDAM Kabupaten dan Kota Tangerang.

Misalnya saja, kualitas air yang buruk itu tentu saja akan meningkatkan ongkos produksi. Kenyataan ini tentu saja akan menjadi beban baru tambahan konsumen. Suhanda menyatakan, pada kondisi hujan yang menyebabkan aliran air mengandung lumpur, biaya produksi pengolahan air bisa meningkat mencapai 50 persen.

Meski demikian, musim kemarau juga tidak membawa berkah bagi PDAM. Memang pada musim kemarau kandungan lumpur berkurang, tetapi debit air juga mengecil sehingga membuat PDAM ketar-ketir. Yang paling menyedihkan lagi, pada musim kemarau kandungan zat kimia dalam air Cisadane justru tinggi sebagai akibat pembuangan limbah industri. Ini artinya dalam musim kemarau sekalipun, ongkos produksi tetap saja tinggi.

Suhanda menyatakan, akibat tingginya pencemaran air di Sungai Cisadane sekarang ini ongkos produksi untuk setiap meter kubik mencapai Rp 1.850. Bila kapasitas produksi air di PDAM Kabupaten Tangerang mencapai 4.497 meter kubik per detik, ongkos produksi yang harus ditanggung setiap detiknya mencapai sekitar Rp 8,31 juta. Bila PDAM berproduksi selama 24 jam, berapa besar ongkos produksi yang harus ditanggung?

Biaya produksi yang tinggi ini tentu saja akan menjadi beban masyarakat. Karena itu, ia sangat berharap pihak industri dan pemerintah mau berusaha keras mengurangi pembuangan limbah cair ke Sungai Cisadane. Bila industri terus membandel, masyarakat juga yang akan menanggung! (hermas efendi prabowo)

Post Date : 21 Mei 2004