Peduli sejak SMA

Sumber:Kompas - 20 Maret 2009
Kategori:Lingkungan

Karima Afandi, Angga Wijaya, Maria Rara Irihana S, Gemayangsura, Maria Tiya KI, dan Maulani FH melonjak kegirangan ketika tim SMAN 9 Lampung disebut sebagai juara. Mereka menggondol Juara I Kontes Pengolahan Limbah Program Toyota Eco Youth 4 atau TEY 4.

Juara II direbut SMA Semesta Semarang, juara III dari SMAN 21 Makassar, juara harapan I SMKN 1 Banjarmasin, dan juara harapan II dari SMAN 10 Malang.

TEY adalah kontes yang digelar PT Toyota-Astra Motor dan PT Toyota Motor Manufacturing bekerja sama dengan Yayasan Kirai untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di tingkat SMA.

Tahun ini TEY memasuki tahun keempat. Berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, TEY 4 menggelar dua kontes, kontes pengolahan limbah dan kontes sustainability (kontes berkelanjutan). Untuk kontes pengolahan limbah, 30 SMA dan kejuruan di 13 kota besar menjadi peserta.

Fokus kontes adalah menantang para pelajar untuk mencetuskan dan mengimplementasikan proyek lingkungan sesuai kondisi sekolah masing-masing. Adapun kontes sustainability melibatkan 12 sekolah yang menempati posisi 20 persen teratas pada TEY 1, 2, dan 3.

Kali ini pemenang Kontes Sustainability Program TEY 4 adalah Juara TEY 3 tahun lalu, SMA Semen Gresik, Jawa Timur. Disusul juara II SMAN 6 Yogyakarta dan juara III dari SMKN 2 Palembang.

Pengumuman kontes itu digelar di Jakarta, Minggu (15/3), dihadiri Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia H Ibaragi, serta Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor Johnny Darmawan.

Hadiah uang pembinaannya gede lho, Rp 75 juta untuk juara I, juara II mendapat Rp 50 juta, juara III Rp 30 juta, juara harapan I Rp 20 juta, dan juara harapan II Rp 10 juta.

Selain uang pembinaan, semua sekolah yang mengikuti program TEY 4 mendapat berbagai manfaat, seperti pelatihan mengenai lingkungan hidup dan metode penyelesaian masalah. Masing-masing sekolah juga mendapat bantuan dana senilai Rp 7,5 juta untuk melaksanakan proyek mereka.

Bertepatan dengan acara itu digelar pula pameran pengolahan limbah dari 13 sekolah yang masuk final. SMKN 6 Palembang menjadi juara booth terbaik dan berhak atas hadiah uang pembinaan Rp 5 juta.

Kegiatan Pascaproyek

Para juara dari SMAN 9 Lampung ini ternyata masih kelas X lho, kecuali Angga Wijaya yang kelas XI. Jadi, masa aktif mereka untuk kampanye gaya hidup di sekolah yang ramah lingkungan masih panjang.

Karima Afandi dari tim SMAN 9 Lampung mengatakan mendapat banyak dukungan, baik dari sekolah maupun teman-teman, setelah menjuarai TEY 4. ”Teman-teman menyambut baik dan guru-guru juga bangga,” katanya.

Untuk keberlanjutan proyek pengolahan limbah di sekolahnya, Karima mengatakan akan tetap meneruskan beberapa proyek yang belum sempurna. ”Kami akan meneruskan pembuatan kolam pengolahan limbah,” katanya.

”Juga membuat ekskul pengolahan limbah yang bisa diikuti semua siswa. Rencananya sih juga mau buat sekretariat, jadi biar anggota bisa bangga,” kata Karima.

Selama ini, kegiatan bertema lingkungan hidup memang sedikit menarik minat. Jauh kalau pamor dengan kegiatan ekskul lainnya yang sudah lama ada. Karena itu, untuk meningkatkan minat berbagai kegiatan yang berbau lingkungan hidup, diperlukan kampanye lebih lanjut.

Ke depan, untuk meningkatkan antusiasme anggota, kegiatan yang bersifat aksi akan digelar. ”Biar ekskul ini prestisius, mungkin acara-acara seperti ’Green Day’ atau bisa juga ’Miss Green’ bagus buat digelar. Juga lomba antarsekolah yang memperebutkan hadiah bergengsi akan mampu meningkatkan minat teman-teman,” katanya.

’Kami juga akan tetep mendukung penerbitan berbagai artikel pengolahan limbah, baik untuk majalah dinding maupun media online, seperti di blog kami. Nanti kami juga akan buat akun di Facebook untuk menarik anggota, selama ini kami hanya pakai Friendster,” kata Karima.

Kekhasan proyek

Kompetisi terbilang ketat, tetapi dari segi keunikan program menemui problem serius. Sulit mencari ciri khas yang unik dari proyek mereka. Banyak proyek antarsekolah yang sama persis. Mereka yang berhasil menjadi juara karena bisa memberikan nuansa khas dibandingkan tim lain.

SMAN 10 Malang, misalnya, proyek untuk mengurangi polusi udara terbilang beda. Program mereka membatasi jumlah pengendara sepeda motor yang rumahnya kurang dari dua kilometer dari sekolah. Mereka berhasil membuat tren baru, Bike to School.

’Sebelum ada program ini, jumlah siswa yang naik sepeda hanya empat, sekarang puluhan orang dan mereka tergabung dalam kelompok Fun Bike,” kata Cindi Ismi Januari, anggota tim SMAN 10 Malang.

Proyek andalan tiap tim adalah membuat kompos dari sampah di sekolah. Variasi produk kompos yang unik adalah Trico Compos buatan SMKN 1 Banjarmasin yang diolah dari limbah nasi sisa dari kantin yang diberi biakan Trichoderma sp.

’Kami hanya juara harapan I, tapi sepulang dari sini kami tetap meneruskan proyek ini, di antaranya membuat Trico Compos untuk skala bisnis,” kata Nita Wahyunida dari SMKN 1 Banjarmasin.

Kekhasan tim Komunitas Remaja Pangkas Abis Sampah (Kompas) SMAN 21 Makassar adalah kejelian memanfaatkan limbah eceng gondok di sekitar sekolah. Mereka berhasil memproduksi bioetanol dan biogas dari eceng gondok. Bioetanol di beberapa negara maju dimanfaatkan secara serius sebagai alternatif bahan bakar. Adapun biogas dalam praktiknya digunakan mengganti gas yang mahal.

Dari SMA Semesta Semarang, proyeknya adalah membuat instalasi pengolahan limbah buangan dari kantin yang mereka namai Taman Mini IPAL Semesta. Proyek fisik ini memakan dana hingga 30 persen.

”Masih banyak kekurangan Taman Mini IPAL, seperti PH yang belum stabil. Kami akan menyempurnakan desain ini,” kata seorang anggota tim.

Dari sisi fisik, SMAN 9 Lampung sebenarnya tak punya kekhasan unik. Namun, tim ini memiliki keunggulan dalam pengelolaan isu dan komunitas. Tim ini kuat dalam penguatan komunitas atau capacity building dan mantap pada kriteria jaminan keberlanjutan program. (Amir Sodikin)



Post Date : 20 Maret 2009