Pembersihan Kota masih Tersendat

Sumber:Media Indonesia - 25 Januari 2005
Kategori:Aceh
BANDA ACEH (Media): Minimnya sarana alat-alat berat menyebabkan terhambatnya upaya pembersihan di Kota Banda Aceh. Sekalipun sudah memasuki minggu keempat pascabencana tsunami, beberapa titik kota masih dipenuhi sampah dan puing yang menumpuk.

Berdasarkan pantauan Media sepanjang hari kemarin, relawan dan TNI terus melakukan pembersihan kota. Namun, di beberapa jalan utama, tumpukan sampah dan lumpur masih menjadi pemandangan.

Jl Daud Beureuh, Teuku Umar maupun Jl Tgk Abdullah Ujong Rimba tempat kantor Wali Kota Banda Aceh -yang berada di pusat jantung kota, misalnya, masih ditemui sampah dan lumpur. Di kawasan Taman Sari yang terletak tepat di seberang kantor Wali Kota Banda Aceh dan Hotel Kuala Tripa bahkan masih penuh sampah, puing-puing, lumpur, dan air.

Sementara itu, Jl Meutia, Jl Supratman sampai Jl Cut Nyak Dien di kawasan Penayung yang merupakan pusat pertokoan belum bisa dilalui kendaraan roda empat. Pembersihan dengan menggunakan alat-alat berat baru dilakukan untuk mengeruk lumpur di sepanjang kanan kiri jalan itu. Sementara puing-puing reruntuhan bangunan yang terletak di jalan-jalan kecil di pertokoan masih belum disentuh, sehingga kawasan pertokoan Merduati yang biasanya ramai tersebut belum bisa dilalui kendaraan roda empat.

Di sekitar lapangan Blang Padang sampai Ulee Lheue bahkan lebih parah lagi. Demikian juga beberapa kawasan di sepanjang jalan menuju Lhok Nga tampak masih dipenuhi sampah dan puing. Selain masih digenangi air, tumpukan sampah juga menimbulkan gangguan bau dan banyak lalat.

Menurut penanggung jawab pembersihan kota dari satuan koordinasi dan pelaksanaan (satkorlak) Ridwan Husein, kegiatan pembersihan tersebut masih terhambat pada minimnya alat-alat berat yang tersedia.

Dengan daerah cakupan bencana yang begitu luas, kata Ridwan yang juga menjabat kepala dinas Sumber Daya Air ini, masih perlu pasokan alat-alat berat, terutama jenis eskavator, loader dan buldoser. '

Saat ini baru tersedia 132 unit eskavator, 34 unit buldoser, 22 loader dan 479 dump truck. Itu sebabnya, Ridwan mengatakan pembersihan kota, baru akan selesai dalam satu bulan ke depan.

"Selain kekurangan alat berat, kendalanya adalah masih banyaknya mayat. Jadi, kami harus berkoordinasi dengan tim evakuasi mayat," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Harian Satuan Koordinasi Pelaksanaan (Satkorlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Aceh Alwi Shihab menyatakan selama masa darurat ini pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Jaya akan dijalankan dari Kota Lamno. Hal itu merupakan jalan keluar untuk menghidupkan kembali roda pemerintahan di Aceh Jaya, karena hampir seluruh infrastruktur pemerintahan di Ibu Kota Calang hingga kini masih rusak parah.

"Untuk selanjutnya, akan segera kita putuskan, apakah Calang akan dibangun kembali atau diperluas,'' katanya.

Namun, dikatakan, kewenangan mengenai penetapan status ibu kota kabupaten tersebut selanjutnya berada di tangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Sementara itu, pertemuan ulama, cendekiawan dan akademisi Aceh di Auditorium IAIN Arraniry, Bana Aceh, kemarin mengingatkan pemerintah untuk tidak berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan masyarakat dalam rekonstruksi Aceh.

"Ada hal penting yang harus diperhatikan bahwa masa depan Aceh harus di tangan masyarakat Aceh sendiri. Unsur masyarakat Aceh harus ikut menentukan," kata Sosiolog Universitas Syiah Kuala A Human Hamid dalam forum tersebut.

Forum musyawarah ulama yang difasilitasi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu merupakan pertemuan pertama para tokoh dan cendekiawan Aceh pascabencana. Pertemuan para ulama dan cendekiawan serta akademisi tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemikiran dan masukan kepada pemerintah berkaitan dengan rehabilitasi Aceh.

Rektor IAIN Arraniry Rusdi Ali Muhammad mengatakan di tengah kelumpuhan dua pilar resmi di Aceh, yakni pemda dan DPRD, akibat bencana, kini saatnya ulama mengambil alih tanggung jawab dengan tidak membiarkan munculnya kemungkinan perubahan arah pembangunan kembali Aceh. "Ulama bisa membawa isu-isu Aceh, menyangkut aspirasi rakyat Aceh. Pemerintah pusat tidak boleh berjalan sendiri," ujarnya.

Karena itu, mereka mendesak agar dalam badan otorita khusus yang akan dibentuk, orang-orang Aceh dilibatkan dan duduk dalam badan tersebut. (Hil/Rdn/Ant/X-7)

Post Date : 25 Januari 2005