Pengelola TPS Liar Babakan Akan Ditindak

Sumber:Suara Pembaruan - 27 Agustus 2007
Kategori:Sampah Jakarta
[TANGERANG] Petugas Satpol PP Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tampaknya serius ingin menutup tempat pembuangan sampah (TPS) liar Babakan di Kecamatan Setu.

"Dalam waktu dekat, semua pintu masuk akan dipagar permanen dan pengelolanya yang dianggap bandel akan ditindak dan diproses secara hukum," ujar Dodi Bastaman, Kepala Satpol PP Kabupaten Tangerang akhir pekan lalu, kepada wartawan.

TPS liar itu Kamis (23/8) lalu ditutup secara paksa. Namun, beberapa jam kemudian dibuka kembali juga secara paksa. "Kami kesulitan mengatasi sikap pengelola TPA liar yang tidak mengindahkan larangan penutupan, karena mereka dibantu sejumlah preman," katanya.

Ketika ditanya kemungkinan banyak petugas dari Satpol PP yang telah menerima upeti dan membantu membekingi TPA itu, Dodi menyatakan, kalau memang terbukti, dia akan menindak tegas anak buahnya.

"Pengelola TPA yang itu melanggar Perda No 20/2004 tentang Ketertiban Umum dan Perda No 21/2004 tentang Pengolahan Sampah," katanya.

Masih Beroperasi

TPA liar Babakan hingga kini masih beroperasi siang dan malam. Puluhan truk pengangkut sampah dengan bebasnya masuk kedalam lokasi melalui jalan masuk yang baru dibuat tepat di sebelah plang besi sepanjang enam meter dan setinggi satu meter sebagai penutup yang dilintangkan di pintu masuk.

Seperti diberitakan SP, keberadaan TPA liar itu, telah lama dikeluhkan warga setempat. Selain menebarkan bau busuk, sampah-sampah itu telah mencemari udara dan air sumur warga sekitar.

"Lingkungan bau busuk dan banyak lalat hijau," kata Muhammad, warga yang rumahnya persis di sebelah TPA.

Budi Yudian, tokoh pemuda setempat mengatakan, beberapa kali warga yang tidak setuju dengan keberadaan TPA itu melakukan aksi, namun warga menyerah karena diancam oleh preman yang dibekingi aparat dan pejabat setempat.

"Warga takut dengan ancaman mereka yang dibantu preman," kata Budi. Sementara warga yang tidak protes diberikan motor dan uang Rp 100.000 per bulan.

Dikatakan, sejumlah sumur warga tidak bisa dipergunakan lagi karena keruh dan bau. "Saya tidak mau menerima uang itu, sebab keluarga saya tidak dapat menggunakan air sumur lagi karena kotor dan bau," katanya.

Para pemuda bersama warga yang protes, kata Budi, telah melaporkan hal ini ke kepala desa, camat, hingga Kapolsek. "Percuma, tidak ditanggapi," katanya. [132]



Post Date : 27 Agustus 2007