Pembebasan Lahan Banjir Kanal Gunakan Perpres 36/2005

Sumber:Suara Pembaruan - 16 Juli 2005
Kategori:Banjir di Jakarta
JAKARTA - Sekitar 36,9 hektare lahan yang terkena proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta Utara (Jakut), hingga saat ini masih bermasalah. Untuk itu, Walikota Jakut, Effendi Anas akan menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) 36/2005 untuk menyelesaikan masalah yang menghambat pembebasan lahan yang terkena proyek BKT ini.

"Pembebasan lahan BKT selama ini memang banyak hambatannya. Aagar lahan ini bisa segera dibebaskan, kami akan melakukan rapat semua instansi terkait untuk mensosialisasikan penerapan Perpres No 36/ 2005 pada tanggal 3-4 Agustus 2005," katanya di Jakarta, Jumat (15/7).

Menurut Effendi, 36,9 hektare lahan BKT yang bermasalah itu di antaranya disebabkan oleh adanya warga yang meminta harga ganti rugi tanah di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). "Tanah yang diminta warga supaya diganti rugi di atas harga NJOP luasnya mencapai 6,8 hektare," imbuhnya.

Sedangkan tanah seluas 19 hektare lainnya, lanjut dia, saat ini diakui oleh beberapa pihak, yaitu Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda yang memiliki sertifikat tanah dan warga yang mengklaim lahan itu karena memiliki girik tanah. "Akibatnya, kami bingung mau membayar ganti rugi kepada siapa?" katanya.

Selanjutnya, jelas dia, masih ada enam hektare tanah lainnya, yang kini dalam proses sengketa antara warga dan Bulog. Saat ini, kasusnya sedang ditangani pihak Kejaksaan Agung.

Selain itu, pembebasan lahan BKT ini juga dihadang oleh masalah tumpang-tindihnya surat atau dokumen kepemilikan di lahan BKT seluas 5,1 hektare.

"Sebenarnya, tumpang-tindih ini sama dengan kasus tanah yang diklaim KBN dan warga. Karena itulah, nantinya kami akan menurunkan tim penilai untuk menyelesaikan kasus tersebut," tandasnya.

Langkah Terakhir

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso dan Kepala Subdinas Bina Teknik Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Maman Darusman mengatakan, selama ini pihaknya melakukan serentetan proses panjang sebelum sampai ke pembayaran ganti rugi, termasuk musyawarah dengan warga. "Jadi, pencabutan hak atas tanah itu adalah langkah terakhir," papar Sutiyoso.

Ia juga mengatakan, pihaknya akan segera menyosialisasikan perpres itu kepada masyarakat. Dengan sosialisasi diharapkan masyarakat tidak mempersulit pembangunan infrastruktur kota Jakarta. "Masyarakat hendaknya segera mengetahui, dengan keluarnya revisi keppres (keputusan presiden) itu diharapkan pembangunan BKT dan infrastruktur yang lain, seperti jalan tol dan jaringan kereta api dan lain sebagainya, bisa berjalan lancar," kata Sutiyoso.

Pembangunan BKT dibagi menjadi 13 tahap, dengan memanfaatkan tanah seluas 330 hektare, terdiri atas tanah masyarakat seluas 220 hektare, swasta 83 hektare, dan tanah milik Pemprov DKI Jakarta seluas 19 hektare. Luasnya tanah yang digunakan ini, karena saluran banjir kanal cukup lebar, bergantung pada lokasinya. Sedangkan lebar bantaran kali, masing-masing 18 meter di sisi kiri dan kanan saluran.

Banjir Kanal Timur akan melintasi 13 kelurahan di Jakarta Timur dan Jakarta Utara sepanjang 23,6 kilometer. Sementara lebar kanal raksasa tersebut berkisar antara 100-300 meter.

Sementara itu, Dosen Universitas Djuanda, Agus Prana Mulia melihat, adanya opportunity cost and advantages yang tinggi dari lahan yang terkena BKT ini. Maka sewajarnyalah warga yang tergusur tanahnya mendapatkan dana kompensasi yang besar atau memadai sesuai nilai ekonomi lahan yang mereka miliki. Jika pemerintah tidak mempunyai dana, alangkah baiknya jika para mantan pemilik lahan yang tergusur dijadikan shareholder. (Y-6)

Post Date : 16 Juli 2005